"Pendek kata, apapun sebutannya dan wujudnya, tidaklah mudah atau sangatlah pelik untuk melintasi jembatan (wot, titi) tersebut," tambah Dwi.
Sesuai dengan konsepsi "karmapala" atau buah dari perbuatan), siksaan di neraka sesuai dengan perilaku dosa manusia di dunia.
Apabila tingkah lakunya di dunia seperti binatang, maka wujud anatominya di neraka menjadi manusia berkepala binatang (digambarkan berkepala kambing, kerbau, kuda, dan lembu).
Sedangkan para penyerobot tanah milik orang/pihak lain akan disiksa dengan menyunggi lempengan tanah, perusak rumah orang lain disiksa dengan menyunggi rumah.
Adapun orang yang otaknya kotor, bakal ditancapi paku besar tepat di ubun-ubunnya. Ada pula yang disiksa dengan kepala dipatuk burung besar, dinjak-injak makhluk berbentuk demon lembu bermuka singa, dan lainnya.
Sederhananya, siksa neraka tersebut digambarkan jauh lebih mengerikan ketimbang siksaan pada penjara Sabaneta (Venezuela), Pulau Rikers (Amerika Serikat), Bang Kwang (Thailand), Pulau Petak (Rusia) maupun di penjara USP Florence ADMAX (Amwrika Serikat).
Baca juga: Mengapa Festival Rock Dilarang di Candi Prambanan?
Relief cerita "Kunjarakarna" di Candi Jago menjadi transformasi visual dari susastra tekstual, yang berjudul "Kunjarakarnadharmmakatana".
Manusia yang menyaksikannya dapat menjadikan relief ini sebagai media ajar untuk melakukan kebaikan hidup.
"Bertobat dan memohon ampun kepada Illahi adalah tindakkan kunci untuk dapat terhindar dari siksa neraka yang berkepanjangan," pungkas Dwi.
Candi Jago terletak di Dusun Jago, Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, tepatnya 22 km ke arah timur dari Kota Malang. Dikarenakan letaknya di Desa Tumpang, candi ini sering juga disebut Candi Tumpang.
Dilansir dari laman Perpustakaan Nasional, penduduk setempat menyebutnya Cungkup.
Menurut kitab Negarakertagama dan Pararaton, nama candi ini yang sebenarnya adalah Jajaghu.
Baca juga: Tiket Masuk Wisatawan Naik Jadi Rp 750.000, Begini Sejarah Berdirinya Candi Borobudur