Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Ungkap Mengapa Virus Corona Sebabkan Hilangnya Penciuman dan Rasa

Kompas.com - 30/07/2020, 16:01 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

Sumber SCMP

KOMPAS.com - Salah satu gejala aneh infeksi virus corona adalah pasien merasa kehilangan indera penciuman dan rasa.

Penelitian baru telah mengungkapkan mengapa hal ini terjadi pada mereka yang terinfeksi Covid-19.

Melansir South China Morning Post (SCMP), Kamis (30/7/2020, hilangnya rasa dan bau telah terbukti menjadi gejala paling khas dari penyakit yang menginfeksi lebih dari 17 juta orang di seluruh dunia.

Sedikitnya, seperempat hingga setengah dari pasien melaporkan gangguan indera pengecap (ageusia) dan gangguan penciuman (anosmia).

Baca juga: Dampak Corona, Masker Medis Jadi Ancaman Bagi Satwa Liar

 

Setidaknya, gejala ini 20 kali lebih mungkin untuk memprediksi tes positif daripada tanda-tanda seperti demam dan batuk.

Gejala-gejala ini tercatat sejak awal pandemi, hingga akhir Maret. Bahkan, gejala ini telah ditambahkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat pada April lalu, sebagai gejala Covid-19.

Lantas, bagaimana virus ini membuat indera penciuman dan pengecap terganggu?

Ilustrasi pasien Covid-19, angka kasus Covid-19 Amerika Serikat.SHUTTERSTOCK Ilustrasi pasien Covid-19, angka kasus Covid-19 Amerika Serikat.

Baca juga: Ini 5 Saran untuk Jaga Imunitas Anak di Tengah Pandemi Virus Corona

Ilmuwan menjelaskan virus corona diketahui menempel pada sel melalui enzim ACE2, yang dikenal sebagai titik masuk ke tubuh manusia. Selanjutnya membuat sel yang mengandung enzim ini menjadi sangat rentan terinfeksi.

Sampai saat ini diperkirakan virus tersebut secara langsung menyerang neuron sensorik penciuman.

Akan tetapi, sebuah studi baru telah menemukan bahwa ACE2 ditemukan dalam sel yang menyediakan dukungan metabolik dan struktural untuk neuron sensorik penciuman dan beberapa sel batang serta pembuluh darah.

Penelitian tersebut dilakukan para peneliti di Harvard University dan hasilnya telah dipublikasikan pada 24 Juli lalu di jurnal Science Advances.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com