Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tes PCR dan Antigen untuk Perjalanan Domestik Dihapus, Epidemiolog: Bisa Dilakukan, Asalkan..

Kompas.com - 09/03/2022, 18:03 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\

KOMPAS.com - Pemerintah mengumumkan, bahwa aturan tes PCR dan antigen sebagai syarat perjalanan naik angkutan dalam negeri atau domestik dihapuskan.

"Dalam rangka transisi menuju aktivitas normal hari ini, pemerintah akan memberlakukan berbagai kebijakan," ungkap Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan seperti diberitakan Kompas.com, Senin (7/3/2022).

"Pelaku perjalanan domestik dengan transportasi udara, laut, maupun darat yang sudah melakukan vaksin dosis kedua dan lengkap, sudah tidak perlu menunjukkan bukti tes antigen maupun PCR negatif," sambungnya.

Hal ini, akan ditetapkan dalam surat edaran yang akan diterbitkan oleh kementerian dan lembaga terkait yang akan terbit dalam waktu dekat.

Baca juga: PCR dan Antigen Tak Lagi Jadi Syarat Perjalanan Domestik

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai, penghapusan tes PCR dan antigen sebagai syarat perjalanan bisa saja dilakukan.

Namun demikian, pemerintah perlu memperhatikan dan juga menguatkan berbagai aspek, untuk menanggulangi penyebaran Covid-19 di tengah masyarakat.

"Betul perlu adanya pelonggaran, misalnya di dalam negeri tidak perlu pakai PCR untuk penerbangan bisa, saya sepakat. Tetapi di sisi lain harus ada aspek yang memperkuat untuk mengecilkan risiko (penularan virus)," papar Dicky saat dihubungi Kompas.com, Rabu (9/3/2022).

Menurutnya, peningkatan deteksi dini serta surveillance atau pengawasan terhadap penularan virus corona sangat penting untuk ditingkatkan. 

Dia mengatakan, upaya tersebut bisa dilakukan dengan menguji sampling dari pelaku perjalanan, di mana pembiayaannya ditanggung pula oleh pemerintah.

"Surveillance adalah kewajiban pemerintah dengan tidak dikenakan biaya, jadi ketahuan (situasinya) aman," imbuhnya.

Dicky pun menekankan, jika pelaku perjalanan domestik tidak diwajibkan menunjukkan hasil tes PCR maupun antigen negatif, harus ada penguatan literasi kepada masyarakat.

Artinya, mereka perlu mengetahui bagaimana status kesehatannya, apakah pernah berkontak erat dengan orang positif Covid-19, dan merasakan gejala atau tidak. Sehingga, ketika mengalami hal tersebut, masyarakat punya kesadaran untuk tidak bepergian ke luar rumah.

"Kemudian penguatan di aspek moda transportasinya, kalau pesawat jelas sudah pakai HEPA filter enggak masalah. Tapi misalnya di kereta, termasuk transportasi sarana publik bagaimana ventilasi sirkulasi (udara), ini yang juga harus diperkuat," jelas Dicky.

Di samping itu, pengguna transportasi umum juga perlu menggunakan jenis masker yang sesuai seperti N95 atau KN95 guna mengurangi risiko penularan.

Baca juga: Hasil Rapid Test Antigen Positif Covid-19, Apakah Perlu PCR? Ini Penjelasan Kemenkes

 

Pelonggaran aturan Covid-19 harus dilakukan secara bertahap

Dicky mengakui, bahwa saat ini situasi pandemi Covid-19 di Indonesia sudah mulai membaik karena adanya penurunan kasus, tetapi situasi kritis belum terlewati.

"Faktanya bahwa pertama angka kematian trennya masih meningkat, di atas 1 persen. Kemudian test positivity rate di 30 provinsi masih di atas 5 persen, ditambah kapasitas testing dan tracing kita belum memadai. Artinya, jumlah kasus baik kesakitan ataupun kematian akan jauh lebih besar," terangnya.

Menanggapi penghapusan syarat perjalanan, Dicky juga menyinggung soal pelonggaran aturan Covid-19 yang sebaiknya dilakukan secara bertahap, tidak mendadak atau terburu-buru, serta tidak langsung berskala besar.

Baca juga: Belajar dari Kasus Atiqah Hasiholan, Perlukah Melakukan 3 Kali Tes PCR dalam Sehari?

Dicontohkannya, transisi bertahap ini bisa dilakukan selama satu sampai dua pekan di daerah yang sistem kesehatannya dinilai sudah kuat, masyarakatnya pun disiplin 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas).

"Ini yang harus kita lakukan, karena situasi ini masih pandemi dan strategi komunikasi kita juga harus terus dijaga. Jangan sampai ada anggapan dari masyarakat kalau kita sudah selesai pandemi, yang terjadi perburukan situasi, karena yang meninggal akan banyak dan itu merugikan kita," ucap Dicky.

Dia mengingatkan bahwa ketika kasus Covid-19 mulai melandai, bukan mengartikan virus corona menghilang. Terlebih dengan kapasitas testing dan tracing terbatas, yang berpotensi membahayakan bagi masyarakat.

"Kriteria yang bisa dijadikan indikator untuk melonggarkan (aturan Covid-19) secara nasional sebetulnya di tiga aspek,"

Pertama, terdapat pada cakupan vaksinasi yang memadai di mana setidaknya 90 persen penduduk sudah mendapatkan dua dosis dan 50 persen mendapatkan vaksin dosis ketiga.

"(Indikator) itu sudah mulai memadai untuk kategori relatif aman," ujarnya.

Kedua, indikator epidemiologi yang dilihat dari angka test positivity rate di bawah 1 persen, hunian rumah sakit rendah, di mana BOR atau ketersediaan tempat tidur (bed occupation rate) di bawah 10 persen.

Selanjutnya angka kematian berada di bawah 1 persen, atau kasus kematian di bawah angka 5 per 1 juta pasien.

Ketiga, kesiapan dari sisi individu, masyarakat, ataupun lingkungan yakni kesadaran untuk disiplin protokol kesehatan, dan tidak melakukan aktivitas di luar rumah apabila merasakan gejala.

Baca juga: Mengenal CT Value dalam Hasil Tes PCR, Apakah Pengaruhi Keparahan Covid-19?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com