Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Bangkitkan Spesies dari Kepunahan, Bagaimana Potensi dan Urgensinya?

Kompas.com - 05/02/2021, 20:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Pangda Sopha

SUDAH hampir tiga dekade berlalu sejak film fiksi ilmiah Jurassic Park tayang untuk kali pertama pada tahun 1993. Saat itu, gagasan untuk menghidupkan kembali spesies yang sudah punah mungkin hanya terdengar seperti dongeng pengantar tidur bagi anak-anak. Namun, siapa sangka bahwa kini dongeng tersebut hampir terwujud menjadi kenyataan.

Gagasan yang dikenal sebagai de-extinction rupanya benar-benar ada dan terjadi di kalangan ilmuwan saat ini. Perkembangan teknologi molekuler dan reproduksi beberapa dekade terakhir menjadi katalisnya. Meskipun demikian, tidak ada kesepakatan di antara ilmuwan bahwa hal ini layak atau tidak dilakukan. Masih sangat banyak pro dan kontra.

Seperti yang kita tahu, setiap makhluk hidup tersusun oleh kode genetik asam nukleat bernama DNA.

Pada film Jurassic Park, dikisahkan para ilmuwan berhasil mendapatkan potongan DNA dinosaurus yang sudah punah jutaan tahun lalu. Potongan DNA tersebut didapatkan dari tubuh nyamuk yang terawetkan dalam sebuah batu amber. Dengan melengkapi bagian yang hilang pada potongan DNA tersebut, dinosaurus pun dapat dihidupkan kembali.

Upaya tersebut pula yang ditempuh tim ilmuwan pimpinan Prof. George Church dari Harvard University. Target yang paling memungkinkan saat ini adalah mamut berbulu (Mammuthus primigenius), salah satu spesies mamalia besar dengan populasi terbanyak pada era Plesitosen, sekitar 11.000 tahun yang lalu.

Bedanya, tidak hanya potongan DNA-nya yang sudah ditemukan, melainkan genom utuhnya. Bukan dari nyamuk, namun dari fosilnya langsung yang tertimbun di bawah tumpukan es Siberia. Temuan ini sudah dipublikasikan pada 2015 lalu di jurnal Current Biology.

Genom utuh ini ibarat cetak biru dari suatu spesies. Jika sudah terungkap, pekerjaan berikutnya tinggal masalah teknis untuk menghasilkan keturunan baru. Titik krusial ini punya dua opsi, yaitu kloning atau rekayasa genetik.

Kita tentu akrab dengan istilah kloning yang menjadi populer sejak lahirnya domba bernama Dolly dari metode ini pada dekade 90-an. Kloning dapat menghasilkan keturunan yang identik dengan spesies yang ditarget, namun memiliki keterbatasan.

Dibutuhkan sel hidup dalam kondisi baik dengan nukleus utuh, sehingga hanya dapat dilakukan pada spesies yang belum punah, atau setidaknya baru saja punah dengan sel yang terawetkan. Tentu tidak memungkinkan bagi mamut berbulu yang kini hanya tersisa fosilnya saja.

Dengan demikian, opsi kedua yang diambil. Langkah dimulai dengan menentukan spesies terdekat dari mamut berbulu, yaitu gajah Asia (Elephas maximus). Kemudian, DNA gajah Asia pada tahap embrio akan dimodifikasi agar sesuai dengan genom utuh mamut.

Tahap ini adalah yang tersulit dan belum berhasil dilakukan, meski pun teknologi saat ini sudah memungkinkan untuk memodifikasi DNA semudah menyalin dan menempel teks, misalnya saja dengan metode CRISPR-Cas9. Dengan bantuan enzim nuklease Cas9, basa nitrogen tertentu pada DNA dapat dipotong dan diganti dengan basa nitrogen lain sesuai keinginan para ilmuwan.

Jika embrio tersebut berkembang dan terlahir sebagai keturunan, secara fisik penampilannya akan seperti gajah Asia, namun membawa DNA mamut berbulu. Pada tahap ini, DNA gajah Asia masih dominan.

Selanjutnya, dengan mengawinkan keturunan-keturunan tersebut secara selektif, akan terlahir keturunan baru dengan DNA dan penampilan yang serupa dengan mamut berbulu. Segera setelah ini berhasil, status spesies mamut berbulu akan berubah dari “punah” menjadi “punah di alam”.

Di sinilah masalah muncul. De-extinction bukanlah kegiatan yang selesai hingga spesies terlahir kembali, tetapi masih ada tahap berikutnya. Tahap ini justru merupakan esensi dari keseluruhan upaya de-extinction, yaitu reintroduksi. Spesies harus dapat dilepaskan kembali ke habitat asalnya untuk mengisi relung ekologis yang telah ditinggalkannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com