Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ma'rufin Sudibyo

Orang biasa saja yang gemar melihat bintang dan menekuri Bumi.

Andai Para Sahabat Menangani Kasus Ujaran Kebencian

Kompas.com - 29/05/2023, 13:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Ma'rufin Sudibyo

“BAPAKNYA baru saja mangkat. Apakah hari ini anaknya hendak kita hukum–mati pula?”
(Amr ibn Ash RA, pasca pembunuhan Umar ibn Khattab RA)

Awal April 2022 M, yang adalah awal Ramadhan 1443 H dan juga terjadi perbedaan (antara keputusan Menteri Agama di satu sisi dan PP Muhammadiyah di sisi lain).

Baca juga: #WeAreWithDaniel, Bukti Nyata Ujaran Kebencian Picu Depresi

TVMU menayangkan acara rutin “Dialektika” yang untuk kali itu mengangkat tema “Mengapa 1 Ramadhan hari Sabtu?” Dihadirkan tiga pembicara: Prof. Dr. H. Syafiq A. Mughni selaku ketua PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Tono Saksono selaku Direktur ISRN Uhamka Jakarta dan Andi Pangerang Hasanuddin (untuk selanjutnya kita sebut APH).

Diskusi berjalan baik terlepas dari adanya perbedaan mengawali Ramadhan 1443 H.

Nun di Jombang, keluarga APH banyak beraktivitas dalam naungan kultur Muhammadiyah. Meskipun tidak memiliki nomor baku.

Tak pernah terbayangkan bagi keluarga kecil nan sederhana itu bahwa setahun berikutnya masalah demi masalah menghunjam susul–menyusul. Diawali wafatnya sang ayah.

Lalu belum genap seratus hari dan masih di tahap awal five stages of grief a la Kubler–Ross, APH justru menjadi tersangka ujaran kebencian terhadap Muhammadiyah dengan sangkaan melanggar pasal 45 dan pasal 28 UU no. 19/2006 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Berkebutuhan khusus

Tidak mudah membesarkan APH, tutur sang ibunda. Sedari batita, beliau sudah merasa ada yang berbeda.

Keterbatasan finansial membuat keluarga mereka tidak sanggup mengakses layanan kesehatan khusus secara rutin.

Namun ibunda tak kehilangan akal. Lewat akses informasi akan spektrum kebutuhan khusus dan membandingkannya dengan gejala–gejala yang ditampilkan anandanya, membuatnya meyakini APH memang memiliki kebutuhan khusus.

Baca juga: Buntut Kasus Ancaman Pembunuhan Warga Muhammadiyah, Peneliti BRIN AP Hasanuddin Dipecat sebagai PNS

Akses informasi juga menyodorkan cara penanganan yang kemudian diterapkannya, yakni membesarkan ananda dengan penuh kesabaran, penuh perhatian dan penuh cinta.

Kuasa hukum dan Ibunda AP Hasanuddin, JS Simatupang dan Rahmi Elfrida di Lobi Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Jumat (12/5/2023). KOMPAS.com/Rahel Kuasa hukum dan Ibunda AP Hasanuddin, JS Simatupang dan Rahmi Elfrida di Lobi Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Jumat (12/5/2023).

Semesta mendukung. Hasil memang tak menghianati usaha. Kerja keras penuh kesabaran membuat APH dapat melalui pendidikan dasar, menengah dan tingginya dengan baik.

Meskipun beberapa kali sempat jalannya demikian terjal dan berliku. Karena karakter kebutuhan khususnya menyebabkan APH lebih beresiko mengalami intimidasi, diperlakukan secara berbeda dan bahkan mengarah pada hal yang negatif.

Kebahagiaan sang ibunda kian membuncah manakala APH akhirnya berlabuh di lembaga pemerintahan yang membidangi langit dan antariksa. Sesuai minatnya yang tumbuh bertahun terakhir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com