Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Kecelakaan Fatal yang Melibatkan Truk Semakin Masif, Siapa Bertanggung Jawab?

Kompas.com - 28/07/2022, 19:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebagai perbandingan, analisis kecelakaan truk beruntun yang dilakukan oleh KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) di Kab. Tanah Datar, diakibatkan pengemudi gagal melakukan manuver dan teknik pengereman yang tepat.

Gagalnya perlambatan, dikarenakan kondisi jalan turunan panjang dan curam cenderung memaksa pengemudi untuk melakukan pengereman menggunakan rem utama berkali-kali (panik), tanpa diawali teknik pengereman mesin (engine braking) dan exhaust brake, sehingga kecepatan perputaran mesin di 2500 RPM yang pastinya akan masuk ke mode over speed (KNKT, 2020).

Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan topografi kemiringan jalan selalu berkorelasi dengan penyebab peningkatan tingkat kecelakaan di jalan. (Fu dkk, 2011; Islam dkk, 2019).

Kejadian seperti ini sesungguhnya dapat diminimalisir, apabila pengemudi mampu mengenal potensi bahaya dan risiko di jalan (risk hazard) dengan cukup baik.

Baca juga: Kecelakaan Beruntun di Tol dan Berbagai Inovasi yang Bisa Mencegahnya

Faktor human eror sebenarnya lebih banyak berperan dalam kasus kecelakaan fatal seperti ini.

Khusus untuk kasus di simpang muara rapak Balikpapan, pengemudi tidak melakukan manajemen waktu istirahat yang baik, dengan mengaku terburu-buru karena bangun kesiangan.

Padahal kualitas istirahat sangat penting bagi pengemudi, karena memengaruhi kemampuan mereka untuk tetap waspada dan membuat keputusan yang baik saat mengemudi (Filtness dkk., 2020; dalam Delhomme & Georghiu, 2021).

Sedangkan untuk kasus di simpang Cibubur, penempatan lampu lalu lintas di jalanan menurun membuktikan kualitas manajemen pengaturan lalu lintas di Indonesia sangatlah buruk.

Padahal, jarak pandang terbatas yang disebabkan rambu-rambu lalu lintas yang tidak standar, akan menimbulkan efek ambigu yang menyebabkan penyimpangan perilaku pengemudi sehingga berujung kecelakaan (Islam dkk, 2019; Vilchez 2020).

Semua Pihak Bertanggung Jawab Untuk Mencegah Kecelakaan Seperti Ini Terulang Kembali

Pengemudi kecelakaan bukanlah tersangka kasus kejahatan seperti korupsi, pembunuhan dan atau kasus kejahatan berat lainnya yang berniat sejak awal ingin merugikan orang lain.

Pengemudi mungkin hanya seorang individu tulang punggung keluarga, sama seperti kita, yang secara tidak sengaja lalai memerhatikan kondisi sekitarnya, sehingga menyebabkan kecelakaan fatal. Karena itu, tidak semua kesalahan harus ditimpakan kepada pengemudi saja.

Dari segi sistem manajemen, perusahaan tempat pengemudi bekerja seharusnya juga turut bertanggung jawab dalam terjadinya kasus kecelakaan seperti ini.

Perusahaan logistic transport yang memilik skor keselamatan tinggi, biasanya membuat tools perbaikan berkelanjutan yang sistematis, dengan menempatkan setiap karyawan dalam sistem pengawasan, dan pelaporan komunikasi yang terbangun dengan rapi antar lini manajemen (Naevestad dkk, 2020).

Tapi apakah ini sudah dilakukan oleh perusahaan besar seperti Pertamina?

Padahal, perusahaan sekelas pertamina bisa melakukan lebih daripada itu, seperti melakukan pendekatan design thinking untuk pengemudinya, dengan melibatkan teknologi seperti kamera pengawas atau sistem peringatan dini kelelahan apabila pengemudi dianggap tidak layak mengemudi ,melalui aplikasi pembaca wajah kamera yang terpasang dii dashboard (Dewi dkk, 202).

Baca juga: Lebih Masif dari Cipali, Ini 7 Kecelakaan Lalin Terdahsyat di Dunia

Kasus ini menggambarkan budaya safety di perusahaan Indonesia hanya sekedar dikomunikasikan oleh departemen HSE (Health Safety Environment), tanpa membuat tools yang bisa digunakan untuk memonitor karyawan mereka.

Melalui momen ini, persoalan kecelakaan dalam berlalu lintas tampaknya sudah saatnya ditanggapi lebih serius oleh pemerintah.

Sebagai gambaran secara makro, kecelakaan lalu lintas pada tahun 2010 diperkirakan mengakibatkan biaya sosial tahunan sekitar 3,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, meningkat menjadi 3,7% dari PDB pada tahun 2011 (Yahya dkk, 2013).

Dengan motorisasi dan pertumbuhan ekonomi yang terus bertumbuh di Indonesia, tentu ini akan membuat persoalan post anggaran akan membebani negara kedepannya.

Harus ada langkah konkret dari pemerintah secara umum dan kepolisan secara khusus, untuk mengawasi dan mencegah hal seperti ini terulang kembali.

Keselamatan jalan di Indonesia membutuhkan manajemen yang baik dalam koordinasi dengan para pengambil keputusan (Howard, 2015; dalam Ricardianto dkk, 2021).

Artinya, pemerintah dan seluruh stakeholder juga turut harus bertanggung jawab dalam program yang memastikan seluruh peraturan keselamatan di jalan raya dapat diaplikasikan oleh masyarakat.

Moch. Wahyu Ghani
Pusat Riset Kependudukan BRIN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com