Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2020: Kronologi Pandemi Covid-19 hingga Program Vaksin

Kompas.com - 24/12/2020, 12:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Ini adalah minggu terakhir di tahun 2020. Selama setahun belakang, dunia harus berhadapan dan melawan pandemi Covid-19.

Penyakit baru yang disebabkan oleh infeksi virus corona SARS-CoV-2, yang awalnya teridentifikasi di Wuhan, China tapi dengan cepat menyebar luas ke seluruh negeri.

Kabar terbaru, Antartika melaporkan kasus pertama Covid-19 pada Selasa (22/12/2020), ada 36 orang terinfeksi.

Dengan demikian, Covid-19 telah menyebar ke setiap benua di dunia.

Mari kita mengulas jejak pandemi Covid-19, sejak penyakit itu pertama kali dikonfirmasi, apa saja yang sudah dilakukan ahli, hingga pencapaian temuan vaksin yang ampuh dan efektif.

Baca juga: Tak Yakin Kena Corona? Ini Beda Gejala Covid-19 dengan Flu dan Alergi

1. Pertama kali diidentifikasi di Wuhan, China

Covid-19 pertama kali dikonfirmasi kantor Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di China pada 31 Desember.

Awalnya, penyakit ini dianggap sebagai pneumonia misterius karena gejala yang muncul dari pasien termasuk demam, sulit bernapas, dan lesi pada paru-paru.

Penyakit ini juga mengingatkan banyak orang akan wabah SARS yang menyapu Asia pada 2002 dan MERS tahun 2012. Meski mirip, tapi ketiganya berbeda.

Otoritas China dan WHO pada pertengahan Januari 2020 menyimpulkan bahwa virus yang menyerang adalah virus corona. Virus dari keluarga yang sama yang menyebabkan SARS dan MERS.

Dilansir dari CNN, Selasa (7/1/2019), infeksi ini awalnya terjadi pada tanggal 12 Desember 2019 dan 29 Desember 2019.

Sebagian dari pasien yang terinfeksi bekerja di sebuah pasar makanan laut di Wuhan.

Namun, seperti dilaporkan oleh media lokal, pasar yang telah ditutup sejak 1 Januari 2020 untuk di disinfeksi tersebut tersebut juga menjual berbagai hewan hidup, seperi burung, kelinci dan ular.

Hal ini membuat para pakar mencurigai bahwa penyakit disebabkan oleh virus pneumonia baru yang berpindah dari hewan ke manusia.

Kelelawar tapal kuda (Rhinolophus) sejauh ini merupakan reservoir (sarang) alami yang penting bagi virus corona. Hewan ini juga memiliki virus corona yang merupakan kerabat dekat SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.Shutterstock/Rudmer Zwerver Kelelawar tapal kuda (Rhinolophus) sejauh ini merupakan reservoir (sarang) alami yang penting bagi virus corona. Hewan ini juga memiliki virus corona yang merupakan kerabat dekat SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.

2. Karakteristik virus

Pada tanggal 23 Januari 2020, Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 2.000 orang di 13 negara.

Dari kasus yang ada, ahli mengumpulkan enam set genom virus corona baru, yang saat itu dinamai 2019-nCoV.

Dalam penelitian yang diterbitkan secara online oleh Science China Life Sciences pada Selasa (21/1/2020), para peneliti dari Institut Pasteur Shanghai di bawah Chinese Academy of Science dan lembaga penelitian China lainnya membandingkan urutan genom dari 2019-nCoV dengan virus corona lain yang juga menginfeksi manusia, yakni SARS-CoV dan MERS-CoV.

Mereka menemukan, 2019-nCoV 70 persen mirip dengan SARS-CoV dan 40 persen mirip dengan MERS-CoV.

Analisis menunjukkan, 2019-nCoV adalah kelompok Betacoronavirus yang terdiri dari virus RNA beruntai tunggal yang menginfeksi hewan liar, kawanan hewan, dan manusia.

