Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Bijak Donasi Pakaian Saat Bencana agar Tidak Mencemari Lingkungan

Kompas.com - 23/11/2022, 13:00 WIB
The Conversation,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Oleh: Anjani Tri Fatharini

GEMPA 5,6 skala Richter yang berpusat di Cianjur, Jawa Barat, pada 21 November menimbulkan lebih dari seratus korban jiwa. Korban mengungsi lebih banyak lagi, melampaui 13 ribu jiwa.

Bencana ini memanggil para pegiat kemanusiaan untuk bergerak menggalang donasi uang maupun barang-barang, salah satunya adalah pakaian bekas.

Aksi cepat warga yang menggalang donasi ataupun memberikan sumbangan patut diacungkan jempol. Namun, langkah kita berdonasi – khususnya berbagi pakaian bekas – mesti hati-hati. Sebab, niat baik ini bisa menjadi masalah baru bagi lingkungan maupun penyintas bencana jika tidak dilakukan secara bijak.

Tulisan ini akan mengulas bagaimana hal tersebut mungkin saja terjadi.

Baca juga: Gempa Cianjur M 5,6 Terasa sampai Jakarta, Apa Penyebabnya?

Pentingnya pemilahan pakaian bekas

Ratusan pakaian bekas mengotori laut BerauAgus Tantomo / Wakil Bupati Berau Ratusan pakaian bekas mengotori laut Berau

Donasi pakaian dapat menjadi masalah baru ketika pakaian tidak dipilah saat didonasikan. Proses ini menjadi krusial karena tidak semua pakaian dapat digunakan dan dalam keadaan layak. Misalnya, pakaian yang berjamur, robek, hingga berlubang.

Donasi pakaian tidak melalui pemilahan justru dapat menambah jumlah sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), bahkan teronggok begitu saja di sekitar lokasi bencana.

Beberapa kejadian bencana menjadi contoh bagaimana niat baik kemudian berubah menjadi masalah di posko bantuan. Misalnya, penumpukan pakaian bekas di posko bantuan banjir bandang di Sukabumi pada tahun 2020, banjir bandang di Jember pada tahun 2021, dan bencana erupsi Gunung Semeru tahun 2021. Tumpukan pakaian ini menjadi masalah baru dan menambah beban kerja bagi relawan posko.

Saya juga sempat mewawancarai salah satu kelompok masyarakat marginal di kota Semarang yang sering menerima donasi pakaian. Mereka justru mengeluhkan tumpukan pakaian hasil donasi yang tidak digunakan sehingga menambah sesak gudang. Karena tertimbun terlalu lama, pakaian menjadi lembap dan berjamur.

Baca juga: Gempa Cianjur yang Merusak Termasuk Gempa Kerak Dangkal, Apa Itu?

Mereka akhirnya terpaksa membakar pakaian-pakaian bekas itu. Tentunya ini menjadi masalah lingkungan baru.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga menyoroti dampak donasi pakaian bekas. Mereka menyampaikan kepada masyarakat untuk berdonasi pakaian kepada korban bencana hanya jika diminta oleh penanggung jawab posko bantuan.

Sebelum menggalang donasi ataupun menyumbangkan barang, penting bagi publik untuk melihat kebutuhan dalam situasi bencana. Pasalnya, prioritas bantuan untuk memenuhi kebutuhan penyintas bencana tentunya berbeda-beda. Misalnya, saat gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat pada 2018, para penyintas laki-laki akhirnya mengenakan pakaian daster yang biasanya dipakai perempuan.

Karena itulah, penting bagi calon donatur ataupun lembaga penerima donasi untuk memetakan kebutuhan pakaian di suatu lokasi bencana. Harapannya, donasi yang digelontorkan bisa lebih sesuai kebutuhan dan bermanfaat untuk para penyintas.

Tak harus ke posko bencana

Outwear hasil berburu pakaian bekas di Pasar Poncol, Senen, Jakarta.KOMPAS.com/KAHFI DIRGA CAHYA Outwear hasil berburu pakaian bekas di Pasar Poncol, Senen, Jakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com