Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antibiotik Bukan untuk Semua Penyakit, apalagi Batuk Pilek dan Diare

Kompas.com - 19/11/2020, 12:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Saat sedang sakit, banyak orang langsung mencari antibiotik untuk mengobati sakitnya.

Apapun jenis penyakit, dianggap bisa ditangani dengan antibiotik. Padahal bukan seperti itu cara kerjanya.

Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk melawan infeksi bakteri pada manusia dan hewan.

Antibiotik bekerja dengan cara membasmi bakteri yang ada atau mempersulit pengembangbiakan bakteri.

Jadi perlu diingat, antibiotik digunakan untuk membasmi bakteri. Bukan penyakit yang disebabkan virus seperti batuk pilek dan diare tanpa darah.

Baca juga: Bakteri Kebal Antibiotik Jadi Ancaman Kesehatan di Tengah Pandemi Virus Corona

Dokter Purnamawati Sujud, SpA(K) dari Yayasan Orang Tua Peduli (YOP) mengatakan bahwa penggunaan antibiotik untuk pengobatan infeksi virus masih terjadi, tapi masyarakat sebenarnya sudah ada peningkatan kesadaran.

"Kami (YOP) mengidentifikasi, dan itu sesuai dengan data penelitian dari luar bahwa populasi paling terpapar antibiotik justru populasi pediatri (bayi dan anak) dan mereka yang berusia lanjut," kata Purnamawati dalam diskusi Pekan Kesadaran Antimikroba Dunia 2020 bersama Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Rabu (18/11/2020).

Seperti disebutkan di atas, antibiotik digunakan untuk melawan bakteri penyebab penyakit.

Setiap kali kita minum antibiotik, beberapa bakteri akan mati, namun beberapa bakteri lain akan tetap bertahan atau bermutasi menjadi kebal terhadap antibiotik.

Bakteri yang bertahan ini akan berkembang biak dan melipatgandakan diri.

Nah dikatakan Purnamawati, penggunaan antibiotik yang berulang dapat meningkatkan potensi resistensi antibiotik.

"Setiap kali antibiotik digunakan, timbul juga risiko adanya resistensi antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau kurang bijak akan semakin memperparah situasi tersebut," katanya.

 

Hasil pemindaian mikrograf elektron dari bakteri Staphylococcus aureus yang resisten atau kebal antibiotik jenis methicillin (kuning) dan sel darah putih manusia yang mati (berwarna merah).NIH Image Gallery/Methicillin-resistant Staph bacteria Hasil pemindaian mikrograf elektron dari bakteri Staphylococcus aureus yang resisten atau kebal antibiotik jenis methicillin (kuning) dan sel darah putih manusia yang mati (berwarna merah).

Saat seseorang terkena gempuran mikroba yang resisten, dia berpotensi mengalami sakit yang lebih berat dan risiko kematian lebih tinggi.

"Jadi perlu diingat, antibiotik itu bahaya. Kalau kita makan antibiotik, nanti bakteri di badan (berpotensi) jadi bakteri resisten," kata Purnamawati.

Penyakit yang perlu antibiotik

Seperti dijelaskan di atas, antibiotik tidak bisa sembarangan dikonsumsi untuk mengobati berbagai penyakit.

Namun di sisi lain, ada penyakit-penyakit yang memang harus mendapat antibiotik, antara lain:

  • Tuberkulosis (TBC)
  • Infeksi saluran kemih (ISK)
  • Diare dengan darah
  • Tifus
  • Meningitis
  • Otitis media akut (OMA) lebih dari 72 jam
  • Sinusitis 2 mg
  • Pneumonia
  • Radang tenggorok streptokokus

Radang tenggorok streptokokus adalah penyakit yang disebabkan bakteri Streptokokus grup A.

Ilustrasi hidung menjadi lokasi yang tepat sebagai jalur masuknya virus.Shutterstock Ilustrasi hidung menjadi lokasi yang tepat sebagai jalur masuknya virus.

Sakit tenggorokan akibat Streptokokus mempengaruhi tenggorokan dan tonsil. Tonsil adalah kedua kelenjar di tenggorokan, pada bagian belakang mulut.

Baca juga: Peneliti Ungkap Bahaya Antibiotik untuk Anak di Bawah Usia 2 Tahun

Penyakit yang tidak seharusnya diresepkan antibiotik

Antibiotik tidak efektif melawan infeksi virus.

Penyakit selesma (batuk-pilek), influenza, dan diare tanpa darah adalah penyakit infeksi virus yang kerap diresepkan antibiotik.

Penyakit infeksi virus umumnya bisa sembuh sendiri tanpa pengobatan (self limiting disease).

Penggunaan antibiotik untuk penyakit tersebut merupakan penyalahgunaan antibiotik, dan meningkatkan risiko resistensi antibiotik.

"Masyarakat umumkan, kalau sedang batuk pilek apalagi batuknya berdahak dan ingusnya sudah kehijauan atau tenggorokan merah, yang ada di kepala masyarakat adalah mereka membutuhkan antibiotik," katanya.

Warna ingus bukanlah petunjuk penyakit infeksi bakteri. Pilek juga bukan penyakit infeksi bakteri dan tidak membutuhkan antibiotik.

"Batuk pilek dan diare tanpa darah, jangan mengonsumsi antibiotik."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com