Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Akademisi

Platform publikasi karya akademik dari akademisi Universitas Atma Jaya Yogyakarta untuk khalayak luas demi Indonesia yang semakin maju.

Mengubah Persepsi Orang yang Tak Percaya Covid-19

Kompas.com - 27/07/2021, 19:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Immanuel Dwi Asmoro, MIKom

PANDEMI Covid-19 telah berlangsung selama lebih dari satu tahun. Selama itu pula virus ganas ini telah merenggut nyawa lebih dari 4 juta jiwa di seluruh dunia.

Sementara itu, per tanggal 23 Juli 2021, Kompas.com memberitakan bahwa Indonesia menjadi negara tertinggi di dunia dalam jumlah angka kematian harian yang mencapai 1.566.

Jumlah total angka kematian di Indonesia akibat Covid-19 sendiri per tanggal yang sama mencapai 80.598 dari total jumlah yang terinfeksi sebanyak 3.082.410.

Fakta dan berita mengenai Covid-19 telah banyak beredar, sayangnya tetap saja masih ada sebagian dari masyarakat yang tidak percaya bahwa Covid-19 itu nyata.

Baca juga: 545 Dokter Meninggal akibat Covid-19, IDI: Beban Kerja Overload Bisa Turunkan Imunitas Nakes

Banyak dari masyarakat menyangkal fakta tersebut dengan berpikir ini adalah konspirasi untuk merusak ekonomi masyarakat. Beberapa pihak bahkan juga menentang pemberian vaksin dengan berbagai alasan.

Salah satunya adalah seperti yang diberitakan CNN Indonesia pada Januari 2021, bahwa mereka berpikir terdapat chip yang dimasukkan dalam vaksin.

Hal tersebut juga dipertegas dengan adanya video viral pada Mei 2021 dari seorang pria yang menyebut adanya medan magnet di bekas lengan yang telah divaksin (Bramasta, 2021).

Sebagai akibatnya, banyak masyarakat kemudian tidak mematuhi protokol kesehatan yang pada gilirannya juga mengakibatkan jumlah pasien Covid-19 semakin tinggi. Tentu saja dengan demikian penanganan Covid-19 juga semakin sulit dikendalikan.

Salah satu cara untuk dapat mengubah perilaku masyarakat yang demikian adalah dengan memahami perilaku mereka.

Dengan memahami perilaku mereka, maka akan menemukan strategi yang tepat untuk mengubah perilaku mereka tersebut.

Perilaku masyarakat dapat dianalisis dengan menggunakan Teori Disonansi Kognitif. Disonansi Kognitif sendiri merupakan ketidaknyamanan yang terjadi dalam pikiran seseorang.

Hal ini diakibatkan oleh adanya informasi yang diterimanya tidak sesuai dengan apa yang telah diyakini sebelumnya, atau ada dua informasi yang saling bertentangan di dalam dirinya.

Menurut Festinger, penemu dari teori ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat disonan/ketidaknyamanan seseorang, maka orang akan semakin mencari cara untuk menenangkan pikirannya kembali (Littlejohn dan Foss 2017, 65).

Weinstein (dalam Perloff 2010, 197) menyatakan, orang akan cenderung berpikir bahwa hal yang buruk akan sangat kecil kemungkinannya dapat menimpa mereka.

Ketika terdapat informasi mengenai jumlah pasien Covid-19 dan jumlah korban meninggal terjadi di sekitar mereka, jelas ini bertentangan dengan keyakinan mereka.

Satu sisi, mereka meyakini bahwa hal itu tidak akan terjadi kepadanya dan di dekatnya, tapi informasi yang lain menyatakan sebaliknya.

Di sini kemudian ada ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh dua elemen yang saling bertentangan di dalam kognitifnya.

Akibat ketidaknyamanan yang terjadi di dalam dirinya tersebut, orang akan termotivasi untuk mencari cara untuk menenangkan pikirannya kembali.

Robert Abelson dalam teori konsistensi kognitifnya menyatakan bahwa terdapat beberapa cara untuk orang memulihkan keseimbangan di dalam dirinya, salah satunya adalah dengan cara penyangkalan (Littlejohn dan Foss 2009, 58).

Sebagian orang yang tidak memiliki akses untuk mencari informasi yang lebih banyak dan benar, akan cenderung melakukan penyangkalan dengan mengatakan bahwa Covid-19 adalah hoaks.

Sikap penyangkalan ini kemudian diperkuat dengan mencari informasi yang sesuai dengan keyakinannya tanpa peduli kredibilitas sumber dan kebenaran informasinya.

