Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Kecelakaan Fatal yang Melibatkan Truk Semakin Masif, Siapa Bertanggung Jawab?

Kompas.com - 28/07/2022, 19:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: M. Wahyu Ghani

Publik kembali dikejutkan dengan kecelakaan maut truk pengangkut BBM milik pertamina di Cibubur.

Total Korban meninggal terkini mencapai 10 orang. Fenomena seperti ini sebenarnya bukanlah kejadian yang jarang terjadi di Indonesia.

Di awal tahun 2022 pola kecelakaan yang hampir serupa terjadi di lalu lintas Muara Rapak, Balikpapan, Kalimantan Timur.

Tidak main-main, truk tronton bermuatan berat melaju tidak terkendali, hingga menabrak sejumlah kendaraan dengan total korban menacapai 36 orang dan 4 orang termasuk yang meninggal di dalamnya.

Baca juga: Ada Kecelakaan di Jalan, Kok Orang Lebih Suka Menonton?

Dalam studi makro yang dilakukan Regmi (2021), 60% kematian di jalan secara global disumbang oleh negara wilayah asia pasifik dengan Indonesia sebagai penyumbang kecelakaan terbesar di wilayah Asia Tenggara.

Dalam kasus kecelakaan fatal yang melibatkan kendaraan berat seperti truk, sebenarnya bisa dipahami, karena truk merupakan kendaraan berbahaya dari segi dimensi dan beratnya yang mencapai satuan ton.

Truk selalu hampir pasti terlibat, serta mewakili berbagai kasus dalam hal frekuensi kecelakaan fatal dan kerusakan properti yang serius dibandingkan dengan mobil penumpang pada umumnya (Yuan dkk, 2021).

Terlepas dari konteks truk sebagai sebuah “ancaman nyata” di jalan, faktanya penyebab utama kecelakaan fatal selalu didominasi oleh faktor humar eror itu sendiri.

Menurut data kepolisian di Indonesia, rata-rata 3 orang meninggal setiap jam akibat kecelakaan di jalan, dengan presentase 61 % kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia, yaitu yang terkait dengan kemampuan serta karakter pengemudi.

Jika kita mengaitkanya dengan pengemudi truk tangki BBM milik perusahaan sekelas pertamina, maka seharusnya pengemudi masuk dalam kategori professional.

Akan tetapi umumnya pengemudi professional jarak jauh justru memiliki potensi kecelakaan yang lebih besar daripada pengemudi non-professional (Dewi dkk, 2021).

Masih Menut Dewi dkk (2021), melihat definisi pengemudi professional yang memiliki pekerjaan dengan tuntutan jam mengemudi minimal 50 jam per-minggu, sangat wajar apabila pengemudi professional masuk dalam kondisi stress dan kelelahan akibat beban kerja yang berlebih.

Selain itu, indikasi pemasangan traffic lights yang tidak tepat di jalanan menurun, menjadi faktor human eror eksternal yang perlu didalami oleh pemangku kebijakan terkait, apakah ada faktor kesengajaan yang tidak memperhatikan keselamatan masyarakat di jalan.

Analisis Gambaran Umum Kecelakaan di simpang Cibubur dan simpang Muara Rapak Balikpapan.

Secara umum persimpangan Cibubur dan Simpang rapak Balikpapan memiliki kondisi yang hampir sama sebagai bagian dari jalan raya arteri primer, yakni sebuah jalan yang menghubungkan satu kota ke kota lainnya.

Artinya, volume serta ragam kendaraan yang masif tidak dapat terhindarkan terutama di jam-jam sibuk.

Selain itu, kesamaan lain dari topografi jalan yang menurun serta penempatan lampu lalu lintas yang tidak tepat juga menjadi alasan utama kecelakaan fatal ini terjadi.

Baca juga: Saat Mobil Alami Kecelakaan, Siapa yang Paling Mungkin Jadi Korban?

Tangkapan layar rekaman CCTV saat kecelakaan beruntun di turunan simpang Muara Rapak, Balikpapan, Jumat (21/1/2022) pagi sekitar pukul 06.15 Wita. Kecelakaan yang diduga karena truk mengalami rem blong itu mengakibatkan sedikitnya 4 orang tewas, 1 orang kritis, 3 orang mengalami operasi tulang patah, dan 5 orang luka ringan.HO/TANGKAPAN LAYAR CCTV DISHUB B Tangkapan layar rekaman CCTV saat kecelakaan beruntun di turunan simpang Muara Rapak, Balikpapan, Jumat (21/1/2022) pagi sekitar pukul 06.15 Wita. Kecelakaan yang diduga karena truk mengalami rem blong itu mengakibatkan sedikitnya 4 orang tewas, 1 orang kritis, 3 orang mengalami operasi tulang patah, dan 5 orang luka ringan.

Sebagai perbandingan, analisis kecelakaan truk beruntun yang dilakukan oleh KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) di Kab. Tanah Datar, diakibatkan pengemudi gagal melakukan manuver dan teknik pengereman yang tepat.

