Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potensi Kematian Akibat Panas di 2050 Meningkat 5 Kali Lipat

Kompas.com - 18/11/2023, 06:34 WIB
Monika Novena,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tim ahli internasional memperingatkan hampir lima kali lebih banyak kematian yang akan terjadi akibat panas ekstrem dalam beberapa dekade mendatang.

Mereka bilang, tanpa tindakan untuk mengatasi perubahan iklim ini, kesehatan umat manusia berada dalam risiko besar.

Baca juga: Apa Itu Diabetes Melitus yang Masuk 10 Besar Penyebab Kematian di Dunia?

The Lancet Countdown, sebuah penilaian tahunan besar yang dilakukan oleh para peneliti dan lembaga terkemuka menyebut panas yang mematikan itu hanyalah salah satu dari banyak dampak penggunaan bahan bakar fosil yang terus meningkat di dunia yang mengancam kesehatan manusia.

Kekeringan yang lebih sering terjadi juga akan menyebabkan jutaan orang berisiko kelaparan, nyamuk yang menyebar lebih luas akan membawa penyakit menular, dan sistem kesehatan akan kesulitan mengatasi beban tersebut, para peneliti memperingatkan.

Kematian akibat panas

Mengutip Science Alert, Kamis (16/11/2023) studi Lancet Countdown menemukan tahun lalu orang-orang di seluruh dunia rata-rata terpapar suhu yang mengancam jiwa selama 86 hari.

Sekitar 60 persen dari hari-hari tersebut dua kali lebih mungkin terjadi akibat perubahan iklim, kata mereka.

Jumlah orang berusia di atas 65 tahun yang meninggal karena cuaca panas pun meningkat sebesar 85 persen dari tahun 1991-2000 hingga 2013-2022.

“Namun dampak yang kita lihat saat ini bisa jadi hanya gejala awal dari masa depan yang sangat berbahaya,” kata direktur eksekutif Lancet Countdown, Marina Romanello.

Baca juga: Mengenal Geoengineering, Teknologi Mengurangi Suhu Panas Bumi

Berdasarkan skenario di mana suhu dunia akan meningkat sebesar dua derajat Celcius pada akhir abad ini, kematian tahunan akibat panas diperkirakan akan meningkat sebesar 370 persen pada tahun 2050.

Angka ini berarti peningkatan sebesar 4,7 kali lipat.

Menurut proyeksi tersebut, sekitar 520 juta orang juga akan mengalami kerawanan pangan tingkat sedang atau parah pada pertengahan abad ini.

Dan penyakit menular yang dibawa oleh nyamuk akan terus menyebar ke wilayah-wilayah baru. Penularan demam berdarah akan meningkat sebesar 36 persen dalam skenario pemanasan 2 °C, menurut penelitian tersebut.

“Kita menghadapi krisis di atas krisis,” kata Georgiana Gordon-Strachan dari Lancet Countdown.

“Masyarakat yang tinggal di negara-negara miskin, yang paling tidak bertanggung jawab atas emisi gas rumah kaca, adalah pihak yang paling terkena dampak kesehatannya,” katanya.

Secercah harapan

Ketua Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan pada konferensi daring dalam peluncuran laporan Lancet Countdown, bahwa membatasi pemanasan pada target perjanjian Paris sebesar 1,5 derajat Celcius adalah keharusan.

“Dunia bergerak ke arah yang salah, tidak mampu mengekang kecanduan terhadap bahan bakar fosil dan meninggalkan komunitas rentan dalam transisi energi yang sangat dibutuhkan,” kata Tedros.

Baca juga: 8 Cara Menjaga Kesehatan Saat Cuaca Panas Ekstrem

PBB memperingatkan bahwa negara-negara yang berjanji mengurangi emisi karbon global hanya hanya menurunkan sebanyak 2 persen, jauh dari penurunan sebesar 43 persen yang diperlukan untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius.

Jika tidak ada kemajuan yang dicapai dalam hal emisi, maka itu hanya menjadi kata-kata kosong.

Namun masih ada secercah harapan.

Jumlah kematian global yang terkait dengan polusi udara akibat bahan bakar fosil telah turun 16 persen sejak tahun 2005, sebagian besar disebabkan oleh upaya untuk mengurangi dampak pembakaran batu bara.

Selain itu, investasi global pada energi ramah lingkungan meningkat sebesar 15 persen menjadi $1,6 triliun pada tahun lalu, dibandingkan dengan $1 triliun pada bahan bakar fosil.

Dan jika masyarakat beralih ke pola makan yang lebih sehat dan rendah karbon, hal ini akan mencegah hingga 12 juta kematian per tahun, sekaligus mengurangi emisi dari produksi susu dan daging merah sebesar 57 persen.

Baca juga: Apa Penyebab Cuaca Panas Ekstrem di Indonesia?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com