Virus ini mengakibatkan wabah dan infeksi yang terkadang tanpa disertai gejala yang jelas.

Pada pohon evolusi, 2019-nCoV cukup dekat dengan kelompok virus corona penyebab SARS, yakni virus corona kelelawar HKU9-1, virus yang ditemukan pada kelelawar buah.

Saat itulah ilmuwan menduga, virus corona baru pertama kali dibawa oleh kelelawar.

"Kelelawar menjadi pembawa virus 2019-nCoV adalah sesuatu yang logis, merki kemungkinan host perantara berada di transmisi dari kelelawar ke manusia," kata ahli.

Penelitian ini telah menunjukkan ada jarak genetik yang cukup besar antara 2019-nCoV dengan SARS-CoV yang menginfeksi manusia. Bahkan, lebih banyak perbedaan dengan MERS-CoV.

Gambar mikroskop elektron pemindai ini menunjukkan virus corona Wuhan atau Covid-19 (kuning) di antara sel manusia (merah). Sampel virus diambil dari seorang pasien AS yang terinfeksi. Para ahli menambahkan gambar agar lebih tampak. Gambar mikroskop elektron pemindai ini menunjukkan virus corona Wuhan atau Covid-19 (kuning) di antara sel manusia (merah). Sampel virus diambil dari seorang pasien AS yang terinfeksi. Para ahli menambahkan gambar agar lebih tampak.

3. Ganti nama

Awalnya dunia ilmiah menamai virus corona baru dari Wuhan sebagai 2019-nCoV. Namun nama itu diganti WHO pada 19 Februari 2020 menjadi SARS-CoV-2.

Dalam laporan yang dimuat di bioRxiv, Cprpnavirus Study Group (CSG) memutuskan menggunakan nama SARS-CoV-2 untuk virus yang sedang mewabah karena virus ini ditemukan sebagai varian dari virus corona yang menyebabkan wabah severe acute respiratory syndrom (SARS) pada tahun 2002-2003.

Alhasil, virus yang sedang mewabah ini diberi nama severe acute respiratory syndrome-related coronavirus 2 atau SARS-CoV-2.

Dijelaskan dalam situs resmi Badan Kesehatan Dunia (WHO), Covid-19 atau coronavirus disease adalah nama penyakit yang sedang mewabah saat ini.

Sementara itu, SARS-COV-2 adalah nama virus yang menyebabkan Covid-19.

Baca selengkapnya: Nama Virus Corona Wuhan Sekarang SARS-CoV-2, Ini Bedanya dengan Covid-19

4. Indonesia umumkan kasus pertama pada 2 Maret 2020

Ilustrasi virus corona yang merebak di Indonesia.KOMPAS.COM/Shutterstock Ilustrasi virus corona yang merebak di Indonesia.
Pada 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo dan Terawan Agus Putranto yang saat itu menjadi Menteri Kesehatan mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Tanah Air.

Ada dua orang yang diumumkan positif Covid-19. Keduanya sempat kontak dengan warga negara Jepang yang datang ke Indonesia.

Sejak saat itu, kasus Covid-19 di Indonesia terus bertambah dan hingga hari ini sudah lebih dari 685 ribu kasus.

Berdasarkan data yang masuk hingga Rabu (22/12/2020) pukul 12.00 WIB, kasus Covid-19 di Tanah Air telah mencapai 685.639 orang. Bertambah 7.514 kasus dari 24 jam sebelumnya.

Dalam data yang sama, terdapat 558.703 orang yang dinyatakan sembuh dari Covid-19. Ada penambahan kasus sembuh sebanyak 5.981 orang dalam 24 jam terakhir.

Sementara itu, kasus pasien meninggal dunia bertambah 151 orang, sehingga total saat ini menjadi 20.408 orang.

