Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Manusia Bisa Hidup di Bawah Tanah untuk Hindari Perubahan Iklim?

Kompas.com - 22/08/2023, 10:01 WIB
Monika Novena,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perubahan iklim semakin meresahkan. Seluruh makhluk di Bumi, termasuk manusia harus siap untuk menghadapinya.

Apakah mungkin ada tempat yang bisa dihuni manusia untuk menghindar atau berlindung dari perubahan iklim?

Bulan Juli lalu tercatat sebagai rekor terpanas di Bumi sejak pencatatan suhu dilakukan pada 1850-an.

Seperti diberitakan Kompas.com sebelumnya, Copernicus Climate Change Service (C3S) menyebut suhu rata-rata Juli 2023 lebih tinggi 0,72 derajat Celsius daripada rata-rata periode 1991 hingga 2020.

Fakta bahwa Bumi terus menghangat memang tidak terelakkan lagi. Berbagai solusi coba dilakukan untuk mengatasinya, termasuk membicarakan soal adaptasi apa yang harus dilakukan oleh manusia menghadapi suhu yang makin panas.

Salah satunya yang bisa jadi pertimbangan adalah tinggal dan hidup di bawah tanah.

Suhu di bawah tanah diketahui lebih stabil karena dikelilingi oleh massa batuan dan tanah yang menyerap dan menahan panas.

Kendati demikian, apakah tinggal di bawah tanah merupakan solusi yang layak untuk menghadapi krisis iklim yang muncul?

Baca juga: Apakah Manusia Bisa Dihidupkan Lagi Setelah Dibekukan?

Manusia hidup di bawah tanah

Dikutip dari Science Alert, Senin (21/8/2023) kebanyakan orang bersedia pergi ke bawah tanah untuk waktu yang singkat.

Namun gagasan untuk hidup di bawah tanah secara permanen jauh lebih sulit untuk ditoleransi beberapa orang lainnya. Berada di bawah tanah di ruang terbatas dapat memicu claustrophobia dan ventilasi yang buruk.

"Manusia tidak bisa hidup di bawah tanah. Secara biologi, fisiologis tubuh kita tidak dirancang untuk hidup di bawah tanah," kata Will Hunt, penulis Underground: A Human History of the Worlds Beneath Our Feet.

Manusia yang terlalu lama tinggal di bawah tanah tanpa terpapar sinar matahari dapat tidur hingga 30 jam dalam sekali waktu. Gangguan pada ritme sirkadian tersebut kemudian dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan.

Risiko lain dalam kehidupan bawah tanah adalah banjir karena perubahan iklim menjadikan cuaca menjadi lebih ekstrem.

Konstruksi untuk membangun tempat tinggal di bawah tanah, biasanya membutuhkan material yang lebih berat dan mahal, sehingga dapat menahan tekanan di bawah tanah.

Selain itu, konstruksi tempat tinggal agar bisa dihuni manusia ini pun juga harus diukur melalui survei geologi yang ekstensif sebelum penggalian dapat dimulai.

Baca juga: Apakah Manusia Hanya Menggunakan 10 Persen Otaknya?

 

 

Tak hanya konstruksi tempat tinggal, suhu di bawah tanah juga harus diperhatikan agar manusia bisa menghuninya. Sebab, ternyata suhu juga dipengaruhi oleh apa yang terjadi di atas tanah.

Sebuah studi tentang distrik bisnis Chicago Loop menemukan bahwa suhu telah meningkat secara dramatis sejak tahun 1950 karena lebih banyak infrastruktur penghasil panas yang dibangun di area yang sama, seperti stasiun parkir, kereta api, dan ruang bawah tanah.

Lebih lanjut, agar lingkungan bawah tanah dapat diterima oleh orang-orang, area tersebut harus aman dan terjamin, memiliki cahaya alami, ventilasi yang baik.

Contoh peradaban di bawah tanah

Konsep tinggal di bawah tanah ternyata sudah dilakukan oleh orang-orang, bahkan di masa lalu.

Di era modern, terdapat kota pertambahan opal Coober Pedy di Australia Selatan yang 60 persen populasi hidup di bawah tanah.

Saat musim panas suhu di sana bisa mencapai 52 derajat Celsius, menyebabkan burung berjatuhan dari langit dan peralatan elektronik rusah.

Baca juga: Apakah Manusia Purba Sudah Memakai Perhiasan?

Sementara musim dingin hingga 2 derajat Celsius. Namun di ruang bawah tanah, suhu bisa konsisten 23 derajat Celsius.

Di bawah tanah ini, mereka bahkan memiliki rumah yang mewah dengan ruang lounge yang nyaman, dan bahkan kolam renang.

Rumah harus setidaknya 2,5 meter di bawah permukaan untuk mencegah tanah runtuh.

Sedangkan di peradaban di bawah tanah yang berasal dari masa lalu adalah kota Derinkuyu.

Dibangun pada awal 2000 SM, kota terdiri dari jaringan terowongan 18 lantai mencapai 76 meter di bawah permukaan. Lalu ada 15.000 lubang sebagai ventilasi yang menyebarkan cahaya ke kota yang menampung sebanyak 20.000 orang ini.

Kota Derinkuyu digunakan hampir selama ribuah tahun sebagai tempat berlindung selama masa perang. Akan tetapi kota tiba-tiba ditinggalkan pada 1920-an.

Suhu di bawah tanah tetap stabil 13 derajat Celsius. Sehingga saat ini beberapa terowongan digunakan untuk menyimpan peti pir, kentang, lemon, jeruk, apel, kol, dan lain-lain.

Baca juga: Apakah Manusia Bisa Hidup di Luar Angkasa? Pakar Menjawab

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com