Gagalnya perlambatan, dikarenakan kondisi jalan turunan panjang dan curam cenderung memaksa pengemudi untuk melakukan pengereman menggunakan rem utama berkali-kali (panik), tanpa diawali teknik pengereman mesin (engine braking) dan exhaust brake, sehingga kecepatan perputaran mesin di 2500 RPM yang pastinya akan masuk ke mode over speed (KNKT, 2020).

Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan topografi kemiringan jalan selalu berkorelasi dengan penyebab peningkatan tingkat kecelakaan di jalan. (Fu dkk, 2011; Islam dkk, 2019).

Kejadian seperti ini sesungguhnya dapat diminimalisir, apabila pengemudi mampu mengenal potensi bahaya dan risiko di jalan (risk hazard) dengan cukup baik.

Baca juga: Kecelakaan Beruntun di Tol dan Berbagai Inovasi yang Bisa Mencegahnya

Faktor human eror sebenarnya lebih banyak berperan dalam kasus kecelakaan fatal seperti ini.

Khusus untuk kasus di simpang muara rapak Balikpapan, pengemudi tidak melakukan manajemen waktu istirahat yang baik, dengan mengaku terburu-buru karena bangun kesiangan.

Padahal kualitas istirahat sangat penting bagi pengemudi, karena memengaruhi kemampuan mereka untuk tetap waspada dan membuat keputusan yang baik saat mengemudi (Filtness dkk., 2020; dalam Delhomme & Georghiu, 2021).

Sedangkan untuk kasus di simpang Cibubur, penempatan lampu lalu lintas di jalanan menurun membuktikan kualitas manajemen pengaturan lalu lintas di Indonesia sangatlah buruk.

Padahal, jarak pandang terbatas yang disebabkan rambu-rambu lalu lintas yang tidak standar, akan menimbulkan efek ambigu yang menyebabkan penyimpangan perilaku pengemudi sehingga berujung kecelakaan (Islam dkk, 2019; Vilchez 2020).

Semua Pihak Bertanggung Jawab Untuk Mencegah Kecelakaan Seperti Ini Terulang Kembali

Pengemudi kecelakaan bukanlah tersangka kasus kejahatan seperti korupsi, pembunuhan dan atau kasus kejahatan berat lainnya yang berniat sejak awal ingin merugikan orang lain.

Pengemudi mungkin hanya seorang individu tulang punggung keluarga, sama seperti kita, yang secara tidak sengaja lalai memerhatikan kondisi sekitarnya, sehingga menyebabkan kecelakaan fatal. Karena itu, tidak semua kesalahan harus ditimpakan kepada pengemudi saja.

Dari segi sistem manajemen, perusahaan tempat pengemudi bekerja seharusnya juga turut bertanggung jawab dalam terjadinya kasus kecelakaan seperti ini.

Perusahaan logistic transport yang memilik skor keselamatan tinggi, biasanya membuat tools perbaikan berkelanjutan yang sistematis, dengan menempatkan setiap karyawan dalam sistem pengawasan, dan pelaporan komunikasi yang terbangun dengan rapi antar lini manajemen (Naevestad dkk, 2020).

Tapi apakah ini sudah dilakukan oleh perusahaan besar seperti Pertamina?

Padahal, perusahaan sekelas pertamina bisa melakukan lebih daripada itu, seperti melakukan pendekatan design thinking untuk pengemudinya, dengan melibatkan teknologi seperti kamera pengawas atau sistem peringatan dini kelelahan apabila pengemudi dianggap tidak layak mengemudi ,melalui aplikasi pembaca wajah kamera yang terpasang dii dashboard (Dewi dkk, 202).

Baca juga: Lebih Masif dari Cipali, Ini 7 Kecelakaan Lalin Terdahsyat di Dunia

Kasus ini menggambarkan budaya safety di perusahaan Indonesia hanya sekedar dikomunikasikan oleh departemen HSE (Health Safety Environment), tanpa membuat tools yang bisa digunakan untuk memonitor karyawan mereka.

Melalui momen ini, persoalan kecelakaan dalam berlalu lintas tampaknya sudah saatnya ditanggapi lebih serius oleh pemerintah.

Sebagai gambaran secara makro, kecelakaan lalu lintas pada tahun 2010 diperkirakan mengakibatkan biaya sosial tahunan sekitar 3,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, meningkat menjadi 3,7% dari PDB pada tahun 2011 (Yahya dkk, 2013).

Dengan motorisasi dan pertumbuhan ekonomi yang terus bertumbuh di Indonesia, tentu ini akan membuat persoalan post anggaran akan membebani negara kedepannya.

Harus ada langkah konkret dari pemerintah secara umum dan kepolisan secara khusus, untuk mengawasi dan mencegah hal seperti ini terulang kembali.

Keselamatan jalan di Indonesia membutuhkan manajemen yang baik dalam koordinasi dengan para pengambil keputusan (Howard, 2015; dalam Ricardianto dkk, 2021).

Artinya, pemerintah dan seluruh stakeholder juga turut harus bertanggung jawab dalam program yang memastikan seluruh peraturan keselamatan di jalan raya dapat diaplikasikan oleh masyarakat.

Moch. Wahyu Ghani
Pusat Riset Kependudukan BRIN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com