Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polusi Udara Lebih Mengancam Dunia Dibanding Corona, Ini Alasannya

Kompas.com - 04/03/2020, 11:04 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

Polusi akibat urbanisasi kota yang sangat cepat layaknya juga terjadi di wilayah Asia Tenggara.

Namun, dengan meningkatnya jumlah warga dunia dan LSM membuat terjadinya penyebaran sensor kualitas udara yang murah untuk mengisi kesenjangan data di kawasan tersebut.

Upaya itu berdampak positif karena data kualitas udara publik kini tersedia untuk pertama kalinya di Angola, Bahama, Kamboja, Kongo, Mesir, Ghana, Latvia, Nigeria dan Suriah.

4. Perubahan iklim

Data kualitas udara 2019 menunjukkan indikasi yang jelas bahwa perubahan iklim dapat secara langsung meningkatkan risiko paparan polusi udara, melalui peningkatan frekuensi dan intensitas kebakaran hutan dan badai pasir.

Demikian pula yang terjadi di banyak wilayah ketika peningkatan polutan PM2.5 dan gas rumah kaca yang terkait dengan perubahan iklim beberapa di antaranya disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, seperti batubara.

Baca juga: Apa Saja yang Harus Diketahui Ibu Hamil Soal Virus Corona?

Aksi cepat atasi persoalan polusi

Meskipun telah ada beberapa inovasi infrastruktur dalam pemantauan kualitas udara secara global, akan tetapi di sisi lain masih ada jurang yang besar dalam akses tentang data polusi udara di seluruh dunia.

Dikatakan Hammes, diperlukan aksi yang cepat untuk mengatasi sumber-sumber emisi ini, serta untuk melindungi kesehatan masyarakat dan ekosistem.

"Sementara pemantauan kualitas udara meningkat, kurangnya data kualitas udara di sebagian besar dunia menimbulkan masalah serius, karena apa yang tidak diukur tidak dapat dikelola," ujar dia.

Hammes juga menambahkan, daerah-daerah yang kekurangan informasi kualitas udara diperkirakan menjadi daerah dengan polusi udara paling parah di dunia, yang artinya dapat menempatkan populasi besar di satu wilayah dalam keadaan berbahaya.

Seperti Afrika, benua dengan 1,3 miliar orang tersebut, saat ini hanya memiliki kurang dari 100 stasiun pemantauan yang membuat data PM 2.5 bisa diakses publik dalam waktu nyata.

“Lebih banyak data kualitas udara dalam waktu nyata dapat memicu warga dan pemerintah membuat keputusan yang lebih baik, yang nantinya mampu meningkatkan kehidupan jutaan orang hingga beberapa dekade ke depan,” tutur Hammes.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com