Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Peringatkan Ancaman Penyakit dari Hewan ke Manusia yang Berpotensi Memicu Pandemi Berikutnya

Kompas.com - 13/06/2022, 18:02 WIB
Zintan Prihatini,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Sumber AFP,France24

KOMPAS.com - Belum usai dengan pandemi Covid-19, dunia kembali dilanda wabah penyakit cacar monyet atau monkeypox. Ahli pun peringatkan ancaman penyakit dari hewan yang berpotensi jadi pandemi berikutnya. 

Dengan penyebaran cacar monyet di sejumlah negara non-endemik, para ahli khawatir terkait adanya potensi wabah penyakit dari hewan ke manusia yang dapat memicu pandemi berikutnya.

Perlu diketahui, wabah penyakit yang menular dari hewan ke manusia disebut zoonosis, dan sebenarnya sudah ada selama ribuan tahun lalu.

Penyakit tersebut di antaranya termasuk HIV, Ebola, Zika, SARS, MERS, flu burung, serta wabah pes.

Dilansir dari AFP, Jumat (10/6/2022) para ahli menyebut dalam beberapa dekade terakhir, penyakit zoonosis banyak muncul dikarenakan deforestasi, ternak massal, perubahan iklim dan terganggunya kehidupan hewan akibat aktivitas manusia.

Baca juga: Memahami ISPA, Penyakit yang Berisiko Menjadi Pandemi dan Epidemi

 

Direktur kedaruratan WHO, Michael Ryan mengatakan bahwa cara interaksi manusia dengan hewan telah berubah dan menjadi tidak stabil. Sehingga, ada risiko penularan penyakit dari hewan ke manusia seperti cacar monyet yang lebih tinggi di dalam komunitas.

"Wabah cacar monyet terbaru tidak ada hubungannya dengan monyet. Meskipun pertama kali ditemukan pada kera, penularan zoonosis paling sering dari hewan pengerat, dan wabah menyebar melalui kontak orang ke orang," ujar ahli epidemiologi di University of Cambridge, Olivier Restif.

Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat, sekitar 60 persen dari semua infeksi pada manusia yang diketahui merupakan zoonosis.

Restif berkata jumlah patogen dan wabah zoonosis telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir akibat pertumbuhan populasi, ternak, hingga perambahan ke habitat satwa liar.

"Hewan liar secara drastis mengubah perilaku mereka sebagai respons terhadap aktivitas manusia, bermigrasi dari habitat mereka yang hilang," papar Restif.

Baca juga: Mengenal Penyakit Hepatitis dan Perbedaan Tipenya

Ilustrasi penyakit kuku dan mulut pada hewan, apa itu penyakit kuku dan mulut, gejala penyakit kuku dan mulut, penyebab penyakit kuku dan mulut. Shutterstock/nathawit immak Ilustrasi penyakit kuku dan mulut pada hewan, apa itu penyakit kuku dan mulut, gejala penyakit kuku dan mulut, penyebab penyakit kuku dan mulut.

"Hewan dengan sistem kekebalan lemah berkeliaran di dekat manusia dan hewan peliharaan, yang merupakan cara untuk menyebabkan lebih banyak penularan patogen," sambungnya.

Sementara itu, ahli zoonosis di Institute of Research for Development, Perancis Benjamin Roche menjelaskan deforestasi memiliki dampak besar terhadap merebaknya penyakit dari hewan kepada manusia.

"Deforestasi mengurangi keanekaragaman hayati (artinya) kita kehilangan hewan yang secara alami mengatur virus, yang memungkinkan mereka menyebar lebih mudah," ungkapnya. 

Perubahan iklim picu pandemi penyakit berikutnya

Studi baru-baru ini, bahkan menemukan perubahan iklim secara signifikan meningkatkan risiko pandemi berikutnya.

Sebab, ketika hewan berpindah dari habitat alami yang suhunya semakin meningkat, mereka akan bertemu dengan spesies lain dan menyebarkan virus.

Baca juga: Memahami ISPA, Penyakit yang Berisiko Menjadi Pandemi dan Epidemi

"Kita membutuhkan pengawasan yang lebih baik baik pada hewan perkotaan maupun hewan liar agar dapat mengidentifikasi kapan patogen berpindah dari satu spesies ke spesies lain," kata ahli ekologi penyakit di Georgetown University sekaligus penulis studi, Greg Albery.

Dengan demikian, menurut spesialis penyakit menular di Liverpool University Inggris, Eric Fevre adanya ancaman berbagai macam penyakit baru yang berpotensi berbahaya, harus siap dihadapi.

Upaya untuk mengatasi ancaman tersebut misalnya fokus pada kesehatan masyarakat di lingkungan terpencil, maupun mendalami ekologi daerah alami dengan lebih baik.

Hal itu dilakukan untuk memahami bagaimana spesies berbeda berinteraksi.

“Kita membutuhkan investasi besar dalam penyediaan layanan kesehatan di garda terdepan dan kapasitas pengujian untuk komunitas yang tidak mampu, sehingga wabah dapat dideteksi, diidentifikasi, dan dikendalikan tanpa terlambat,” ucap Restif.

Baca juga: Mengenal Penyakit Cacar Monyet, dari Gejala hingga Masa Inkubasinya

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com