Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Stop Pengelolaan Sampah Sistem "Open Dumping"

Oleh: Sumaryati

SUDAH diprediksi bahwa tahun ini akan terjadi fenomena global El Nino dengan dampak Indonesia mengalami musim kering yang panjang.

Adanya prediksi tersebut, maka dipersiapkan penanggulangan bencana yang berpotensi muncul meliputi krisis air bersih dan pangan, serta kebakaran lahan dan hutan.

Namun tidak disangka, musim kemarau panjang tahun ini menyebabkan bencana kebakaran TPA (Tempat Pemrosesan Akhir), yang berdampak pada kesehatan tidak kalah dibanding dengan kebakaran lahan dan hutan.

Kebakaran sampah muncul karena pengelolaan sampah masih menerapkan sistem open dumping, pengelolaan sampah paling sederhana dan berbiaya murah, namun ada risiko yang jauh lebih mahal yang harus dibayar.

Tahun 2023 dengan fenomena El nino ini, dapat dikatakan tahun kebakaran sampah di Indonesia.

Setidaknya tercatat ada enam lokasi TPA yang mengalami kebakaran, yaitu: TPA Sarimukti Bandung, TPA Sukawinatan Palembang, TPA Suwung Denpasar, TPA Rawa Kucing Tangerang, TPA Cikundul Sukabumi, dan TPS Limo Depok.

Kebakaran ada yang bisa dipadamkan dalam waktu sehari, seperti TPA Cikundul dan TPS Limo, tetapi ada yang waktu lebih dari satu bulan api masih muncul, seperti di Sari Mukti dan Sukawinatan.

Kebakaran dapat terjadi karena ada tiga faktor, yaitu pemicu kebakaran, bahan bakar, dan ketersediaan oksigen.

Pemicu kebakaran bisa dari faktor manusia yang sengaja membakar atau sekedar membuang puntung rokok yang masih menyala.

Faktor alami juga bisa terjadi karena adanya gesekan material sampah padat yang terbawa angin kencang atau longsor yang menimbulkan percikan api.

Proses pembusukan sampah organik menghasilkan gas metana yang dengan percikan api kecil dapat terbakar ditambah dengan sampah yang mengering pada musim kemarau yang panjang menjadikan proses kebakaran sampah di TPA membesar.

Pasokan oksigen tentu tersedia di alam terbuka, hanya karena sampah berupa tumpukan, jadi proses pembakaran sampah pada lapisan bahwa seperti kejadian kebakaran di lahan gambut, banyak menghasilka asap karena pasokan oksigen yang kurang dan sulit dipadamkan karena sumber api yang tependam.

Kebakaran sampah lebih bahaya dari pada kebakaran pada lahan gambut, karena sebagian sampah di TPA berupa plastik.

Kebakaran pada kedua tempat ini sangat banyak menghasilkan asap yang menyesakkan pernafasan karena kandungan polutan yang tinggi.

Pembakaran plastik, selain menghasilkan partikel, CO, CO2, metana sebagaimana kebakaran lahan gambut, kebakaran sampah plastik banyak menghasilkan hidrokarbon selain metana yang termasuk dalam kelompok VOCs berdampak buruk bagi kesehatan.

Sebagian dari senyawa VOCs termasuk polutan yang bersifat karsinogenik, terratogenik, mutagenik, dan imunotoksik.

Selain risiko kebakaran, sistem pengelolaan sampah sistem open dumping menghasilkan limbah cair (lindi) yang mencemari tanah dan menghasilkan bau yang tidak sedap. Tumpukan sampah juga menjadi habitat bagi hama penyakit seperti kecoa, lalat, dan tikus.

Selain itu, kesan kumuh TPA open dumping mengganggu estetika tata ruang wilayah. Oleh karena itu tak heran jika TPA open dumping berada pada daerah yang jarang penduduk, sehingga tidak mendapatkan penolakan dari warga.

Kebakaran sampah di TPA menimbulkan darurat sampah, banyak penumpukkan sampah di kota dengan air lindi dan bau yang menyengat, dan karena tidak bisa membuang sampah sebagian warga melakukan pembakaran sampah yang menambah kotor udara.

Darurat sampah merupakan masalah yang serius untuk diselesaikan. Sudah saatnya pengelolaan sampah yang ramah lingkungan diwujudkan dengan nyata.

Pengelolaan sampah dapat menerapkan ”polutter pays principle” yang berarti keterlibatakan masyarakat lebih ditingkatkan. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah harus mendapat pembinaan dan pengawasan dari pemerintah baik Pemprov atau Pemkab/Pemkot.

Jika tanpa pembinaan dan pengawasan, maka akan terjadi pembakaran sampah dalam skala kecil pada banyak lokasi karena pembakaran merupakan langkah termudah dan termurah.

Peran masyarakat dalam pengeloaan sampah sebagai penerapan polutter pays principle dapat dilakukan dalam skala rumah tangga ataupun melibatkan organisasi kemasyarakatan seperti PKK dan Karang Taruna, dengan berbagai cara antara lain:

Pemerintah harus menghentikan praktik pengeloaan sampah dengan sistem open dumping, dan beralih pada pengeloaan sampah yang ramah lingkungan dan estetik yang tidak menimbulkan pencemaran udara, air, dan tanah.

Hilangkan kesan kumuh, bau dan sarang penyakit pada tempat pengelolaan sampah. Sistem open dumping dengan segala resikonya segera ditinggalkan dan beralih pada sistem sanitary landfilling dan pembakaran dengan sistem incinerator bukan pembakaran terbuka.

Tidak dipungkiri bahwa pengelolaan sampah ini memerlukan investasi besar pada tahap awalnya, tetapi hasil yang sangat besar akan diperoleh ketika program telah berjalan.

Selain tetap terjaganya kondisi lingkungan yang sehat baik lingkungan tanah, air, dan udara dalam proses pengelolaan sampah ini dihasilakan energi berupa gas metan yang dihasilkan dari sistem sanitary landfilling maupun energi panas dari proses pembakaran dalam incinerator serta material padat sisa pembakaran.

Kejadian kebakaran sampah yang hampir serentak di beberapa TPA, menimbulkan darurat sampah di beberapa wilayah.

Ada hikmah dibalik musibah ini. Kepedulian masyarakat akan pengelolaan sampah muncul. Masyarakat sudah bersedia memilah sampah, yang warga dengan iuran seadanya dengan bebas bisa membuang semua sampah rumah tangganya.

Darurat sampah ini juga melahirkan kelompok masyarakat yang mengolah sampah dalan skala kecil.

Kepedulian masyarakat yang sudah muncul akibat darurat sampah ini merupakan momen yang tepat bagi pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga yang ramah lingkungan.

Dimulai dari pemilahan sampah dari rumah untuk menentukan pengelolannya, sampah yang masih bisa didaur ulang, sampah organik yang bisa dijadikan kompos atau media magot, atau memang sampah yang hanya bisa dibakar untuk pengolahannya.

Dukung kelompok yang terlibat dalam pengolahan sampah dengan ramah lingkungan, dan sebaliknya kenakan retribusi yang memadai untuk masyarakat yang tidak bisa mengolah sampahnya sendiri.

Sumaryati
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer - BRIN

https://www.kompas.com/sains/read/2023/12/27/183500323/stop-pengelolaan-sampah-sistem-open-dumping-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke