Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Membongkar Diri: Peran Ego Manusia dalam Krisis Perubahan Iklim

Kompas.com - 10/10/2023, 12:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: S Andy Cahyono

BEGITU sering kita terpesona oleh keindahan planet kita, bernama bumi, dengan hutan yang luas, lautan yang biru, dan keanekaragaman hayatinya.

Namun, saat kita mengamati keindahannya, kita juga menghadapi kenyataan yang sulit: perubahan iklim menjadi tantangan terbesar manusia.

Baca juga: Sampah Makanan Bikin Perubahan Iklim Makin Parah, Kok Bisa?

Data ilmiah yang mengkhawatirkan menunjukkan bahwa suhu global terus meningkat dan dampaknya semakin terasa di seluruh dunia.

Ketika berbicara tentang perubahan iklim, kita sering terjebak dalam diskusi yang penuh dengan data ilmiah, statistik, dan perdebatan politik.

Namun, di balik semua itu, terdapat faktor yang mungkin lebih sulit untuk dihadapi daripada peningkatan suhu global atau tingkat emisi karbon, yaitu sifat manusia sendiri. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi bagaimana ego manusia berkontribusi pada krisis perubahan iklim.

Ego adalah salah satu karakteristik dasar manusia. Ini mencakup dorongan untuk menonjol, mempertahankan citra diri positif, dan merasa bahwa kita adalah yang terpenting.

Namun, ego manusia sering kali membuat kita terjebak dalam pola perilaku yang merugikan lingkungan.

Pertama, konsumerisme yang tidak terkendali merupakan salah satu perilaku manusia yang secara signifikan berkontribusi pada krisis perubahan iklim.

Konsumerisme memengaruhi cara kita memandang diri sendiri dan bagaimana kita ingin dilihat oleh orang lain.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan psikologis ini, kita sering terjebak dalam pola perilaku yang merugikan lingkungan. Konsumerisme mendorong pertumbuhan industri yang menghasilkan emisi karbon tinggi.

Baca juga: Dampak Perubahan Iklim, Pohon Hutan Hujan Tropis Gagal Berfotosintesis

Proses produksi, penggunaan, dan pembuangan barang akan menghasilkan emisi karbon yang tinggi, deforestasi, limbah beracun, dan tekanan terhadap sumberdaya alam.

Keinginan untuk terus bersaing dalam pertumbuhan ekonomi sering mengesampingkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan.

Kedua, ego manusia juga tercermin dalam ketidakpedulian terhadap lingkungan.

Kita cenderung memprioritaskan kepentingan pribadi dan keuntungan ekonomi jangka pendek daripada keberlanjutan lingkungan. Pengembangan proyek pembangunan sering tidak memperhitungkan dampak jangka panjang terhadap ekosistem.

Sikap "laba hari ini, masalah diurus besok" dalam pengambilan keputusan bisnis adalah contoh ketidakpedulian terhadap lingkungan yang dipicu oleh ego manusia. Ketidakpedulian terhadap lingkungan juga tercermin dalam pola perilaku individu sehari-hari.

Ketika kita membuang sampah sembarangan, menghemat air dan listrik, atau memilih kendaraan pribadi daripada transportasi umum, seringkali kita lebih fokus pada kepraktisan dan kenyamanan pribadi daripada dampak lingkungan.

Ketiga, ada dua hambatan utama yang melibatkan peran ego manusia: penyangkalan dan tindakan yang tidak mencukupi.

Penyangkalan, yang dalam konteks perubahan iklim dikenal sebagai "skepticisme iklim," adalah sikap yang menolak atau meragukan bukti ilmiah perubahan iklim yang sudah sangat kuat.

Penyangkalan ini sering muncul karena ketakutan akan perubahan atau perasaan tidak mampu untuk mengatasinya.

Baca juga: Perubahan Iklim Ancam Ketahanan Pangan di India, Bagaimana Indonesia?

Saat ego manusia menolak fakta yang tidak sesuai dengan pandangannya, hal ini menghambat kemampuannya untuk mengambil tindakan nyata. Di sisi lain, sikap tindakan yang tidak mencukupi juga dapat menjadi dampak dari ego manusia.

Beberapa individu merasa bahwa tindakan mereka tidak akan memiliki dampak nyata pada perubahan iklim yang lebih besar. Ini dapat menyebabkan keengganan untuk mengubah gaya hidup atau mendukung upaya yang lebih berkelanjutan.

Keengganan ini muncul karena ego cenderung fokus pada kepentingan pribadi dan pertahanan diri dibandingkan dengan kepentingan bersama.

Keempat, di tingkat internasional, salah satu tantangan utama dalam menangani krisis perubahan iklim adalah kompetisi antarnegara dan ketiadaan kepemimpinan global yang kuat.

Di balik dinamika ini, peran ego manusia sangat kentara. Ego manusia sering mendorong setiap negara mengejar kepentingan nasional dan persaingan daripada bekerja sama dalam mengatasi masalah perubahan iklim yang bersifat lintas batas.

Setiap negara bersaing untuk mendapatkan sumber daya alam, pasar, dan pengaruh global. Saat persaingan ini memanas, maka kerja sama internasional untuk mengurangi emisi karbon dan mengatasi dampak perubahan iklim akan terhambat.

Selain itu, ketiadaan kepemimpinan global yang kuat menjadi problem ketika negara utama tidak bersedia atau tidak mampu memimpin upaya mengatasi krisis iklim, kebijakan global menjadi tidak konsisten dan kurang efektif.