5. Virus corona terus bermutasi

Ilustrasi pengurutan genom (genome sequencing) virus corona. Ilmuwan Australia mengembangkan teknologi pengurutan genom yang lebih cepat melacak Covid-19.SHUTTERSTOCK/Leigh Prather Ilustrasi pengurutan genom (genome sequencing) virus corona. Ilmuwan Australia mengembangkan teknologi pengurutan genom yang lebih cepat melacak Covid-19.

Sejak pertama kali diumumkan, virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 telah mengalami ribuan mutasi.

Wakil Kepala Bidang Penelitian Translasional di Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Prof dr David H Muljono SpPD FINASIM FAASLD PhD mengatakan, mutasi yang terjadi pada virus sebenarnya sangat lumrah dan wajar.

"Mutasi itu selalu ada. (Karena) virus itu mau hidup juga," kata David kepada Kompas.com melalui virtual daring, Selasa (25/8/2020).

Untuk diketahui, mutasi virus adalah filtur replika virus yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari.

Mutasi juga merupakan kondisi di mana virus tersebut mengalami perubahan pada materi genetik virus.

Mutasi menjadi hal yang wajar dan bisa terjadi karena banyak sekali faktor pendukungnya. Bisa jadi berupa genetik ras, keturunan, patogen atau mikroorganisme penyebab penyakit lain di dalam tubuh, dan lain sebagainya.

Mutasi yang terjadi pada virus merupakan upaya penyesuaian atau adaptasi yang dilakukan virus untuk dapat bertahan hidup di sekitar inangnya (reseptor) dalam tubuh manusia.

David memaparkan, mutasi pada virus merupakan hal yang wajar dan itu tidak hanya terjadi pada virus corona SARS-CoV-2.

"Virus flu biasa juga bermutasi," tuturnya.

Baca selengkapnya: Ahli: Mutasi Virus Corona Sesuatu yang Wajar, Ini Sebabnya

6. Gejala Covid-19 beragam

Ilustrasi anosmia, kehilangan penciumanShutterstock/Vialantsin Ilustrasi anosmia, kehilangan penciuman

Covid-19 memengaruhi setiap orang dengan cara yang berbeda.

Sebagian orang yang terinfeksi virus corona bisa jadi tak menunjukkan gejala apapun, sebagian lain memilki beberapa gejala, seperti batuk, demam, hingga hilang penciuman dan rasa, bahkan tak sedikit yang mengembangkan gejala hingga sakit parah.

Belakangan muncul gejala baru Covid-19, seperti sakit mata dan delirium.

Melansir Stat News, sebuah studi menemukan bahwa delirium kemungkinan menjadi gejala peringatan dini infeksi virus SARS-CoV-2 pada orang lanjut usia.

Lebih dari seperempat pasien yang lebih tua dalam penelitian itu tiba di IGD rumah sakit dengan mengigau dan 37 persen dari pasien ini tidak memiliki tanda Covid-19 yang khas, seperti demam atau sesak napas.

Umumnya, gejala delirium yakni kebingungan, kurang fokus, disorientasi, dan perubahan kognitif lainnya.

Terkait banyaknya gejala Covid-19, ahli biologi molekuler Indonesia Ahmad Utomo mengatakan bahwa Covid-19 adalah penyakit baru yang masih terus dipelajari hingga kini. Sehingga, wajar jika selalu ada hal baru yang ditemukan.

Menurut Ahmad, virus corona memang unik, karena reseptonya ACE 2 (Angiotensin converting enzyme 2) yang ada di banyak sel tubuh.

“Reseptor ACE 2 ini kan bukan hanya di pernapasan, tapi juga di pencernaan. Itulah mengapa, sekitar 20 persen penderita Covid-19 memiliki gejala terkait pencernaan, seperi mual dan diare,” ujar Ahmad kepada Kompas Sains, Selasa (15/12/2020).

