Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Studi: Kepunahan Massal pada Satwa Liar Berlangsung Lebih Cepat

KOMPAS.com - Kepunahan massal keenam yang tengah mengancam satwa liar di Bumi diperkirakan akan berlangsung lebih cepat. Para peneliti menyebut saat ini satwa liar berada dalam fase kritis.

Melansir The Guardian, Minggu (7/6/2020), lebih dari 500 spesies hewan liar darat dilaporkan berada diambang kepunahan. Hewan-hewan tersebut diperkirakan akan punah dalam 20 tahun ke depan.

Sebagai perbandingan, jumlah tersebut sama dengan kepunahan spesies dalam satu abad terakhir. Bila tanpa kerusakan alam akibat manusia, kepunahan jumlah spesies itu membutuhkan waktu ribuan tahun.

Hal ini berdasarkan studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal Proceeding of National Academy of Sciences. Peneliti menganalisis 29.400 spesies hewan vertebrata darat berdasarkan data yang disusun IUCN Red List of Threatened Species and BirdLife International.

Hasil analisis berhasil mengidentifikasi 515 spesies dengan populasi di bawah 1.000 ekor. Setengah spesies di antaranya bahkan tercatat memiliki populasi kurang dari 250 ekor.

Sebagian besar hewan liar tersebut merupakan mamalia, burung, reptil, dan amfibi yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Antara lain badak Sumatera, kura-kura raksasa Spanyol, dan katak Harlequin.

Selain itu, para peneliti menemukan 388 spesies memiliki populasi di bawah 5.000 ekor. Sebesar 84 persen spesies ini tinggal di wilayah yang sama dengan spesies yang memiliki populasi dibawah 1.000 ekor tadi.

Para peneliti menyebut hewan vertebrata menjadi salah satu kelompok keanekaragaman hayati yang berada di ambang kepunahan. Berdasarkan data, para peneliti bahkan menemukan 94 persen populasi dari 77 spesies telah hilang.

Tim peneliti pun memperingatkan efek domino yang dapat terjadi, sebab kepunahan suatu spesies bisa berdampak pada kepunahan spesies lainnya akibat ekosistem yang terganggu. Tidak seperti masalah lingkungan lainnya, kepunahan merupakan masalah yang tidak dapat dipulihkan.

Contoh kasus dari efek domino adalah kepunahan sapi laut steller (Hydrodamalis gigas) yang dinyatakan punah pada tahun 1768. Ini bermula dari menurunnya populasi berang-berang laut akibat perburuan yang berlebihan.

Berang-berang laut merupakan pemakan bulu babi, dengan demikian berkurangnya populasi predator membuat jumlah bulu babi semakin tidak terkendali.

Ledakan bulu babi pun menghancurkan hutan-hutan rumput laut. Alhasil, sapi laut steller pun mengalami kepunahan lantaran makanannya tak lagi tersedia.

Para peneliti mengatakan, manusia bergantung pada keanekaragaman hayati untuk bisa bertahan hidup. Pandemi virus corona merupakan contoh ekstrem dari dampak bahayanya merusak alam.

Persoalan populasi manusia yang meningkat, perusakan habitat, perdagangan satwa liar, polusi, dan perubahan iklim, juga harus segera ditangani.

Paul Ehrlich salah satu peneliti dari Universitas Stanford mengatakan, isu konservasi spesies yang terancam punah harus diangkat sebagai darurat global, sama halnya dengan isu krisis iklim.

"Ketika umat manusia memusnahkan makhluk lain, itu berarti menghancurkan sistem pendukung dari kehidupan kita sendiri," katanya.

Direktur Sains World Wide Fund for Nature (WWF), Mark Wright menyatakan, angka-angka yang ditunjukkan dalam penelitian tersebut memang mengejutkan, namun tetap ada harapan untuk mencegah kepunahan.

Hal itu dapat dilakukan dengan menghentikan perampasan lahan dan penggundulan hutan di sejumlah negara. Ini akan menurunkan risiko punahnya keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.

"Tetapi kita perlu ambisi global untuk bisa melakukan itu semua," kata Mark. 

https://www.kompas.com/sains/read/2020/06/08/070200823/studi--kepunahan-massal-pada-satwa-liar-berlangsung-lebih-cepat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke