Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Kepunahan Massal pada Satwa Liar Berlangsung Lebih Cepat

Kompas.com - 08/06/2020, 07:02 WIB
Yohana Artha Uly,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kepunahan massal keenam yang tengah mengancam satwa liar di Bumi diperkirakan akan berlangsung lebih cepat. Para peneliti menyebut saat ini satwa liar berada dalam fase kritis.

Melansir The Guardian, Minggu (7/6/2020), lebih dari 500 spesies hewan liar darat dilaporkan berada diambang kepunahan. Hewan-hewan tersebut diperkirakan akan punah dalam 20 tahun ke depan.

Sebagai perbandingan, jumlah tersebut sama dengan kepunahan spesies dalam satu abad terakhir. Bila tanpa kerusakan alam akibat manusia, kepunahan jumlah spesies itu membutuhkan waktu ribuan tahun.

Baca juga: Kepunahan Massal Satwa Liar di Bumi Semakin Cepat, Kok Bisa?

Hal ini berdasarkan studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal Proceeding of National Academy of Sciences. Peneliti menganalisis 29.400 spesies hewan vertebrata darat berdasarkan data yang disusun IUCN Red List of Threatened Species and BirdLife International.

Hasil analisis berhasil mengidentifikasi 515 spesies dengan populasi di bawah 1.000 ekor. Setengah spesies di antaranya bahkan tercatat memiliki populasi kurang dari 250 ekor.

Sebagian besar hewan liar tersebut merupakan mamalia, burung, reptil, dan amfibi yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Antara lain badak Sumatera, kura-kura raksasa Spanyol, dan katak Harlequin.

Baca juga: 3 Spesies Baru Kadal Buaya Ditemukan, tapi Sudah Terancam Punah

Selain itu, para peneliti menemukan 388 spesies memiliki populasi di bawah 5.000 ekor. Sebesar 84 persen spesies ini tinggal di wilayah yang sama dengan spesies yang memiliki populasi dibawah 1.000 ekor tadi.

Para peneliti menyebut hewan vertebrata menjadi salah satu kelompok keanekaragaman hayati yang berada di ambang kepunahan. Berdasarkan data, para peneliti bahkan menemukan 94 persen populasi dari 77 spesies telah hilang.

Tim peneliti pun memperingatkan efek domino yang dapat terjadi, sebab kepunahan suatu spesies bisa berdampak pada kepunahan spesies lainnya akibat ekosistem yang terganggu. Tidak seperti masalah lingkungan lainnya, kepunahan merupakan masalah yang tidak dapat dipulihkan.

Contoh kasus dari efek domino adalah kepunahan sapi laut steller (Hydrodamalis gigas) yang dinyatakan punah pada tahun 1768. Ini bermula dari menurunnya populasi berang-berang laut akibat perburuan yang berlebihan.

Berang-berang laut merupakan pemakan bulu babi, dengan demikian berkurangnya populasi predator membuat jumlah bulu babi semakin tidak terkendali.

Baca juga: Lumba-lumba Pink di Perairan Hong Kong, Apakah Mamalia Terancam Punah?

Ledakan bulu babi pun menghancurkan hutan-hutan rumput laut. Alhasil, sapi laut steller pun mengalami kepunahan lantaran makanannya tak lagi tersedia.

Para peneliti mengatakan, manusia bergantung pada keanekaragaman hayati untuk bisa bertahan hidup. Pandemi virus corona merupakan contoh ekstrem dari dampak bahayanya merusak alam.

Persoalan populasi manusia yang meningkat, perusakan habitat, perdagangan satwa liar, polusi, dan perubahan iklim, juga harus segera ditangani.

Badak Sumatera yang berhasil terekam camera trap di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh.Courtesy: Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser Badak Sumatera yang berhasil terekam camera trap di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh.

Paul Ehrlich salah satu peneliti dari Universitas Stanford mengatakan, isu konservasi spesies yang terancam punah harus diangkat sebagai darurat global, sama halnya dengan isu krisis iklim.

"Ketika umat manusia memusnahkan makhluk lain, itu berarti menghancurkan sistem pendukung dari kehidupan kita sendiri," katanya.

Baca juga: Megafauna Hiu Terancam Punah Ancam Ekosistem Laut, Ini Penyebabnya

Direktur Sains World Wide Fund for Nature (WWF), Mark Wright menyatakan, angka-angka yang ditunjukkan dalam penelitian tersebut memang mengejutkan, namun tetap ada harapan untuk mencegah kepunahan.

Hal itu dapat dilakukan dengan menghentikan perampasan lahan dan penggundulan hutan di sejumlah negara. Ini akan menurunkan risiko punahnya keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.

"Tetapi kita perlu ambisi global untuk bisa melakukan itu semua," kata Mark. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com