Baca juga: Gejala Baru Covid-19 Terus Bertambah, Ahli Jelaskan Penyebabnya

7. Obat untuk Covid-19

Ilustrasi obat Covid-19. Terapi obat antibodi untuk pengobatan Covid-19.SHUTTERSTOCK/PCPartStudio Ilustrasi obat Covid-19. Terapi obat antibodi untuk pengobatan Covid-19.

Ketua Perhimpuan Dokter Paru Indonesia, DR Dr Agus Dwi Santoso SpP(K) FAPSR FISR menjelaskan, pengobatan corona di Indonesia sudah diatur dalam protokol pelaksanaan penanganan Covid-19.

"Kita menangani pasien itu berdasarkan severity (tingkat keparahan atau beratnya kasus) yang dialami oleh pasien," kata Agus dalam diskusi daring bertajuk Obat dan Terapi Terkini untuk Pasien Covid-19 melalui media resmi BNPB TV, Selasa (18/8/2020).

Kemudian, tingkat keparahan atau beratnya kasus pasien dikategorikan menjadi tanpa gejala, ringan, sedang, berat sampai kondisi kritis Covid-19.

Oleh karena itu, kata Agus, mengobati pasien itu harus berdasarkan severity atau tingkat keparahan kasus pasien itu sendiri.
"Karena masing-masing severity itu, (pasien) bisa diberikan pilihan obat berdasarkan severity yang dialami," ujarnya.

Terkait obat apa saja yang diberikan untuk pasien Covid-19, baca selengkapnya di sini.

Baca selengkapnya: Gejala Pasien Covid-19 Bervariasi, Obat Apa Saja yang Diberikan?

8. Vaksin yang sudah teruji keamanan dan keefektifan

Kanada telah mendapatkan cukup vaksin untuk memvaksinasi seluruh penduduknya sebanyak lima kali.REUTERS via BBC INDONESIA Kanada telah mendapatkan cukup vaksin untuk memvaksinasi seluruh penduduknya sebanyak lima kali.

Ketika pandemi Covid-19 terus melanda bersamaan dengan musim dingin di belahan utara dunia, semakin banyak negara memberikan lampu hijau vaksin Covid-19 untuk vaksinasi massal di negara masing-masing.

Dari sejumlah vaksin yang dikembangkan di seluruh dunia, vaksin kolaborasi antara perusahaan Amerika Serikat, Pfizer dan perusahaan Jerman, BioNTech mencatat sejarah pada tanggal 18 Desember sebagai vaksin pertama yang merilis data hasil uji coba tahap akhir skala penuh.

Vaksin tersebut diklaim dapat menawarkan kemanjuran hingga 95 persen terhadap Covid-19.

Menyusul lampu hijau untuk Pfizer-BioNTech, Badan Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyetujui vaksin buatan Moderna, menjadikannya sebagai vaksin kedua yang mendapat persetujuan.

Moderna dinyatakan dapat mencegah Covid-19 hingga 94 persen.

Selain Pfizer-BioNTech dan Moderna, AstraZeneca-Oxford juga telah mengeluarkan laporan keamanan vaksin peer-review yang terbit di jurnal The Lancet.

Laporan terbaru ini mengonfirmasi hasil yang dipublikasikan beberapa minggu lalu, di mana disebut vaksin hanya memiliki kemanjuran 70,4 persen berdasarkan analisis gabungan dari dua resimen dua dosis yang berbeda, yakni standar/standar dan rendah/standar.

Selama uji coba fase III, ada 11.636 sukarelawan asal Inggris dan Brasil yang menerima vaksin Oxford-AstraZeneca.

Data itu menunjukkan bahwa vaksin sepenuhnya melindungi relawan dari kasus infeksi yang parah setelah tiga minggu diberi dosis.

Ada 7 negara yang telah memulai program vaksinasi virus corona, yakni Inggris, Bahrain, AS, Kanada, Arab Saudi, Rusia, dan China.

Baca juga: 7 Negara yang Sudah Mulai Vaksinasi dan Vaksin yang Digunakan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com