Baca juga: Ahli: Orang yang Tak Mau Divaksin Covid-19 Jadi Pemicu Munculnya Varian Baru

Ilustrasi virus corona, Covid-19. (Shutterstock)KOMPAS.com/MUHAMMAD NAUFAL Ilustrasi virus corona, Covid-19. (Shutterstock)

Dengan sikapnya yang seperti itu, maka jumlah informasi yang sesuai keyakinannya lebih banyak dan semakin meneguhkan keyakinannya.

Adapun orang yang memiliki akses untuk mendapat informasi lebih banyak lagi mengenai Covid-19, akan mudah mengubah sikapnya untuk menerima Covid 19 dan meyakini itu adalah fakta.

Hal ini seperti yang diungkapkan Festinger, bahwa jika informasi yang membuat orang mengalami disonan semakin banyak, maka orang akan cenderung mengubah sikapnya (Littlejohn dan Foss 2009, 110).

Di sini, orang-orang yang percaya Covid-19 juga awalnya mengalami disonansi kognitif.

Baca juga: 5 Mitos tentang Vaksin Covid-19 yang Tidak Benar

Namun, cara mereka untuk meredakan ketidaknyamanan di dalam dirinya, adalah dengan mengubah sikapnya mengikuti informasi benar yang mereka terima dan bukan menyangkalnya.

Dari penjelasan teori ini, ada asumsi bahwa orang yang cenderung tidak meyakini Covid-19 adalah mereka yang tidak memiliki akses informasi lebih.

Informasi yang benar mengenai Covid-19 tidak cukup untuk membuat pikiran mereka mengalami disonansi yang kuat.

Sebagai akibatnya, hal ini membuat mereka dapat dengan mudah kembali kepada keyakinannya.

Beberapa hal yang membuat informasi tersebut tidak dapat membuat disonansi dengan tingkat yang kuat karena informasi tersebut belum masuk melalui media-media yang mereka gunakan.

Selain itu, juga dapat terjadi karena adanya sumber pesan yang oleh mereka dianggap tidak kredibel.

Dari sini kemudian perlu ada perhatian dari pemangku kepentingan untuk memahami karakter orang-orang yang demikian.

Perlunya mengetahui media apa saja yang mereka gunakan, sehingga informasi yang benar dapat diakses oleh mereka melalui media yang biasa mereka gunakan.

Selain memahami media yang digunakan juga perlu memahami struktur pesan yang mudah dimengerti.

Dalam struktur pesan dapat diberikan penjelasan fakta-fakta dengan bahasa yang mudah dipahami oleh mereka.

Selain itu, perlu ada kerja sama semua pihak seperti pemerintah, tokoh masyarakat, dan tokoh agama dalam menyebarkan informasi yang benar kepada masyaraakat.

Baca juga: Beda Gejala Covid-19 dari Strain Awal, Varian Alpha, Beta, dan Delta

 

Dalam pesan-pesan persuasif dapat pula menampilkan tokoh yang mereka percayai untuk dijadikan sebagai sumber pesan.

Survei yang dilakukan oleh Katadata Insight Center bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika dan juga Siberkreasi (dalam Antara, 2020) menyatakan bahwa keluarga dan tokoh agama merupakan sumber informasi yang paling banyak dipercaya oleh masyarakat Indonesia.

Dengan memakai sumber pesan yang dipercaya oleh masyarakat, maka pesan persuasif terkait Covid-19 akan dapat mudah diterima oleh masyarakat.

Dalam hal ini, berarti pemangku kepentingan perlu mengerti media apa yang mereka gunakan, struktur pesan yang mereka pahami dan sumber pesan yang dipercayai.

Baca juga: Virus Covid-19 Bermutasi, Mengapa Tetap Harus Divaksin dan Taat Prokes?

Dengan memahami strategi yang tepat, maka akan memudahkan informasi tersebut dapat diterima oleh mereka. Strategi yang tepat juga hanya dapat diperoleh dengan cara memahami karakter mereka.

Dengan demikian, informasi yang benar dapat sampai kepada mereka dan membuat mereka mengalami disonansi pada tingkat yang kuat.

Semakin banyak orang mengalami disonansi, diharapkan mereka akan mengubah sikap mereka sesuai dengan informasi yang benar mengenai Covid-19.

Melalui hal ini juga, diharapkan semakin banyak orang yang menerima kenyataan bahwa Covid-19 itu nyata dan mereka harus mematuhi protokol kesehatan yang pada gilirannya jumlah kasus Covid-19 di Indonesia dapat lebih mudah diatasi.

Immanuel Dwi Asmoro, MIKom
Dosen FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com