Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gejala Gegar Otak Bisa Bertahan Selama Bertahun-tahun, Studi Ini Jelaskan

Kompas.com - 01/06/2022, 08:05 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seseorang yang pernah mengalami gegar otak, bisa mengalami gejala selama beberapa tahun. Temuan ini diungkapkan sekelompok peneliti di Selandia Baru, dalam studi yang dipublikasikan di PLOS One pada 27 Mei 2022.

Para peneliti menjelaskan, bahwa gegar otak dapat menimbulkan dampak kesehatan jangka panjang bagi sebagian orang.

Mereka juga menemukan, orang dewasa dengan gegar otak ringan cenderung melaporkan gejala berkelanjutan delapan tahun kemudian.

Beberapa di antaranya mengalami depresi, maupun sulit fokus dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.

Baca juga: Marc Marquez Alami Gegar Otak Usai Jatuh di MotoGP Mandalika, Ini Dampaknya pada Tubuh

Gegar otak, kata peneliti, merupakan cedera otak traumatik atau traumatic brain injury (TBI) ringan. Diperkirakan ada lebih dari 10 juta orang mengalami TBI setiap tahun, dengan 70 sampai 95 persen di antaranya diklasifikasikan sebagai TBI ringan.

Dilansir dari Science Alert, Senin (30/5/2022) para peneliti melibatkan peserta dalam studi BIONIC, dengan mengamati semua kasus TBI dari Hamilton dan Waikato, Selandia Baru antara 2010 hingga 2011.

Kemudian, tim membandingkan 151 orang yang pernah mengalami gegar otak dengan kelompok kontrol berjumlah sama dan tidak pernah gegar otak.

Hasilnya menunjukkan, mereka yang mengalami gegar otak memiliki lebih banyak masalah terkait dengan kesehatan.

Sepertiga dari peserta penelitian meyakini mereka masih merasakan efeknya delapan tahun usai diagnosis pertama.

"Lebih dari sepertiga (36 persen, dari 54 sampel) peserta dengan TBI ringan melaporkan bahwa mereka masih terdampak karena cedera otak yang mereka alami delapan tahun lalu," ujar peneliti utama studi sekaligus peneliti psikologis dari University of Waikato, Nicola Starkey.

Menurut kuesioner yang diberikan kepada peserta penelitian, beberapa melaporkan telah mengalami PTSD (post-traumatic stress disorder) atau kecemasan, masalah dengan pekerjaan, dan sindrom pasca-gegar otak. Pada perempuan, dampaknya diketahui cenderung lebih berat lagi.

"Kelompok TBI ringan melaporkan gejala pasca-gegar otak yang secara signifikan lebih besar dibandingkan dengan kelompok bebas TBI," tulis peneliti dalam studinya.

"Perempuan dengan TBI ringan dua kali lebih mungkin mengalami gejala pasca-gegar otak dan PTSD dibandingkan dengan kelompok lain," sambungnya.

Baca juga: Gegar Otak karena Kecelakaan? Kenali Gejala dan Penanganannya

Selain itu, tim menggarisbawahi temuannya tidak serta-merta mengartikan semua orang yang mengalami gegar otak akan memiliki kondisi serupa.

Sebaliknya, mereka menyoroti bahwa kondisi itu secara signifikan dapat memengaruhi kehidupan seseorang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com