Pada tingkat global, ketidakmampuan mencapai kesepakatan yang kuat dalam konferensi iklim dan perjanjian internasional sering dipengaruhi oleh kompetisi politik, ekonomi, dan geopolitik.

Baca juga: Apakah Manusia Bisa Hidup di Bawah Tanah untuk Hindari Perubahan Iklim?

Setiap negara khawatir bahwa tindakannya dapat merugikan posisi ekonomi dan keamanan dalam persaingan global, sehingga tidak mau mengambil langkah tegas untuk mengurangi emisi karbon.

Kelima, krisis perubahan iklim memunculkan kendala psikologis yang seringkali memengaruhi cara kita merespons masalah lingkungan.

Dorongan untuk menjaga citra diri positif merupakan aspek penting ego manusia. Kita cenderung ingin dipandang sebagai individu yang baik dan bertanggungjawab.

Namun, ketika tindakan lingkungan yang dibutuhkan untuk mengurangi dampak perubahan iklim terasa sulit atau mengganggu kenyamanan kita, dorongan ini dapat menghambat tindakan yang lebih berkelanjutan.

Misalnya, seseorang lebih suka berkendaraan pribadi meskipun tahu bahwa bersepeda atau menggunakan transportasi umum lebih baik untuk lingkungan.

Persepsi tentang dampak individu juga memengaruhi tindakan lingkungan. Beberapa individu mungkin merasa bahwa tindakan mereka tidak akan berdampak besar pada skala perubahan iklim yang lebih besar.

Hal ini sering kali menjadi alasan untuk tidak mengubah perilaku mereka, meskipun sejumlah besar orang yang berpikiran serupa dapat memiliki dampak besar jika mereka bersatu dalam tindakan berkelanjutan.

Mengatasi ego untuk solusi perubahan iklim

Mengatasi ego manusia adalah langkah penting dalam menghadapi krisis perubahan iklim dan langkah konkret untuk menguranginya.

Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Salju Abadi Puncak Jaya Terancam Punah

Untuk mengatasi konsumerisme yang tidak terkendali, kita perlu lebih sadar akan pola konsumsi, mengurangi keinginan memiliki barang yang tidak perlu, mendukung produk ramah lingkungan, dan mendukung praktik bisnis berkelanjutan.

Mengurangi konsumerisme berlebihan adalah langkah penting dalam mengurangi emisi karbon dan dampak lingkungannya.

Memilih barang tahan lama, tidak sekali pakai, mendukung produk ramah lingkungan, dan mengurangi pemborosan merupakan tindakan konkret yang dapat diambil.

Untuk mengatasi ketidakpedulian terhadap lingkungan, kita perlu mengubah sikap dan tindakan secara kolektif. Pendidikan dan kesadaran tentang konsekuensi dari ketidakpedulian ini adalah langkah awal yang penting.

Selanjutnya, perlu mendorong kebijakan yang mengutamakan keberlanjutan lingkungan. Selain itu, setiap pribadi dapat berkontribusi dengan mengadopsi tindakan sehari-hari yang lebih berkelanjutan, seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan mendukung energi terbarukan.

Individu dan masyarakat perlu lebih sadar akan dampak perubahan iklim yang semakin memburuk. Pendekatan ini melibatkan pendidikan yang lebih baik tentang perubahan iklim, lingkungan, dan konsekuensi dari tindakan kita.

Untuk mengatasi penyangkalan dan tindakan yang tidak mencukupi dalam konteks perubahan iklim memerlukan pendekatan yang berbeda. Pendidikan dan penyadaran adalah langkah pertama dalam mengatasi penyangkalan.

Baca juga: Dampak Perubahan Iklim, Otak Manusia Menyusut

Semakin banyak orang yang memahami dampak perubahan iklim dan menerima fakta ilmiah yang ada, semakin besar kemungkinan adanya tindakan yang lebih serius.

Sementara itu, untuk mengatasi tindakan yang tidak mencukupi, kita perlu menunjukkan bahwa setiap tindakan, sekecil apapun akan memiliki dampak.

Kita harus mengubah pandangan tentang tindakan individu yang kontributif dan membujuk lebih banyak orang untuk mengambil langkah-langkah kecil yang secara bersama-sama dapat menghasilkan perubahan besar.

Ini melibatkan pendidikan tentang cara-cara mengurangi emisi karbon, menghemat energi, dan mendukung teknologi hijau.

Mengatasi perubahan iklim memerlukan tindakan bersama dari masyarakat, perusahaan, dan pemerintah.

Saat kita bergerak dari ego yang mengutamakan kepentingan pribadi ke kolaborasi yang mengutamakan kepentingan bersama, kita dapat menciptakan solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan.

Pesan yang ingin disampaikan di sini sangat sederhana: kita adalah penjaga bumi. Perubahan iklim adalah ancaman global yang mengharuskan kita untuk berkolaborasi, mengubah cara berpikir, dan bertindak bersama.

Kita tidak hanya melindungi alam, tetapi juga masa depan generasi mendatang.

Dengan kesadaran dan tindakan bersama, kita dapat menciptakan dunia yang berkelanjutan. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga kehidupan di planet ini, karena kita hidup di satu bumi.

Baca juga: Dampak Perubahan Iklim, Gagal Tanam Ancaman Krisis Pangan Nasional

S Andy Cahyono
Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com