Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Cara Tahan Laju Covid-19 Saat Indonesia Mustahil 10.000 Tes RT-PCR Per Hari

Kompas.com - 30/04/2020, 07:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Teguh Haryo Sasongko

MESKI pemerintah Indonesia bertekad meningkatkan kapasitas tes reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) untuk mendeteksi virus penyebab Covid-19 hingga 10.000 spesimen per hari–lebih dari tiga kali lipat dari kapasitas saat ini-target ini besar kemungkinan sulit dicapai dalam waktu dekat.

Kalau pun tercapai, jumlah tersebut masih tidak mencukupi untuk mendeteksi keseluruhan kasus.

Walaupun tes RT-PCR tetap harus dilaksanakan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki untuk mendeteksi kasus positif, pemerintah perlu segera menetapkan kebijakan karantina terfokus, masif, dan terpusat yang secara realistis dapat menahan laju pertambahan kasus baru dan meluasnya daerah merah Covid-19.

Tes RT-PCR, satu-satunya tes paling akurat untuk mendeteksi coronavirus dan direkomendasikan oleh WHO, dilakukan untuk mengidentifikasi dan memisahkan orang-orang yang positif Covid-19 dari masyarakat luas serta memberi gambaran epidemiologis kejadian wabah sehingga dapat ditentukan strategi yang tepat untuk menghentikannya.

Staf Khusus Menteri Kesehatan, Alex K. Ginting, menyatakan mustahil mengetes 10.000 spesimen sehari saat ini karena terbatasnya reagen (cairan pereaksi kimia yang digunakan untuk mendeteksi virus) dan tenaga terlatih di laboratorium.

Hitungan saya juga menunjukkan tes sebanyak itu tidak mungkin dicapai dalam waktu dekat walau melibatkan semua laboratorium yang telah ditunjuk di Indonesia. Namun demikian, tetap dibutuhkan lebih banyak lagi tes RT-PCR untuk memberi keyakinan bahwa semua yang positif Covid-19 di tengah masyarakat memang telah terdeteksi.

Kebijakan karantina saat ini

Kebijakan Gugus Tugas Covid-19 saat ini adalah melakukan tes RT-PCR bagi orang-orang yang dinyatakan positif maupun negatif oleh tes cepat antibodi alias rapid test (RT) dari tiga kelompok: OTG (orang tanpa gejala), ODP (orang dalam pemantauan), dan PDP (pasien dalam pengawasan).

Mereka dikenakan aturan karantina mandiri (untuk OTG) dan isolasi diri (untuk ODP dan PDP) baik dengan hasil positif (+RT) maupun negatif (-RT) tes cepat antibodi (RT), bukan berdasarkan RT-PCR.

Tidak begitu jelas peran RT-PCR dalam tata laksana pencegahan penyebaran Covid-19 selain menempatkan pasien positif bergejala sedang dan berat ke rumah sakit darurat Covid-19 dan RS Rujukan. Pasien-pasien yang terdeteksi positif Covid-19 melalui RT-PCR dengan gejala ringan dan tanpa gejala tetap diminta kembali ke rumah untuk isolasi diri.

Artinya, belum ada kebijakan yang benar-benar memisahkan orang-orang dengan risiko infeksi dari masyarakat luas. Sementara itu, karena kapasitasnya terbatas, fungsi tes RT-PCR menjadi tidak memadai dalam memberi gambaran epidemiologis yang akurat untuk menentukan strategi penghentian wabah serta memisahkan kasus positif dari masyarakat luas.

Saat ini karantina mandiri dan isolasi diri dilakukan di rumah masing-masing. Pada karantina mandiri, pasien dikarantina bersama orang lain yang tinggal satu rumah (terpisah dari masyarakat). Pada isolasi diri, pasien dikarantina di ruang khusus terpisah dari anggota keluarga lainnya.

Masalahnya per 29 April terdapat lebih dari 213.000 ODP dan 20.000 PDP, jauh lebih banyak dibanding kasus positif dari tes RT-PCR yang mencapai sekitar 9.500. Secara nasional, belum ada data OTG dan orang +RT (tes cepat positif).

Dengan ratusan ribu orang dalam semua kategori ini dan rendahnya kapasitas tes RT-PCR saat ini dapat dibayangkan panjangnya antrean tes hingga didapatkan konfirmasi diagnosis.

Sementara itu, tanpa aturan hukum yang tegas karantina mandiri dan isolasi diri ternyata tidak secara penuh dipatuhi, sehingga tidak akan mampu mencegah penyebaran infeksi secara efektif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com