Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Alasan Mengapa Vaksin Nusantara Tidak Lulus Uji Klinik Fase 1

Kompas.com - 28/04/2021, 07:30 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Vaksin Nusantara adalah vaksin Covid-19 yang diinisiasi Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Setelah polemik panjang, vaksin yang disebut sangat personal dan berbasis sel dendritik ini akhirnya dinyatakan tidak lulus uji klinik fase I.

Sejak awal penelitiannya, vaksin Covid-19 ini menuai banyak sekali polemik. Puncak polemik itu terjadi ketika sejumlah anggota Komisi IX DPR dikabarkan akan disuntik vaksin Nusantara dalam uji klinis fase II di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (14/4/2021).

Padahal, dalam proses pengembangannya Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) tidak memberikan izin untuk melakukan uji klinis fase II terhadap manusia.

Pasalnya, untuk uji klinis fase 1 saja vaksin ini dinyatakan tidak lulus. Berikut alasan mengapa Vaksin Nusantara dinyatakan tidak lulus uji kliinis fase 1.

1. Ada syarat BPOM yang tidak terpenuhi

Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), ada beberapa syarat yang belum terpenuhi.

Baca juga: 7 Polemik Vaksin Nusantara, Uji Klinis Lanjut Meski Tak Ada Izin BPOM

 

Di antaranya adalah Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB), Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Good Laboratory Practice dan Proof of Concept yang belum memenuhi kriteria standar ketetapan vaksin yang berlaku.

"Dan juga (pihak pengembang Vaksin Nusantara) kerap mengabaikan evaluasi dari Badan POM," kata Dr dr Erlina Burhan MSc SpP(K), Anggota Tim Advokasi Vaksin Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).

2. Tidak memenuhi kaidah klinis

Hal itu juga diikuti dengan alasan lainnya yakni pengembangan vaksin Nusantara dianggap tidak memenuhi kaidah klinis yang berlaku.

Baca juga: Vaksin Nusantara Belum Diuji pada Hewan, Ahli Sebut Tak Wajar Diuji Langsung ke DPR

 

"Dan juga ada perbedaan lokasi penelitian antara etik dan pelaksanaan," ujar Erlina dalam diskusi daring bertajuk Menguak Problematika Vaksin Nusantara, Senin (26/4/2021).

Sebagai informasi, diketahui bahwa lokasi penelitian Vaksin Nusantara ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr Kariadi Semarang. Sedangkan, komite etik vaksin ini ada di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta.

Di dunia internasional atau berlaku universal, suatu standar yang disebut The International Conference on Harmonization - Good Clinical Practice (ICH-GCP) digunakan sebagai standar kualitas etik dan ilmiah.

Standar ini dipergunakan untuk dijadikan acuan dalam mendesain, melaksanakan, mencatat, dan melaporkan uji klinik yang melibatkan subjek manusia. Standar ini tidak dipenuhi dalam pengembangan vaksin Nusantara.

Baca juga: 2 Alasan Ahli Minta Pemerintah dan BPOM Menghentikan Vaksin Nusantara

Laboratorium RSUP Kariadi SemarangKOMPAS.com/RISKA FARASONALIA Laboratorium RSUP Kariadi Semarang

Ditegaskan Erlina, hal ini penting untuk melindungi hak asasi manusia dan juga bentuk upaya menjaga keselamatan manusia yang menjadi subyek uji klinik.

"Jadi standar patient safety (keselamatan pasien atau partisipan) itu harus dipertahankan," tegasnya.

3. Tidak ada uji praklinik pada binatang

Pada Novermber 2020 lalu, tim peneliti mengajukan 1 protokol untuk semua tahapan uji klinis (fase 1-3). Namun, kata Erlina, pengajuan ini tidak disetujui oleh Badan POM karena  belum sesuai dengan standar pengembangan obat dan vaksin.

"Karena seharusnya, fase 1 itu satu protokol, fase 2 itu satu protokol dan fase 3 satu protokol dan seterusnya," kata Erlina.

Kemudian dilanjutkan, uji klinis fase 1 ini juga tidak disertai data pengujian praklinis.

Baca juga: Nota Kesepahaman Vaksin Nusantara Diteken, Apa Itu Sel Dendritik?

 

BPOM meminta laporan studi toksisitas, imugenesitas dan studi lain untuk mendukung pemilihan dosis dan rute; tetapi permintaan tidak dipenuhi dengan justifikasi sudah lama digunakan pada manusia dan bersifat autologus.

Padahal dalam langkah atau proses uji klinis pengembangan vaksin haruslah melalui studi praklinis terlebih dahulu, sebelum berlanjut ke uji klinis fase 1, II, III dan IV.

"Mereka juga tidak melalui uji praklinik terhadap binatang," ucap dia.

Seperti kita ketahui, tanpa transparansi hasil uji praklinik, Vaksin Nusantara sempat menghebohkan masyarakat Indonesia karena direncanakan akan disuntikkan kepada sejumlah tokoh publik dan juga anggota DPR.

Baca juga: Vaksin Nusantara Pengembangan Harus Sesuai Kaidah Ilmiah dan Medis, Ini Kata Ahli

 

Hal ini mendapat kecaman dan ditentang banyak pihak termasuk BPOM, serta para ahli vaksinasi dan pakar lainnya.

4. Komponen tidak sesuai

Erlina menyebutkan, permasalahan berikutnya yang membuat Vaksin Nusantara tidak lulus uji klinis fase 1 adalah komponen penelitian yang tidak sesuai pharmaceutical grade (masalah sterilitas).

Selain komponen yang tidak sesuai, pengembangan Vaksin Nusantara ini kebanyakan adalah alat dan bahan-bahan produk yang diimpor.

"Tapi bukan masalah impornya yang tidak disetujui, tetapi memang banyak masalah kaidah klinis penelitian vaksin itu yang harus memenuhi standar," tegas Erlina.

Baca juga: 7 Polemik Vaksin Nusantara, Uji Klinis Lanjut Meski Tak Ada Izin BPOM

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com