Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Target 14 Persen di 2024, BKKBN Ungkap 5 Pilar Percepatan Penurunan Stunting

KOMPAS.com - Stunting masih menjadi permasalahan kesehatan yang dihadapi anak-anak di Indonesia. Pasalnya, prevalensi stunting di Indonesia menurut hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 sebesar 24,4 persen.

Angka ini melebihi ketentuan yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu di bawah 20 persen.

Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan angka stunting nasional.

BKKBN pun harus memastikan intervensi yang dilakukan tepat sasaran, untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 14 persen di tahun 2024 mendatang.

Berkaitan dengan ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), membeberkan lima pilar dalam upaya penurunan stunting, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 72 tahun 2021.

Adapun pilar-pilar tersebut di antaranya:

Pertama, meningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian dan lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan pemerintah desa.

Hal itu dilaksanakan dengan pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), yang sudah ada di 34 provinsi serta, di tingkat kabupaten/kota.

Selain itu, TPPS yang sudah dibentuk BKKBN sebesar 93,3 persen di seluruh kecamatan, dan 95,2 persen di tingkat desa.

Kedua, peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat.

Menurutnya, BKKBN juga sudah mulai menggalakannya dengan penguatan media center, launching pendampingan dan konseling, sosialisasi percepatan penurunan stunting bersama mitra kerja, serta visit media gathering.

Ketiga, konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif di kementerian dan lembaga, serta pemerintah provinsi, kabupaten/kota, maupun pemerintah desa.

Keempat, peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat.


Kelima, penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi.

"Kelima pilar itu sudah dilaksanakan oleh BKKBN dalam upaya percepatan penurunan stunting," ungkap Hasto dalam Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting yang digelar di Jakarta, Kamis (14/7/2022).

Ia menambahkan, BKKBN akan terus melakukan koordinasi, sinkronasi, dan integrasi program serta kegiatan percepatan penurunan stunting dengan berbagai pihak terkait. 

"Penurunan stunting ditandai dengan penurunan angka itu sendiri, artinya ketika di tahun 2022 nanti akan ada survei SSGI ini kan sudah dimulai nanti kita tunggu, Kementerian Kesehatan sudah mulai mudah-mudahan Oktober-November sudah ada hasilnya," ungkap Hasto.

"Itu sebagai indikator berapa (penurunan stunting) harapan saya 21 persen, kalau 21 persen ada harapan nanti 2023 akhir bisa 17 persen habis itu turun 14 persen (tahun 2024)," sambung dia.

Rendahnya penyerapan anggaran

Adapun kegiatan turut dihadiri kementerian dan lembaga untuk mengevaluasi, maupun mengurai persoalan dalam upaya percepatan penurunan stunting di Indonesia.

Permasalahan yang disampaikan dalam rakor TPPS turut menyoroti, masih rendahnya penyerapan anggaran untuk percepatan penurunan stunting, melalui bantuan operasional keluarga berencana (BOKB) di pemerintah kabupaten/kota.

Disampaikan oleh Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus Rayanto, penyerapan anggaran BOKB pemerintah kabupaten dan kota hingga Juli 2022 rata-rata baru mencapai 6 persen. Padahal, anggaran tersebut sudah seharusnya digunakan untuk upaya percepatan penurunan stunting.

Menanggapi hal tersebut, pejabat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Teguh Setyabudi menyebut pihaknya akan segera menyurati pemerintah kabupaten/kota untuk segera melaksanakan upaya percepatan penurunan stunting dengan menggunakan dana BOKB.

“Kami akan tindaklanjuti sesegera mungkin. Besok sudah terbit (surat). Kami juga akan melakukan pertemuan virtual dengan para kepala daerah,” ucap Teguh.

Sementara itu, Hasto mengatakan penyerapan anggaran BOKB itu juga perlu didorong dari pemerintah pusat.

“Seperti di Kabupaten Nias Utara, tadinya penyerapan hanya lima persen, namun setelah kita intens berkomunikasi, dua minggu kemudian penyerapan anggarannya menjadi 34 persen,” ujarnya.

Hasto juga menekankan permasalahan pemberian makanan tambahan (PMT) bagi balita penderita stunting, yang sampai bulan Juli ini belum terealisasi.

Makanan tambahan atau makanan pendamping ASI (MPASI), sangat dibutuhkan oleh balita dengan stunting, sehingga pemberiannya pun harus disegerakan.

"Kalau (evaluasi) saya bagaimana makanan tambahan yang harus terealisasi sama makanan pendamping ASI itu harus terealisasi. Kalau komitmen lainnya saya kira semua jalan, pembentukan tim pendamping keluarga, TPPS, ada Satgas," imbuhnya.

Kementrian Kesehatan telah menganggarkan Rp 300 miliar, yang dibagi dalam dua kategori, yakni makanan tambahan lokal senilai Rp 150 miliar dan makanan tambahan pabrikan senilai Rp 150 miliar.

Hanya saja, tender untuk pengadaan makanan tambahan tersebut masih dalam proses.

Kendati demikian, menurut Hasto, pemberian makanan tambahan sudah mulai dilakukan dengan mengerahkan dana desa, kegiatan di pemerintah daerah, CSR, hingga program bapak asuh anak stunting.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/07/17/100500023/target-14-persen-di-2024-bkkbn-ungkap-5-pilar-percepatan-penurunan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke