Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai Gilang Bungkus Disebut Punya Fetish Pocong Jarik, Apa Itu?

Kompas.com - 31/07/2020, 12:34 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Kasus dugaan pelecehan seksual dengan kedok penelitian ilmiah ramai dibicarakan di sosial media.

Gilang, yang merupakan mahasiswa di salah satu perguruan tinggi Surabaya, dituding sebagai pelakunya.

Kasus ini menarik perhatian karena Gilang dinilai memiliki fetish membungkus orang lain dengan kain jarik atau kain batik. Itulah kenapa sosoknya disebut sebagai "Gilang Bungkus".

Kasus ini muncul setelah pihak yang mengaku sebagai salah satu korban menceritakan pengalamannya dalam sebuah utas di Twitter.

Baca juga: Kasus Reynhard Sinaga, Psikiater: Ada Penyimpangan Perilaku Seksual

Singkat cerita, pelaku dan korban berkenalan melalui media sosial. Gilang kemudian meminta tolong korban untuk terlibat dalam proyek penelitian ilmiah yang sedang dilakukannya.

Gilang memaksa lawan bicaranya membungkus seluruh tubuh dengan kain jarik. Namun sebelumnya, tubuh korban harus dililit menggunakan lakban, mulai dari kaki, tangan, mata, dan mulut.

Ketika permintaan tidak dipenuhi, Gilang mengancam korban dan terus memaksa.

Tangkapan layar soal thread Fetish Kain Jarik yang viral di TwitterTwitter Tangkapan layar soal thread Fetish Kain Jarik yang viral di Twitter

Berkaitan dengan hal ini, apa sebenarnya fetish?

Menjawab pertanyaan ini, Kompas.com menghubungi dr. Alvina, Sp.KJ, dokter spesialis kedokteran jiwa dari Primaya Hospital Bekasi Barat.

"Fetish adalah objek yang tidak hidup," kata Alvina kepada Kompas.com, Jumat (31/7/2020).

Sementara itu, fetishim adalah penggunaan objek yang tidak hidup sebagai metode untuk membuat seseorang terangsang secara seksual.

Alvina mengatakan, fetishism mungkin bisa terjadi saat anak menjadi korban atau anak melihat perilaku seksual yang menyimpang.

"Ada teori lain yang mengatakan bahwa seseorang mungkin mengalami kurangnya kontak seksual sehingga mencari pemuasan dengan cara yang lain," katanya.

"Ada juga teori yang mengatakan, pada laki- yang mengalami fetishism terjadi keraguan tentang maskulinitasnya atau ada rasa takut adanya penolakan. Sehingga ia menggunakan objek yang tidak hidup untuk memberinya kepuasan seksual," imbuhnya.

Dengan kata lain, perilaku menyimpang seksual ini dapat berkembang mulai dari anak-anak atau saat seseorang memasuki masa pubertas.

Secara umum, penyimpangan seksual seperti ini lebih banyak dialami oleh pria dibanding wanita.

Alvina mengatakan, fetishism belum tentu gangguan jiwa sepanjang tidak menimbulkan distres dan tidang menimbulkan gangguan fungsi.

Untuk memenuhi kriteria gangguan jiwa, seseorang dengan fetishism harus mengalami distres yang bermakna dan gangguan fungsi seperti merasa terganggu atau menderita dengan kondinsinya.

"Saat menjadi gangguan, diagnosisnya menjadi gangguan fetihistik," kata Alvina.

Baca juga: Pentingnya Memenuhi Kebutuhan Kesehatan Seksual dan Reproduksi

Gejala seseorang memiliki gangguan fetihisthik

Seseorang yang memiliki gangguan fetihisthik menunjukkan menunjukkan gejala utama yang sangat tampak.

"Seseorang harus memiliki fantasi, dorongan atau perilaku seksual yang intens dan berulang yang melibatkan objek yang tidak hidup atau bagian dari tubuh manusia nongenital," ungkapnya.

Fantasi, dorongan, atau perilaku seksual ini berlangsung sekurangnya 6 bulan dan menyebabkan distres atau gangguan fungsi sosial, pekerjaan, dan personal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com