Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Lebih Enak Makan Saat Makanan Hangat?

KOMPAS.com - Saat rasa lapar melanda di malam hari yang dingin, salah satu pilihan makanan yang mungkin Anda inginkan adalah semangkuk sup hangat.

Namun, tiba-tiba saat hidangan sudah tersaji, Anda harus menerima telepon penting untuk beberapa menit. Sup hangat di depan pun menjadi dingin dan rasanya tidak senikmat saat masih hangat.

Pernahkah terpikir mengapa bisa begitu?

Evolusi cara makan

Dikutip dari Science ABC, manusia berevolusi untuk lebih memilih makanan panas daripada makanan dingin.

Evolusi itu terjadi karena merupakan keuntungan evolusioner yang menghemat waktu untuk hal-hal yang lebih penting, memungkinkan kita memperoleh lebih banyak energi dan nutrisi, dan melindungi kita dari penyakit.

Beberapa juta tahun yang lalu, sebelum menemukan api, satu-satunya makanan yang tersedia tentu makanan dingin, sama seperti hewan lainnya di planet ini.

Mengonsumsi makanan mentah juga satu-satunya pilihan.

Namun, sekitar 2 juta tahun yang lalu, Homo erectus membuat penemuan ajaib, yaitu api dan segala sesuatu dalam lintasan evolusi kita berubah.

Spesies hominid awal pun menyalakan api untuk memasak makanan, mengusir predator, memastikan tidur malam yang nyenyak, dan mendorong perkembangan awal otak yang mengesankan.

Pada dasarnya, dibutuhkan lebih banyak kerja keras bagi tubuh untuk mencerna makanan dingin karena produksinya hanya bergantung pada air liur dan cairan lambung.

Makanan panas pada dasarnya sudah dicerna sebelumnya karena reaksi api eksotermik.

Produksi panas, dan penerapannya pada makanan, menyebabkan reaksi kimia dan perubahan pada makanan, mengubah sifat dasar daging, biji-bijian, dan sayuran agar lebih mudah dicerna.

Dengan memanaskan makanan, kita meningkatkan ketersediaan kalori dalam makanan, yang merupakan sumber energi kita.

Penelitian telah menunjukkan bahwa manusia dapat memperoleh sekitar 30% lebih banyak energi dari gandum dan biji-bijian yang dimasak dan 90% lebih banyak dari kacang-kacangan dan pati yang dimasak karena saluran pencernaan kita dapat segera mulai menyedot kalori dan nutrisi dari makanan yang dimasak tersebut.

Selain lebih mudah dicerna, memasak makanan dapat menghilangkan lebih banyak penyakit yang ditularkan melalui makanan.

Memasak makanan juga lebih menyenangkan bagi indra kita. Saat memanaskan makanan, molekul-molekulnya menjadi lebih mudah menguap, terbang keluar dari makanan dalam bentuk aroma.

Oleh karena itu, indera penciuman kita telah berevolusi untuk mendorong mengonsumsi makanan yang rasanya lebih enak saat dimasak.

Namun, hal tersebut belum sepenuhnya menjelaskan mengapa makanan yang dimasak cederung lebih enak dibandingkan makanan dingin.

Lidah yang berbakat

Rata-rata terdapat lebih dari 10.000 pengecap di lidah manusia, dan setiap kuncup terdiri dari 50 hingga 100 sel, yang semuanya dapat mendeteksi setiap jenis rasa—asin, asam, manis, pahit, dan umami.

Ternyata saluran kecil di indra pengecap kita, yang mengirimkan sinyal listrik ke otak terkait rasa, cenderung berfungsi pada tingkat yang lebih tinggi ketika suhu panas.

Makanan dan cairan memiliki rasa astringen, umami, asam, dan manis yang lebih kuat di mulut kita saat hangat, yang dapat bekerja dua arah.

Tentu saja makanan panas tidak selalu berarti lebih enak, tetapi profil rasa tertentu akan lebih pekat saat makanan panas.

Memahami lebih lanjut tentang keseimbangan dan proses persepsi rasa ini membantu para ilmuwan makanan mengembangkan metode baru untuk meniru rasa dan berpotensi meningkatkan kesehatan asupan makanan.

https://www.kompas.com/sains/read/2024/01/19/080000823/mengapa-lebih-enak-makan-saat-makanan-hangat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke