Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Sebut Covid-19 Bukan Lagi Pandemi, tetapi Sindemi, Apa Itu?

Kompas.com - 12/11/2020, 18:02 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Editor

KOMPAS.com - Sejak mewabah dari China akhir tahun 2019, Covid-19 terus meluas hingga secara resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutnya sebagai pandemi global.

Namun, hampir setahun pandemi Covid-19 ini berlangsung, jumlah orang yang terinfeksi di seluruh dunia sudah mencapai angka 50 juta.

Bahkan, hingga kini lebih dari selusin kandidat vaksin Covid-19 masih dalam tahap pengujian, beberapa telah hampir menyelesaikan fase 3 atau tahap akhir uji klinis.

Semakin tingginya angka infeksi Covid-19, sejumlah negara juga kembali memberlakukan lockdown setelah mencatat rekor penambahan jumlah kasus.

Kendati berbagai strategi dan kebijakan telah dilakukan, sejumlah ilmuwan dan pakar kesehatan menilai hal itu masih terlalu terbatas untuk menghentikan laju infeksi yang disebabkan virus corona baru, SARS-CoV-2.

Baca juga: Pakar PBB: Mencegah Pandemi Lebih Murah dibanding Sembuhkan Penyakit

 

"Semua intervensi kita berfokus pada memotong jalur penularan virus untuk mengendalikan penyebaran patogen," kata Richard Horton, pemimpin redaksi jurnal ilmiah The Lancet, seperti dikutip BBC, Kamis (12/11/2020).

Melihat kondisi Covid-19 saat ini, Horton menilai semestinya bukan dianggap sebagai pandemi, melainkan sebagai "sindemi".

Lantas, apa itu sindemi dan bagaimana seharusnya penanganan Covid-19 dilakukan?

Sindemi adalah akronim yang berasal dari kata sinergi dan pandemi. Artinya, penyakit seperti Covid-19 tidak boleh berdiri sendiri.

Baca juga: Pandemi Covid-19, Ini Tips Tidak Jenuh dan Stres Kebanyakan Virtual Daring

 

Di satu sisi ada virus SARS-CoV-2, yaitu virus penyebab Covid-19 dan disi lain ada serangkaian penyakit yang sudah diidap oleh seseorang. Kedua elemen ini saling berinteraksi dalam konteks ketimpangan sosial yang mendalam.

Mengingat pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada awal tahun 2020, yang mengatakan bahwa dampak pandemi Covid-19 dialami secara tidak proporsional pada kelompok masyarakat paling rentan.

Di antaranya orang yang hidup dalam kemiskinan, pekerja miskin, perempuan dan anak-anak, serta penyandang disabilitas dan kelompok marjinal lainnya.

Sindemi bukanlah istilah baru dan telah muncul sekitar tahun 1990-an yang diciptakan oleh antropolog medis asal Amerika Serikat, Merill Singer.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com