Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Khawatirkan Kiamat Serangga, Ini Langkah Ahli untuk Selamatkan Populasi

Kompas.com - 06/06/2020, 20:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Para ahli memperkirakan jumlah populasi serangga di alam semakin berkurang, dan ini berkaitan dan berdampak pada keberlangsungan hidup manusia.

Kendati di Indonesia, jumlah populasi secara keseluruhan belum terdata hingga saat ini, namun penurunan populasi serangga itu diperkirakan karena sulitnya menemukan ragam spesies serangga yang belum dan bahkan yang sudah teridentifikasi sub-spesiesnya.

Peneliti Laboratorium Entomologi Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Djunijanti Peggie mengatakan isu penurunan dan meningkatkan kritis atau kiamat serangga ini memang sudah terlihat nyata.

"Status kiamat serangga ini memang nyata dan sangat mengkhawatirkan," kata Peggie dalam situs resmi LIPI, Jumat (5/6/2020).

Baca juga: Krisis Iklim Bikin Serangga Penyerbuk di Ekosistem Indonesia Terancam

Ia juga menyebutkan ada beberapa faktor penyebab hal ini terjadi, seperti berikut.

  • Ahli fungsi lahan
  • Perubahan iklim
  • Penggunaan pestisida
  • Penggunaan pupuk sintetis
  • Adanya faktor biologis (patogen dan spesies invasif)

Perkiraan terjadinya penurunan populasi serangga di Indonesia ini, kata Peggie bisa terlihat dari jumlah spesies serangga yang saat ini sangat sulit untuk ditemukan.

Ilustrasi serangga terancam punahPhoto by and (c)2007 Derek Ramsey (Ram-Man) Ilustrasi serangga terancam punah

Baca juga: Kepunahan Serangga Liar Bahayakan Pasokan Pangan Dunia, Kok Bisa?

Keberadaan serangga kupu-kupu

Peggie mencontohkan pengurangan serangga dapat terlihat dari salah satu jenis serangga terbang yaitu kupu-kupu.

Seperti kupu-kupu Graphium codrus yang tidak termasuk dalam kategori langka atau tidak terancam punah dan bukan endemik Indonesia.

"Namun, dengan status bukan endemik, bukan langka dan tidak terancam punah ini pun ternyata spesimen Graphium codrus di MZB hanya ada 21 spesimen darii empat sub-spesies," ujar dia.

Graphium codrus, salah satu spesies kupu-kupu yang dimiliki Indonesia. Foto kupu-kupu ini diambil di Tomohon, Sulawesi Utara.WIKIMEDIA COMMONS/A.S.Kono Graphium codrus, salah satu spesies kupu-kupu yang dimiliki Indonesia. Foto kupu-kupu ini diambil di Tomohon, Sulawesi Utara.

Kondisi ini, kata Peggie menunjukkan bahwa menemukan kupu-kupu yang tidak langka pun sudah cukup sulit. Apalagi mendata dan memperoleh spesies yang tergolong endemik dan langka seperti Ornithoptera croesus yang merupakan spesies endemik di Maluku Utara.

Ornithoptera croesus ini juga baru dimasukkan dalam daftar spesies dilindungi di Indonesia pada tahun 2018.

Diharapkan ada kontribusi masyarakat

Dalam upaya mempertahankan dan juga menjaga agar tidak terjadi penurunan populasi serangga secara drastis di Indonesia, LIPI dan Kehati terus melakukan pendataan.

Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cahyo Rahmadi menyatakan bahwa pendataan serangga adalah upaya LIPI untuk melengkapi data kehati.

Baca juga: Setelah 150 Tahun, Kupu-kupu Inggris ini Kembali dari Kepunahan

Data ini akan menjadi salah satu dasar untuk menyatakan status kepunahan. Negara maju sudah memiliki perbandingan data serangga dari tahun ke tahun. Sedangkan di Indonesia baru sebatas memiliki koleksi spesimen.

"Inilah yang dianggap sebagai kondisi kritis eksistensi serangga,” kata Cahyo.

Cahyo menjelaskan, status hewan yang tidak langka dan belum masuk daftar merah belum tentu aman, karena masih sedikit orang yang memperhatikan serangga.

Baca juga: Serangga Diambang Punah, Apa Dampaknya bagi Manusia?

“Diperlukan perubahan perilaku masyarakat untuk menghargai keberadaan makhluk kecil tersebut,” tutur Cahyo.

Agar pendataan ini bisa dilakukan dengan cepat, LIPI juga membuka kesempatan kepada masyarakat untuk berkontribusi spesies yang telah ditemukan.

"Masyarakat dapat mengirimkan koleksi dalam bentuk foto spesies dengan melengkapi data tempat dan waktu ditemukan. Koleksi tersebut dapat menjadi data observasi, salah satunya dalam InaBIF," jelas Peggie.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com