Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim Bikin Tubuh Burung di Amazon Menyusut, Kok Bisa?

Kompas.com - 14/11/2021, 18:00 WIB
Zintan Prihatini,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Burung sering dianggap sebagai spesies penjaga yang menandai kesehatan ekosistem secara keseluruhan. Hal itulah yang menjadikan para ilmuwan sangat tertarik untuk menyelidiki bagaimana burung merespons perubahan iklim.

Studi terbaru menunjukkan bahwa banyak spesies burung paling sensitif di kawasan hutan hujan Amazon mulai berevolusi sebagai respons terhadap pemanasan global.

Sebuah laporan tahun 2019 oleh National Audubon Society menemukan, lebih dari dua pertiga spesies burung di Amerika Utara rentan terhadap kepunahan pada tahun 2100 jika tren pemanasan terus berlanjut.

Dilansir dari National Geographic, Sabtu (13/11/2021), penelitian selama empat dekade terakhir mengenai data spesies burung menunjukkan bahwa ketika musim kemarau di Amazon semakin panas dan gersang, beberapa spesies tampaknya berubah secara fisik.

Baca juga: Pertama di Dunia, Burung Condor California Lahir Tanpa Pejantan

Sejauh ini tim mengumpulkan data terbesar tentang burung-burung penghuni Amazon, mewakili 77 spesies yang tidak bermigrasi dan berlangsung selama 40 tahun dari 1979 hingga 2019.

Mereka menuliskan pada 12 November lalu di jurnal Science Advances bahwa 36 spesies telah kehilangan substansial meliputi penurunan berat badan sebanyak 2 persen per dekade sejak tahun 1980.

Penelitian itu menemukan bahwa tulang kaki bagian bawah burung-burung itu yang biasa digunakan sebagai indikator ukuran tubuh, menyusut rata-rata 2,4 persen dan lebar sayapnya meningkat rata-rata 1,3 persen.

Selama periode penelitian, suhu rata-rata di wilayah tersebut meningkat, sementara curah hujan menurun. Suhu meningkat satu derajat celcius pada musim hujan dan 1,65 derajat celcius pada musim kemarau.

Curah hujan meningkat sebesar 13 persen selama musim hujan tetapi menurun sebesar 15 persen pada musim kemarau, membuat iklim yang lebih panas serta kering secara.

Para peneliti menyebut, perubahan iklim ini tumpang tindih dengan perubahan bentuk burung, dengan iklim kering yang semakin menjelaskan perubahan tersebut.

“Ini adalah laporan yang berharga dan menarik berdasarkan data 40 tahun, hampir tidak pernah terdengar di daerah tropis. Karena rangkaian waktu yang lama dan ukuran sampel yang besar, penulis dapat menunjukkan efek morfologis dari perubahan iklim pada burung tropis yang tinggal di sana” ujar ahli burung di Fakultas Ilmu Biologi Universitas Utah Cagan Sekercioglu yang tidak terlibat dalam penelitian.

Para peneliti fokus pada spesies burung yang tidak bermigrasi dan mengesampingkan faktor-faktor seperti habitat yang berbeda sebagai penyebab perubahan fisik.

Burung-burung dalam penelitian ini menghabiskan seluruh hidup mereka di bawah hutan hujan yang tidak terganggu, tepat di bawah kanopi pohon, sehingga degradasi habitat juga tidak menjadi faktor.

Gambar dirilis oleh NASA Earth Observatory, tangkapan Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) pada satelit Terra NASA pada 19 Agustus 2019, memperlihatkan api yang membakar hutan Amazon di sekitar Novo Progresso, negara bagian Para, Brasil. Kebakaran hutan Amazon menjadi sorotan dunia setelah api yang menjalar di paru-paru dunia itu mencapai 18.627 kilometer persegi tahun ini, dengan 76.720 kebakaran terjadi dari Januari-Agustus.AFP/ NASA/JOSHUA STEVENS/HO Gambar dirilis oleh NASA Earth Observatory, tangkapan Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) pada satelit Terra NASA pada 19 Agustus 2019, memperlihatkan api yang membakar hutan Amazon di sekitar Novo Progresso, negara bagian Para, Brasil. Kebakaran hutan Amazon menjadi sorotan dunia setelah api yang menjalar di paru-paru dunia itu mencapai 18.627 kilometer persegi tahun ini, dengan 76.720 kebakaran terjadi dari Januari-Agustus.

Mengapa burung berevolusi dengan tubuh yang lebih kecil dan sayap yang lebih panjang?

