Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/05/2020, 17:28 WIB
Ellyvon Pranita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 belum berakhir, bahkan puncak pandemi pun masih menjadi perdebatan. Beberapa negara sudah menjalankan normal baru atau new normal, bagaimana cara hidup berdampingan dengan Covid-19.

Di Indonesia, new normal tengah diperbincangkan selama beberapa minggu belakangan. New normal segera dilakukan dengan protokol pada masing-masing aspek. Dalam sebuah timeline yang masih dirancang dan telah beredar luas, penerapan new normal ini kemungkinan besar akan dimulai pada awal Juni.

Apakah awal Juli dirasa terlalu cepat untuk implementasi new normal?

Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan bahwa cepat atau tidaknya new normal diberlakukan tergantung pada evaluasi.

"Kita belum evaluasi (kasus Covid-19 akhir-akhir ini). Jadi, kita tidak bisa berkata ini terlalu cepat atau tidak," kata Pandu kepada Kompas.com, Rabu (27/5/2020).

Baca juga: New Normal, Disambut Pengusaha tapi Dipertanyakan Pakar Epidemiologi

Pandu berkata, saat ini pemerintah sedang mengatur atau menyusun aturan-aturan yang bisa diberlakukan saat kondisi memungkinkan untuk membuka semua sarana publik dalam berbagai sektor.

Oleh sebab itu ia tidak mempermasalahkan jika pemerintah melakukan persiapan, pembuatan regulasi, juga timeline rencana.

Hanya saja, satu hal yang ditegaskan Pandu adalah pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan dibukanya sarana publik dalam berbagai sektor. Hal ini menurutnya perlu mempertimbangkan hasil evaluasi epidemiologi jumlah kasus yang ada.

"Bukan berarti kalau disusun sekarang, diimplementasikan besok (paska pandemi usai). Tetapi kita persiapkan," ujar dia.

Baca juga: Persiapan Mental untuk Hadapi New Normal, Ini yang Harus Dilakukan

Persiapan tersebut, lanjut Pandu, tidak bisa diterapkan dalam level yang sama untuk seluruh wilayah Indonesia. Penerapan secara bertahap bisa dilakukan, tergantung wilayah mana saja yang memang sudah dan belum bisa dilonggarkan PSBB-nya.

"Kalau Surabaya belum bisa. Kalau Jakarta belum tahu hasil evaluasi nanti bisa nggak. Kalau sekarang bikin ancang-ancang ya gak apa-apa," tuturnya.

Rencana memang perlu disusun untuk menyiapkan situasi atau kondisi sistem kerja dan lain sebagainya bersamaan dengan pandemi Covid-19 yang masih belum usai, dan pembuatan regulasi yang tegas hingga konsistensi implementasinya nanti memang harus dipersiapkan dengan baik.

Ilustrasi new normal. SHUTTERSTOCK/NATTAKORN_MANEERAT Ilustrasi new normal.

Hal serupa diungkapkan oleh Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Dr Panji Hadisoemarto MPH.

Mengenai keputusan membuka ruang publik untuk masuk dalam kondisi new normal, Panji menuturkan bahwa hal tersebut harus dilakukan dengan pertimbangan matang yang memperhatikan risiko penularan Covid-19.

"Menurut saya, kapannya (new normal diberlakukan) harus diputuskan setelah, bukan sebelum asesmen risikonya selesai," ujar dia.

Baca juga: Indonesia Menuju New Normal Corona, Ini Protokol Kesehatan Covid-19 yang Harus Dilakukan

Menurut Panji, keadaan new normal tidak bisa diberlakukan untuk keseluruhan wilayah Indonesia.

"Jadi, kota mana yang masuk new normal di bulan Juni? Tidak bisa bilang Indonesia mau masuk new normal bulan Juni, terlalu heterogen," kata dia saat dihubungi terpisah.

Keputusan harus mempertimbangkan data yang ada di setiap daerah, dengan kondisi dan keadaan yang berbeda-beda.

"Serta, persyaratan pelonggaran dan pembukaan ruang publik telah disetujui berdasarkan perhitungan epidemiologi," tambah Panji.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com