Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Chemtrails, Fenomena Jejak Asap Pesawat yang Dikaitkan dengan Penyebaran Omicron?

Kompas.com - 17/02/2022, 16:02 WIB
Mela Arnani,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Proses pembentukan contrails diinisiasi oleh emisi uap air pada temperatur tinggi dari mesin jet pesawat terbang yang dengan cepat bertemu udara pada temperatur yang sangat rendah.

Pertemuan tersebut berturut-turut dilanjutkan dengan proses kondensasi, perubahan uap air menjadi air, serta proses sublimasi, air menjadi kristal es.

“Proses ini dapat disetarakan dengan proses pembentukan awan,” papar Urip.

Meski begitu, keberadaan contrails pesawat jet di udara bergantung pada kondisi atmosfer seperti penyinaran matahari, perbedaan temperatur, dan wind shear (perubahan instan arah dan kecepatan angin). Pada kondisi atmosfer yang stabil, contrails dapat bertahan lama dan menyebar secara lateral.

Contrails menjadi fenomena yang penting dalam pembahasan mengenai pemanasan global. Hal ini karena keberadaannya di lapisan udara yang tinggi dapat memiliki karakter yang mirip dengan awan cirrus,” lanjut dia.

Baca juga: Sejarah Penemuan Pesawat Terbang yang Terinspirasi dari Mainan Helikopter

Awan cirrus merupakan awan pada lapisan udara tinggi yang dapat memantulkan balik radiasi gelombang panjang kembali ke permukaan bumi. Akibatnya temperatur di permukaan bumi dapat menjadi lebih panas dari kondisi normalnya.

Urip mengatakan, ada dua pendekatan untuk menjawab kesalahan informasi mengenai fenomena contrails dan wabah Omicron. Yaitu, peneliti Arias-Reyes et al. dalam artikel berjudul Does the pathogenesis of SARS-CoV-2 virus decrease at high-altitude? Respiratory physiology & neurobiology menyimpulkan, proses pembentukan unsur patogen (berbahaya) dari virus SARS-CoV-2 berkurang pada lokasi dengan elevasi tinggi.

“Hal tersebut disebabkan karena virus tidak dapat bertahan lama pada lingkungan seperti ini karena minimnya lapisan oksigen. Contrails biasanya nampak pada ketinggian 7.000 meter sampai dengan 13.000 meter dengan lapisan oksigen yang sangat tipis,” jelas Urip.

Selain itu, keberadaan sinar ultraviolet (UV) di udara mematikan virus SARS-CoV-2 sehingga tidak dapat menyebar secara luas dan sampai ke permukaan.

Baca juga: Pesawat Luar Angkasa NASA Catat Sejarah Baru, Berhasil Menyentuh Matahari

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com