Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Konstelasi Satelit Indonesia

Kompas.com - 24/04/2022, 19:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Robertus Heru Triharjanto

Konstelasi satelit adalah kelompok satelit yang fungsinya hanya bisa dilakukan apabila bekerja bersama dalam satu sistem.

Salah satu contoh satelit konstelasi adalah GPS, satelit navigasi milik Amerika, yang terdiri dari 24 satelit di ketinggian 20 ribu km.

Untuk mendapatkan posisi secara 3 dimensi, kita perlu bisa terhubung dengan minimal 4 satelit. Misalnya jika karena suatu hal hanya 20 satelit yg beroperasi, maka kebutuhan untuk mencari posisi tersebut terkadang akan tidak bisa dilakukan.

Satelit telekomunikasi milik Telkom atau Indosat, selalu ada di ketinggian 36 ribu km diatas tempat yg sama di katuliswa Indonesia, karena pada ketinggian tersebut satelit berputar sama cepatnya dengan permukaan Bumi, yang kemudian dinamakan Geostasioner.

Baca juga: Jadi Sumber Informasi, Langit Malam Terancam Polusi Satelit

Sehingga dengan 1 satelit saja, layanan komunikasi bisa berlangsung tanpa interupsi. Sesuai hukum Fisika, satelit-satelit yang ketinggiannya dibawah 36 ribu km, berputar (mengitari Bumi) lebih cepat dari permukaan Bumi yang berotasi dari Barat ke Timur.

Selanjutnya kita melihat posisinya muncul di cakrawala, naik, lalu tengelam. Hal itu membuat kita tidak bisa selalu terhubung dengan satelit-satelit tersebut.

Untuk mengatasi masalah tersebut diluncurkan beberapa satelit yang sama untuk bekerja secara sinkron. Saat ada satelit yang tenggelam di cakrawala, akan ada temannya yang muncul menggantikan, dan seterusnya.

Semakin rendah ketinggiannya, semakin cepat siklus muncul tenggelam satelit tersebut di cakrawala.

Sehingga, satelit konstelasi tersebut akan memerlukan lebih banyak anggota supaya selalu bisa terhubung dengan penggunanya di Bumi. Satelit telekmonikasi Iridium milik Amerika misalnya, yang di ketinggian 780 km, memerlukan 66 satelit untuk konstelasinya.

Satelit konstelasi tersebut memberikan layanan komunikasi bergerak.

Komunikasi dua arah dengan laju data yang lebih tinggi dari GPS tersebut konsekwensinya harus dibawa dengan sinyal yang lebih kuat, yang bisa dicapai dengan memperbesar daya yang ada di satelit dan perangkat pengguna, atau dengan mendekatkan jarak antara satelit dengan pengguna.

Karena pilihan pertama lebih sulit, pilihan yang kedua yang digunakan untuk satelit telekomunikasi bergerak.

Aspek Komersial

Pada awalnya satelit telekomunikasi di orbit rendah dianggap tidak menguntungkan. Kalau Terutama karena mahalnya biaya pembuatan dan peluncuran puluhan satelit tersebut.

Kalau satelit navigasi, semuanya memang milik pemerintah, sehingga tidak pernah punya masalah pendanaan.

Iridum, misalnya, menyatakan bangkrut pada tahun 1999 karena besarnya biaya investasi yang tidak tertutup oleh pendapatan.

Namun pada tahun 2000, pemerintah Amerika menyelamatkannya, karena melihat asset antariksa tersebut sangat strategis, misalnya untuk membantu operasi-operasi militernya di seluruh dunia, jika diperlukan.

Baca juga: Indonesia Butuh 9 Satelit untuk Deteksi Dini Bencana, Begini Penjelasan BMKG

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com