Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Perubahan Iklim dan Kaitannya dengan Perubahan Muka Laut dalam Perspektif Masa Lampau

Kompas.com - 13/08/2021, 13:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Marfasran Hendrizan

Pemanasan global selain berdampak pada perubahan iklim juga berdampak pada perubahan muka laut.

Perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, angin, frekuensi badai tropis, fenomena iklim dan lain lain.

Indonesia merupakan benua maritim yang memiliki laut (65 %) lebih luas daripada daratan dengan garis pantai yang terpanjang kedua di dunia, yaitu 108.000 km.

Hampir sebagian besar kota besar di Indonesia merupakan kota pesisir Medan, Padang, Surabaya, Makasar, Semarang bahkan ibukota Jakarta. Jumlah dan pertumbuhan penduduk yang tinggi sebagian besar dijumpai di wilayah pesisir.

Baca juga: Laporan PBB soal Perubahan Iklim Jadi Peringatan Kode Merah untuk Manusia

Wilayah pesisir ini merupakan wilayah yang rentan terhadap kenaikan muka air laut. Kenaikan muka laut merupakan potensi ancaman bencana bagi wilayah pesisir dan tentu akan memiliki konsekuensi ekonomi.

Indonesia yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia dengan penduduk yang sebagian besar tinggal di wilayah pesisir, sudah seharusnya menyadari akan ancaman bencana dari kenaikan muka air laut.

Pengetahuan dan pemahaman tentang perubahan permukaan laut menjadi sangat perlu untuk mendukung kegiatan mitigasi dan adaptasi.

Perubahan permukaan laut disebabkan karena faktor alamiah seperti tektonik, pemuaian air laut karena kenaikan suhu permukaan laut, karena badai tropis dan mencairnya es, selain juga faktor antropogenik seperti eksploitasi air tanah yang berlebihan.

Memahami perubahan permukaan laut memerlukan pemahaman historis perubahan permukaan laut. Data instrumental terlalu pendek untuk sepenuhnya memahami hal tersebut dan menangkap terjadinya peristiwa langka, tetapi paling merusak.

Hal ini dapat diatasi melalui studi iklim dan oseanografi masa lampau (paleoseanografi dan paleoklimatologi) yang mampu menghasilkan data oseanografi maupun klimatologi dari kisaran waktu masa kini sampai masa lampau sampai jutaan tahun lalu.

Sehingga, dapat sepenuhnya dipahami kaitan antara perubahan iklim, mencairnya es dan perubahan muka air laut.

Sedimen laut merupakan salah satu arsip alam mampu merekam perubahan iklim dan permukaan laut dalam kisaran waktu dari ribuan hingga jutaan tahun dengan resolusi puluhan hingga ratusan ribu tahun.

Baca juga: Ilmuwan: Letusan Gunung Tambora Sebabkan 3 Tahun Perubahan Iklim

Ilustrasi panas Bumi. Studi baru ungkap jumlah panas yang diserap Bumi semakin meningkat. Ketidakseimbangan energi Bumi ini, salah satunya diakibatkan oleh perubahan iklim.SHUTTERSTOCK/Berke Ilustrasi panas Bumi. Studi baru ungkap jumlah panas yang diserap Bumi semakin meningkat. Ketidakseimbangan energi Bumi ini, salah satunya diakibatkan oleh perubahan iklim.

Objek penelitian dalam sedimen laut adalah foraminifera, organisme bersel satu (protista) dengan komposisi cangkang kalsit (CaCO3) berukuran 100 μm hingga 20 cm.

Kandungan foraminifera plankton mampu memberikan informasi suhu dan salinitas sedangkan batimetri masa lampau dapat diperoleh dari hasil interpretasi berdasarkan data foraminifera bentos, yang selanjutnya digunakan untuk interpretasi perubahan muka air laut.

Foraminifera bentos yang dijumpai dalam sedimen laut sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan ataupun ekologi termasuk perubahan muka laut.

Baca juga: Studi NASA: Banjir Besar Berpotensi Terjadi Akibat Siklus Bulan dan Perubahan Iklim

Kelimpahan spesies foraminifera bentos tertentu dapat menunjukkan kisaran kedalaman air laut tertentu, dengan tambahan analisis isotop oksigen foraminifera bentos tersebut yang kemudian dikoreksi dengan perubahan volume air laut global dan perubahan suhu air laut dalam didapatkan nilai perubahan muka laut relatif di suatu daerah penelitian.

Berdasarkan rekaman sedimen laut dari wilayah paparan Sunda menunjukkan pada kondisi lampau, yaitu pada pada periode glasial terakhir maksimum atau dikenal dengan last glacial maximum (LGM) (yaitu periode 21.000-18.000 tahun yang lalu), wilayah bagian barat Indonesia pernah merupakan daratan yang luas atau lebih dikenal sebagai Sunda daratan (Sundaland).

