Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jumlah Perokok Anak Masih Banyak, Kemenkes Desak Revisi PP Tembakau

KOMPAS.com - Kasus prevalensi perokok anak di Indonesia masih belum juga turun secara signifikan. Hal ini membuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendesak adanya revisi Peraturan Pemerintah (PP) mengenai tembakau.

Wakil Menteri Kesehatan, dr Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, revisi PP tembakau ini perlu dilakukan karena tingginya prevalensi perokok pemula akan menghasilkan generasi muda yang tidak unggul.

“Perlu adanya penyempurnaan perlindungan terhadap generasi muda dan anak-anak dari bahaya merokok,” kata Dante sepert dikutip Kompas.com dalam laman resmi Sehat Negeriku Kemenkes, Jumat (29/7/2022).

Dante menyampaikan desakan untuk merevisi PP Tembakau ini dalam rapat tindak lanjut uji publik perubahan PP 109/2012 di Jakarta, Jumat (29/7/2022).

Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan perlu direvisi, karena PP tersebut dianggap belum cukup efektif menurunkan perokok anak.

PP 109/2012 dipandang tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman, terlebih dengan semakin maraknya iklan, promosi, dan sponsor produk rokok di berbagai media. Bentuk-bentuk rokok lain seperti rokok elektrik juga belum diatur dalam PP tersebut.

Kemenkes mendesak perubahan PP 109/2012 terutama mencakup beberapa poin penting sebagai berikut:
- Ukuran pesan bergambar pada kemasan rokok diperbesar
- Penggunaan rokok elektrik diatur
- Iklan promosi juga perlu diatur
- Sponsorship terakit rokok perlu diperketat
- Penjualan rokok batangan dilarang
- Pengawasan perlu ditingkatkan

Desakan revisi PP 109/2012 ini juga perlu dilakukan untuk menghindari kerugian besar negara atas perilaku penggunaan tembakau ataupun merokok ini.

Berdasarkan estimasi dari Bappenas, peningkatan prevalensi perokok pemula khususnya anak-anak dan usia remaja akan terus mengalami kenaikan apabila tidak ada kebijakan komprehensif untuk menekan angka prevalensi.

Di Indonesia saat ini, kematian karena 33 penyakit yang berkaitan dengan perilaku merokok mencapai 230.862 pada tahun 2015, dengan total kerugian mencapai Rp 596,61 triliun.

Tembakau juga membunuh 290.000 orang setiap tahunnya di Indonesia dan merupakan penyebab kematian terbesar akibat penyakit tidak menular.

Prevalensi perokok anak di Indonesia

Dilaporkan oleh Kemenkes, saat ini penjualan rokok masih terus meningkat, begitu pun dengan jumlah konsumsi rokok, perokok anak, dan kematian akibat merokok juga kian meningkat.

Penjualan rokok pada tahun 2021 meningkat 7,2 persen dari tahun 2020, yakni dari 276,2 miliar batang menjadi 296,2 miliar batang dengan adanya 70,2 juta orang dewasa ditemukan merokok.

Penggunaan rokok elektrik juga meningkat 10 kali lipat dari 0,3 persen di tahun 2011 menjadi 3 persen di tahun 2021.

Hal yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah jumlah perokok anak di Indonesia juga ikut meningkat.

Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), dan Sentra Informasi Keracunan Nasional (Sikernas) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM); ada 3 dari 4 orang yang mulai merokok di usia kurang dari 20 tahun.

Prevalensi perokok anak juga diketahui terus naik setiap tahunnya. Pada tahun 2013, prevalensi perokok anak mencapai 7,20 persen, yang naik menjadi 8,80 persen tahun 2016. Kemudian pada tahun 2018, jumlah perokok anak di Indonesia naik lagi menjadi 9,10 persen dan 10,70 persen pada tahun 2019.

Diperkirakan bahwa jika tidak dikendalikan segera, maka prevalensi perokok anak akan meningkat hingga 16 persen di tahun 2030.

Lalu, berdasarkan data Susenas KOR Badan Pusat Statistik 2020, presentase anak usia 5-17 tahun yang merokok dan batang rokok yang dihisap per minggu di perdesaan tidak jauh berbeda dengan di perkotaan.

Untuk anak-anak di daerah perkotaan, sekitar 29 persen dari mereka mengisap sekitar 30-59 batang rokok perminggu, dan ada sekitar 24 persen yang mengisap rokok lebih dari 60 batang per minggu. Hanya sekitar 10 persen saja anak-anak di daerah perkotaan yang mengisap rokok sekitar 1-6 batang per minggu.

Sementara itu, untuk anak-anak di daerah perdesaan, ada sekitar 38 persen anak-anak yang mengisap lebih dari 60 batang rokok per minggu, dan 26 persen anak mengisap 30-59 batang rokok per minggu. Hanya sekitar 3 persen saja anak-anak di daerah perdesaan yang mengisap batang rokok sekitar 1-6 batang per minggunya.

CFW potret perokok anak di Indonesia

Perokok pemula, terutama anak-anak di bawah usia 18 tahun, memang kian marak ditemukan di sekitar kita.

Di area Citayam Fashion Week (CFW), Dukuh Atas, Jakarta Selatan yang sempat ramai beberapa waktu lalu misalnya; Kompas.com menjumpai dan berbicang dengan beberapa anak yang merokok.

Sesuai temuan Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI); anak-anak tersebut mengaku telah merokok sejak usia dini dan lebih memilih merokok elektrik atau vape daripada konvensional atau kretek.

Sebagian alasan anak-anak lebih banyak memakai rokok elektrik atau vape adalah karena mudah dibawa kemana-mana, memiliki ragam rasa yang enak, dan dianggap tidak berbahaya seperti rokok konvensional biasa atau kretek.

Padahal para ahli telah menemukan banyak bukti ilmiah bahwa rokok elektrik memiliki bahaya yang sama dengan rokok konvensional biasa.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/08/10/183000923/jumlah-perokok-anak-masih-banyak-kemenkes-desak-revisi-pp-tembakau

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke