Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Es Alaska Mencair, Ilmuwan Peringatkan Potensi Megatsunami

Kompas.com - 19/10/2020, 20:02 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Pemanasan global dan perubahan iklim kian mengkhawatirkan karena berkontribusi besar terhadap mencairnya lapisan-lapisan es di kutub Bumi, termasuk Alaska.

Sekelompok ilmuwan telah memperingatkan tentang prospek bencana yang akan datang di Prince William Sound dalam surat terbuka pada Mei lalu yang ditujukan kepada Alaska Department of Natural Resources (ADNR).

Dikutip dari Science Alert, Senin (19/10/2020), tsunami dahsyat di Alaska, menurut ilmuwan, dipicu oleh longsoran batu yang tidak stabil setelah pencairan gletser yang kemungkinan besar akan terjadi dalam dua dekade mendatang.

Bahkan, mereka khawatir hal itu dapat saja terjadi dalam 12 bulan ke depan. Meskipun potensi risiko tanah longsor semacam itu sangat serius, masih banyak yang tidak diketahui tentang bagaimana atau kapan bencana ini bisa terjadi.

Baca juga: Ancaman Nyata Perubahan Iklim, Warga Alaska Mengeluh Suhu Sangat Panas

 

Namun, yang jelas, para ilmuwan menyebut pencairan gletser (glacier retreat) di Prince William Sound, di sepanjang pantai selatan Alaska, tampaknya berdampak pada lereng gunung di atas Barry Arm, sekitar 97 km di timur Anchorage.

Berdasarkan analisis citra satelit menunjukkan saat Barry Clacier longsor dari Barry Arm karena terus mencair, bekas longsoran batu yang disebut scarp akan muncul di permukaan gunung di atasnya.

Kondisi ini menunjukkan bahwa tanah longsor telah terjadi di atas fjord secara bertahap dan bergerak lambat, tetapi jika permukaan batu tiba-tiba memberi jalan, konsekuensinya bisa mengerikan.

Meski lokasinya terpencil, kawasan ini cukup sering dikunjungi oleh kapal komersial untuk rekreasi, termasuk kapal pesiar.

Baca juga: Zona Sepi Gempa dan Potensi Tsunami 20 Meter di Selatan Jawa, Begini Kata Ahli

 

"Awalnya, sulit mempercayai angka-angka tersebut," kata ahli geofisika Chunli Dai dari Ohio State University mengatakan kepada NASA Earth Observatory.

Dia mengatakan, berdasarkan ketinggian endapan di atas air, volume tanah yang tergelincir, serta sudut kemiringan, dia menghitung bahwa keruntuhan tersebut setidaknya akan melepaskan 16 kali lebih banyak puing.

"Dan 11 kali lebih banyak energi daripada longsor yang terjadi di Teluk Lituya di Alaska pada tahun 1958 dan megatsunami," kata Dai.

Apabila perhitungan tersebut tepat, akibatnya mungkin tidak terpikirkan. Sebab, seperti peristiwa yang terjadi di Alaska pada tahun 1958, pernah disamakan oleh saksi mata dengan ledakan bom atom.

Ilustrasi AlaskaPixabay Ilustrasi Alaska

Peristiwa itu sering dianggap sebagai gelombang tsunami tertinggi di zaman modern, dengan ketinggian mencapai maksimum 524 meter.

Penyebab kerusakan lereng di Alaska

Kerusakan lereng yang jauh lebih baru tercatat pernah terjadi pada tahun 2015 di Taan Fiord, di sebelah timur yang menghasilkan tsunami setinggi 193 meter. Peneliti menduga kerusakan ini disebabkan oleh berbagai hal.

Pemicunya beragam, dalam laporan Mei itu disebut sering kali hujan lebat atau berkepanjangan menjadi faktor penyebab kerusakan tersebut.

Penyebab lainnya seperti gempa bumi, serta cuaca panas yang dapat mendorong pencairan permafrost, salju atau es gletser.

Baca juga: Erupsi Gunung di Alaska Picu Munculnya Kekaisaran Romawi, Kok Bisa?

 

Sejak laporan tersebut dirilis awal tahun ini, analisis longsor berikutnya menunjukkan sedikit atau bahkan tidak ada pergerakan massa tanah di lereng.

Meskipun hal itu tidak memberi tahu banyak hal, karena penelitian menunjukkan bahwa permukaan batuan telah bergeser setidaknya sejak 50 tahun yang lalu.

"Ketika iklim berubah, lanskap membutuhkan waktu untuk menyesuaikan," kata penulis surat terbuka dan ahli geologi Bretwood Higman dari organisasi nirlaba Ground Truth Alaska kepada The Guardian.

Higman mengatakan jika gletser menyusut dengan sangat cepat, lereng di sekitarnya dapat mengejutkan. Mereka mungkin gagal secara serempak alih-alih menyesuaikan secara bertahap.

Pemantauan berkelanjutan oleh banyak organisasi, termasuk ADNR, Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional, dan Survei Geologi AS mulai mengawasi perkembangan di Prince William Sound.

Baca juga: Isu Lombok akan Terkena Mega Tsunami, BMKG Sebut ini Hoaks

 

Pemantauan tersebut dilakukan untuk melacak pergerakan di atas Gletser Barry, dan untuk menyempurnakan prediksi tentang dampak dari megatsunami yang akan terjadi.

Pada pemodelan dalam laporan Mei yang belum ditinjau oleh sejawat menunjukkan potensi tsunami mencapai ketinggian ratusan kaki di sepanjang garis pantai dapat mengakibatkan kerusakan tiba-tiba.

Dampaknya akan menyebar ke seluruh Prince William Sound, teluk, dan fjord yang jauh dari sumbernya.

Kesimpulannya, dampak dari glacier retreat (kemunduran gletser) akan relatif cepat pada era perubahan iklim yang dapat menimbulkan ancaman tanah longsor dan tsunami yang serupa di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Alaska.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com