Tim peneliti sendiri tidak yakin manfaat apa yang diberikan oleh perubahan panjang sayap pada burung, tetapi burung yang lebih kecil mungkin lebih mudah untuk tetap tenang.

Secara umum, hewan yang lebih kecil memiliki rasio luas permukaan dan ukuran tubuh yang lebih besar, sehingga mereka mengeluarkan lebih banyak panas lebih cepat daripada hewan yang lebih besar.

Penyebab lainnya mungkin karena minimnya makanan yang tersedia, seperti buah atau serangga dalam cuaca kering dapat menyebabkan ukuran tubuh burung menjadi lebih kecil.

Sekercioglu mencatat bahwa perlu dilakukan lebih banyak penelitian di daerah tropis lainnya untuk memahami bagaimana dan mengapa burung merespons perubahan iklim dengan sayap yang lebih panjang.

“Ini adalah bagian tengah hutan hujan Amazon, jauh dari deforestasi. Tetapi bahkan di sini, di tempat yang penuh dengan kehidupan dan terlihat sama sekali tidak rusak, Anda tidak dapat lepas dari konsekuensi perubahan iklim,” kata ahli ekologi di Louisiana State University sekaligus penulis utama studi Vitek Jirinec seperti dilansir dari Smithsonian Magazine, Jumat (12/11/2021).

Jirinec dan timnya memulai penelitian ini sejak tahun 2020 setelah menemukan bahwa 21 spesies burung di bagian utara Manaus, Brazil yang dikenal oleh para peneliti sebagai
Biological Dynamics of Forest Fragments Project (BDFFP) mengalami penurunan.

Bahkan menurutnya, di dalam kawasan lindung ini yang terlindung dari penebangan dan polusi, beberapa spesies telah menurun sebanyak 40 persen, terutama burung pemakan serangga.

Hasil penelitian tersebut mengarahkan Jirinec serta rekan-rekannya untuk mencoba mencari tahu apa yang mungkin terjadi, khususnya menyelidiki peran perubahan iklim.

Bagi peneliti, yang membingungkan adalah perubahan fisik ini tampaknya tidak membantu atau menyakiti kemampuan burung untuk bertahan hidup di Amazon. Tidak ada korelasi antara spesies tertentu dengan tingkat transformasi tubuhnya yang drastis.

“Kami mungkin tidak memiliki cukup data atau data yang tepat untuk menunjukkan ciri-ciri ini memberikan keuntungan bagi burung,” kata Jirinec.

Ben Winger, ahli biologi evolusi di University of Michigan yang ikut menulis studi tahun 2019 mengungkapkan, penelitian ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah temuannya disebabkan oleh pemanasan atau apakah itu adaptasi terhadap perubahan pola migrasi.

Namun, tren menyusutnya tubuh burung ini tidak sepenuhnya tidak terduga. Fenomena ini sesuai dengan prinsip biologis kaidah Bergmann, yang menyatakan bahwa hewan dari lintang yang lebih dingin dan lebih tinggi cenderung lebih besar daripada hewan yang menghuni iklim yang lebih hangat lebih dekat ke khatulistiwa.

Winger mengatakan dia dan kolaboratornya menggali kembali spesimen burung migran dari Chicago untuk melihat DNA mereka dengan harapan dapat membedakan apakah perubahan komposisi tubuh yang mereka temukan adalah hasil dari perubahan genetik.

Baca juga: Mengenal Burung Berkaki Panjang yang Merawat Rumput Lapangan JIS

Penelitian ini pun tidak secara pasti menunjukkan bahwa kaki burung-burung menjadi lebih ringan untuk menghadapi kelebihan panas tubuh di planet yang lebih panas.

Sayap burung yang memanjang tidak sesuai dengan teori fisiologi hewan yang ada, tetapi Jirinec dan rekannya mengatakan, bahwa perubahan ini juga dapat membantu burung mengatasi tekanan panas yang membuat mereka bisa terbang dengan lebih efisien.

Hal lain yang tidak diketahui adalah apa konsekuensi jangka panjang dari perubahan fisiologis ini bagi burung dan ekosistem yang mereka huni.

Sementara, Jirinec mengatakan dia dan kelompoknya sedang menyelidiki peningkatan panjang sayap lebih dalam untuk mengetahui bagaimana perubahan dalam rasio massa dan sayap burung ini mengubah persamaan saat terbang.

Tetapi pada akhirnya, Jirinec mengatakan bahwa penemuan utama dari studi ini adalah perubahan iklim dan studi jangka panjang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com