Pada periode glasial terakhir maksimum ini, perubahan muka laut global berkurang hingga ± 120 m dibandingkan tinggi muka laut sekarang.

Pada periode 18.000 hingga 10.000 tahun lalu atau deglasiasi terakhir, tinggi muka laut global naik akibat pencairan es di kutub karena dampak pemanasan global dengan kondisi Sunda daratan mulai tenggelam secara bertahap yang kemudian dikenal paparan Sunda (Sunda Shelf).

Pada Holosen (10.000 hingga 0 tahun yang lalu, 0 tahun lalu merupakan awal masa pra-industri tahun 1950) sebagian Sunda daratan ada dibawah muka laut seperti sekarang.

Pada saat ini (1.500 tahun lalu), kondisi sebagian paparan Sunda yang sebelumnya laut kembali menjadi daratan seperti contohnya di Belitung.

 

Perbandingan wilayah Indonesia sekarang (present) dan pada periode Last Glacial Maximum (LGM).agupubs Perbandingan wilayah Indonesia sekarang (present) dan pada periode Last Glacial Maximum (LGM).

Rekaman iklim dari sedimen laut di Selat Makassar menunjukkan Sunda daratan pada saat LGM merubah pola salinitas permukaan laut di wilayah Indonesia.

Perubahan salinitas air laut terjadi akibat adanya peningkatan curah hujan menyebabkan aliran air tawar dari sungai-sungai di paparan Sunda mengalir secara langsung ke lautan, berdasarkan rekaman ini dapat dipahami mengenai perubahan stratifikasi dan sirkulasi Arlindo pada saat belum ada pengaruh aliran air tawar dari Laut Cina Selatan (LCS).

Pada kondisi masa sekarang Sunda daratan sebagian sudah tenggelam akibat kenaikan muka laut global dan terbentuknya koneksi laut cina selatan dengan laut jawa, sehingga input air tawar dari LCS juga mempengaruhi salinitas air laut di wilayah Indonesia.

Baca juga: Catatan Karang tentang Perubahan Iklim dari Abad Pertengahan dan Masa Kini

Rekaman sedimen laut dari Laut Timor dan Selat Makassar menunjukkan pada 9.500 tahun yang lalu, pengaruh aliran air tawar dari Laut Cina Selatan masuk ke wilayah perairan Indonesia melalui Laut Jawa ketika sebagian paparan Sunda sudah tergenang.

Berdasarkan data ini maka akan dipahami dinamika Arlindo dimana ketika paparan sunda membentuk daratan yang luas dan dimana ketika paparan sunda tenggelam yang akhirnya aliran air tawar dari laut cina selatan mempengaruhi variabilitas salinitas di perairan Indonesia.

Hasil rekaman stalagmit menunjukkan bahwa pada periode LGM perubahan muka laut memberikan suplai uap air yang lebih banyak naik ke atmosfer dan menyebabkan hujan lebih tinggi ketika muka air laut global naik berdasarkan studi stalagmit di Flores.

Namun, studi terkait perubahan iklim yang dihubungkan dengan perubahan muka laut pada LGM memberikan hasil yang berbeda antara arsip terrestrial (sedimen danau dan stalagmit) dan arsip sedimen laut.

Arsip sedimen danau dan stalagmit di Flores, Sulawesi, dan Kalimantan menunjukkan kondisi kering di wilayah Indonesia.

Hasil tersebut dianggap mirip dengan model iklim pada LGM yang mana paparan Sunda yang luas menyebabkan berkurangnya awan konveksi pembentuk hujan di wilayah paparan Sunda akibat dari melemahnya sirkulasi Walker.

Namun, hasil dari sedimen laut di Selat Makassar, Laut Sulawesi, Laut Flores, dan bagian barat Sumatra menunjukkan bahwa pada periode LGM curah hujan tinggi di wilayah paparan Sunda karena menguatnya sirkulasi Walker.

Terdapatnya perbedaan hasil dari rekaman arsip alam yang berasal dari darat (stalagmit, sedimen danau) dan laut (sedimen laut) di wilayah Indonesia menunjukkan, masih diperlukan penelitian dan pengkajian lebih banyak dan mendalam mengenai paleoseanografi dan paleoklimatologi di wilayah Indonesia pada periode LGM, sehingga sejarah perubahan iklim terkait perubahan muka laut dapat semakin dipahami.

Marfasran Hendrizan

Peneliti muda Kelompok Penelitian Iklim dan Lingkungan Purba Geoteknologi LIPI, kandidat doktor sains Kebumian ITB

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com