Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

87,52 Persen Sampah Plastik Fleksibel di Jakarta yang Masih Berakhir di TPA

KOMPAS.com - Setidaknya ada 87,52 persen atau 244,72 ton per hari timbulan sampah plastik fleksibel di wilayah DKI Jakarta, yang masih berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Hal itu didapatkan dari hasil riset PT Waste4Change Alam Indonesia atau Waste4Change.

"Sisanya hanya 2,99 persen plastik fleksibel yang didaur ulang, 0,78 persen diproses di PLTSa, dan 8,72 persen tidak terkelola,” ujar Anissa Ratna Putri, Consulting Manager Waste4Change dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (18/7/2022).

Pihaknya menyebut, ada empat jenis plastik fleksibel yang dibahas dalam riset Waste4Change Insight: Alur Material Sampah Fleksibel di DKI Jakarta yaitu monolayer, gabungan multilayer plastik dan logam, multilayer plastik dan plastik, serta multilayer plastik dan kertas.

Sementara untuk beberapa timbulan sampah plastik fleksibel yang saat ini sudah memiliki nilai di pasar daur ulang, meliputi jenis monolayer tertentu seperti kantong plastik dan jenis multilayer plastik seperti kemasan refill minyak goreng.

Sampah plastik telah diketahui memiliki peran besar dalam isu pencemaran sungai di Indonesia. Berdasarkan data SIPSN KLHK tahun 2021, total timbulan sampah plastik dalam negeri mencapai 11,5 juta ton per tahun atau sekitar 17 persen dari total produksi sampah nasional.

Sedangkan, menurut data WEF-NPAP-SYSTEMIQ tahun 2022, sampah plastik fleksibel mendominasi tiga perempat atau 76 persen dari sampah plastik yang bocor ke lingkungan Indonesia.

Penanganan sampah plastik fleksibel

Terkait penanganan sampah plastik fleksibel, Waste4Change turut mengajukan beberapa solusi yang bisa diterapkan, di antaranya:

Pertama, mengurangi sebaran sampah plastik fleksibel melalui inovasi kemasan, baik berupa curah, kemasan yang mudah terurai di alam, maupun kemasan yang mudah didaur ulang.

Kedua, dengan melakukan riset dan menyediakan insentif untuk pengembangan teknologi daur ulang sampah plastik fleksibel untuk menangani sampah plastik fleksibel yang sudah ada.

Ketiga, dengan mengoptimalkan upaya pembuatan produk kerajinan dari sampah plastik fleksibel dengan pelatihan keterampilan dan pendampingan untuk membantu strategi pemasaran.

Anissa berkata, sebenarnya sudah ada beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk menangani sampah plastik fleksibel. Meski begitu, kerja sama multipihak, ekosistem dan kebijakan yang mendukung menjadi hal penting untuk menyukseskan pengelolaan sampah yang baik.

"Kami berharap dengan adanya data riset Waste4Change ini, semua pihak bisa belajar dan bergerak demi mendukung berkurangnya timbulan sampah yang sulit didaur ulang,” tuturnya.

Pengendalian timbulan sampah di Indonesia

Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda Direktorat Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Eka Hilda menyebut, pengendalian sampah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) LHK P.75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen.

Peraturan Menteri itu bertujuan untuk mengendalikan timbulan sampah plastik fleksibel di Indonesia. Melalui peraturan ini juga, produsen diminta untuk melakukan pembatasan timbulan sampah, daur ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah.

Eka menambahkan, Peraturan Menteri LHK P.75 tahun 2019 sudah selaras dengan UNEA Resolution: End Plastic Pollution dan circular economy.

Dikatakannya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan mitra efektif dalam memantau penggunaan material plastik, lantaran adanya kebutuhan untuk perizinan penggunaan kemasan.

“Harapannya dengan adanya peraturan ini (Permen LHK P.75/2019), produsen bisa menyampaikan detail dan sifat bahan kemasan, serta dokumen perencanaan terkait upaya penarikan kembali dan pengumpulan sampah kemasan pasca-pakainya. Sehingga bisa mendorong penanganan sampah kemasan secara lebih terarah,” ucap Eka.

Bukan hanya pemerintah saja, sejauh ini sudah ada inisiatif dari komunitas maupun masyarakat yang ingin mencegah timbunan sampah plastik fleksibel. Misalnya, start-up Siklus Refill yang menawarkan layanan antar produk rumah tangga berbentuk curah langsung ke depan rumah konsumen demi mengurangi sampah kemasan.

Namun, menurut Marketing & Business Development Siklus Refill Jessica Bella tantangan saat ini adalah bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa produk yag ditawarkan asli.

"Semakin banyak orang yang tahu, lebih baik penerimaannya. Sebenarnya demand-nya lumayan tinggi terutama dari segi varian. Tapi, realitanya tidak semua produsen ready dengan demand yang tinggi terhadap produksi bulk ini,” paparnya.

Sementara dari sektor industri daur ulang, Mohamad Luthfi selaku Operational Manager Re>Pal mengungkapkan bahwa saat ini Re>Pal sedang mengembangkan teknologi untuk mendaur ulang sampah plastik fleksibel menjadi plastic pallet.

Dari yang sudah dicobakan, Re>Pal berhasil menggabungkan daur ulang sampah plastik fleksibel dengan plastik kresek dengan tingkat persentase plastik fleksibel mencapai 30 hingga 50 persen 

“Produk plastic pallet kami sudah dikirim ke Thailand dan Filipina, sedangkan di Indonesia juga sudah banyak perusahaan multinasional yang menggunakan produk Re>Pal seperti Unilever, Nestle, dan Indofood. Ini artinya memang sudah banyak produsen yang peduli dengan daur ulang produk mereka,” ungkap Mohamad.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/07/19/100200923/87-52-persen-sampah-plastik-fleksibel-di-jakarta-yang-masih-berakhir-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke