Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/05/2020, 17:35 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Di tengah pandemi Covid-19, banyak teori konspirasi terkait virus corona. Hal ini tentu saja menjadi ancaman serius terhadap langkah dunia menangani penyebaran Covid-19.

Salah satu teori konspirasi yang tengah menjadi sorotan saat ini datang dari seorang ilmuwan bernama dr Judy Mikovits (62).

Nama Judy Mikovits ramai diperbincangkan setelah dia mengunggah video bernuansa film dokumenter berjudul 'Plandemic' di YouTube, awal Mei lalu.

Dalam video berdurasi 26 menit, wanita itu menegaskan bahwa pandemi corona merupakan sesuatu yang dibuat perusahaan farmasi besar.

Baca juga: 5 Langkah Mengatasi Gangguan Psikologis Akibat Pandemi Corona

Mulai dari Bill Gates dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dituduh sebagai dalang penyebaran Covid-19. Tak hanya itu, wanita ini pun mengatakan bahwa masker dapat membuat orang lebih sakit dan membahayakan.

Mikovits pun menyeret nama dr Anthony Fauci, yang merupakan Kepala Gugus Tugas Covid-19 AS dan Ketua Institut Nasional untuk Alergi dan Penyakit Menular (NIAID) AS, telah menghentikan penelitian vaksin corona.

Hal ini dikatakan Mikovits dapat melemahkan sistem imun sehingga membuat manusia lebih rentan terinfeksi SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.

Dilansir New York Times, Sabtu (9/5/2020), argumen Mikovits langsung disambut baik oleh para kelompok anti-vaksin, kelompok konspirasi QAnon dan aktivis dari gerakan Reopen America.

Tak cuma menyampaikan argumen lewat YouTube, Mikovits juga meluncurkan buku berjudul 'Plague of Corruption' pada April.

Dalam beberapa minggu terakhir, Mikovits diundang sebagai narasumber berbagai media sosial dan televisi AS.

Kemunculan dr Mikovits adalah twist terbaru dalam perang disinformasi virus, yang terus bertambah sejak pandemi global.

"Para ahli teori konspirasi menyusun pseudosain (pengetahuan atau keyakinan yang diklaim sebagai ilmiah, tetapi tidak mengikuti metode ilmiah, red) yang dideskritkan sebagai tandingan keilmuwan nyata," kata Renee DiResta, seorang peneliti disinformasi di Stanford Internet Observatory.

 

Judy Mikovits di Institut Whittemore Peterson untuk Penyakit Neuro-Kekebalan pada tahun 2011, tahun ia dipecat di sana.David Calvert / Associated Press Judy Mikovits di Institut Whittemore Peterson untuk Penyakit Neuro-Kekebalan pada tahun 2011, tahun ia dipecat di sana.

Berkaitan dengan hal ini, Mikovits tak memberikan tanggapan atau komentar.

Mikovits merupakan seorang ilmuwan yang memperoleh gelar PhD dalam bidang biokimia dan biologi molekuler dari George Washington University pada 1991.

Kemunculan Mikovits di internet bisa disebut tiba-tiba. Menurut data Zignal Labs, Mikovits jarang disebut di platform media sosial sejak Februari 2020.

Namun pada bulan April, setidaknya ada 800-an orang yang menyebutkan namanya di sosial media setiap hari.

Baca juga: Ahli Peringatkan Teori Konspirasi Medis Bisa Perburuk Pandemi Corona

Hal itu terjadi setelah Darla Shine mempromosikan bukunya dalam sebuah tweet. Darla Shine merupakan mantan eksekutif Fox News dan mantan pembantu utama Trump. Sejak saat itu, Mikovits banyak diperbincangkan dan muncul di berbagai media.

Kemunculannya dalam video 'Plandemic' pun membuat namanya semakin terkenal.

Beruntung, Facebook dan YouTube telah menghapus konten 'Plandemic' karena video di dalamnya menyebarkan informasi bohong dan tidak akurat terkait Covid-19 yang justru bisa membahayakan masyarkaat.

Mikovits sendiri terus menyerang dr Fauci sejak 2018, tapi tak pernah mendapat respons publik. Baru sekarang saat pandemi terjadi, dia berhasil menjadi pusat perhatian.

Entah apa yang membuat Mikovits sangat suka mengusik Fauci.

 

Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS, Anthony Fauci, ketika memberikan keterangan pers mengenai perkembangan kebijakan pemerintah soal virus corona dengan Presiden Donald Trump berdiri di sampingnya pada 13 April 2020.REUTERS/LEAH MILLIS Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS, Anthony Fauci, ketika memberikan keterangan pers mengenai perkembangan kebijakan pemerintah soal virus corona dengan Presiden Donald Trump berdiri di sampingnya pada 13 April 2020.

Pekan lalu dalam sebuah pernyataan di situs web cek fakta Snopes, dr. Fauci menyangkal pernah mengancam Mikovits.

"Aku tidak tahu apa yang dia bicarakan," tulis Fauci.

Baca juga: Ini Alasan Mengapa Orang Percaya pada Teori Konspirasi Virus Corona

National Cancer Institute (NCI) merujuk penyelidikan tentang klaim Mikovits kepada National Institutes of Health, lembaga yang mengawasi penelitian dan pelatihan kanker NCI.

Fauci bergabung dengan National Institutes of Health (NIH) sebagai rekanan klinis pada tahun 1968, dan diangkat sebagai direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular di NIH pada 1984.

"Institut Kesehatan Nasional dan Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIH dan NIAID) fokus pada penelitian kritis yang bertujuan mengakhiri pandemi Covid-19 dan mencegah kematian lebih lanjut. Kami tidak goyah dalam taktik beberapa orang yang berusaha menggagalkan upaya kami," tulis agensi dalam keterangannya.

Di mata para ilmuwan, kredibilitas Mikovits tak lagi bisa dipercaya.

Ini bermula pada 2009, ketika penelitiannya yang terbit di jurnal Science ditarik. Saat itu, Mikovits mengklaim bahwa retrovirus tikus menyebabkan sindrom kelelahan kronis.

Tulisan Mikovits ini memunculkan kontroversi di kalangan ilmuwan. Mikovits juag kehilangan pekerjaan di Institute Whittemore Peterson (WPI) sebagai direktur penelitian karenanya.

Baca juga: Dari Senjata Biologis hingga 5G, Ini Teori Konspirasi Sesat tentang Corona

Beberapa bulan setelah itu, Mikovits dipenjara lantaran menyebarkan dokumen rahasia milik perusahaan tempatnya bekerja. Hukuman ini tidak berlangsung lama karena alasan kesalahan teknis.

Sejak saat itu, Mikovits terus menebar teori konspirasi, termasuk soal Covid-19. Buku 'Plague of Corruption' laku keras di pasaran AS.

Menurut dr Peter J. Hotez, dekan Fakultas Kedokteran Tropis di Baylor College of Medicine mengatakan popularitas Mikovits menggambarkan bagaimana pergerakan kelompok anti-vaksinasi dengan virus corona.

"Kelompok anti-vaksinasi telah menyejajarkan diri dengan kelompok sayap kanan. Senjata mereka (menyebarkan informasi) lewat YouTube, Facebook, dan Amazon," kata dr. Hotez.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com