Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Waspada Banjir Rob Masih Berpeluang Terjadi sampai Tahun 2034

KOMPAS.com - Kejadian banjir rob diperkirakan masih akan terus terjadi berulang di Indonesia. Bahkan, masyarakat diminta waspada banjir rob sampai tahun 2034 menjadi puncaknya.

Hal ini disampaikan oleh Peneliti Utama Astronomi-Astrofisika, Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin dalam diskusi bertajuk "Banjir Rob di Musim Kemarau", Kamis (2/6/2022).

“Jadi sekitar tahun 2034, itu adalah puncak dari siklus nodal yang berpotensi meningkatkan banjir rob pasang,” kata dia.

Banjir rob adalah banjir di wilayah pantai, terutama karena air laut melimpas ke daratan.

“Sesungguhnya juga disebut banjir rob, kalau banjir dari daratan tidak terbuang ke laut, karena laut sedang pasang,” ujarnya.

Banjir rob (coastal flooding) juga merupakan pola fluktuasi muka air laut yang dipengaruhi oleh gaya tarik benda-benda angkasa, terutama oleh bulan dan matahari terhadap massa air laut di bumi.

Banjir rob juga dikenal dengan banjir pesisir karena sering terjadi di wilayah yang tidak jauh dari pesisir pantai.

Dalam pemaparannya, Thomas menjelaskan bahwa siklun nodal Bulan merupakan salah satu dari tiga faktor pemicu terjadinya banjir rob di Indonesia.

Salah satu penyebab banjir rob yang terjadi di Indonesia adalah karena kenaikan pasang maksimum air laut.

Nah, kenaikan pasang maksimum air laut ini juga dipicu oleh siklus nodal bulan 18,6 tahunan.

Siklus nodal Bulan yang dapat memicu terjadinya banjir rob itu merupakan dampak miringnya posisi bulan 5 derajat dari ekliptika, sehingga mengakibatkan air laut pasang maksimum.

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan banjir rob, dijelaskan Thomas, saat siklus nodal bualn 18,6 tahunan itu terjadi, maka posisi bulan atau orbit bulan yang miring sekitar 5 derajat akan menyebabkan bulan berada di posisi dekat dengan ekuator.

“Secara global ketika posisi bulan dengan ekuator itu masa-masa siklus nodal 18,6 tahun ini berpotensi untuk meningkatkan ketinggian pasang maksimum,” ujarnya.

Menurut kajian dari NASA, potensi meningkatnya pasang maksimum air laut ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di pantai-pantai di Amerika.

Hal ini dianggap mengkhawatirkan karena pasang maksimum air laut bisa menjadi salah satu penyebab banjir rob.

Terutama pada daerah pesisir yang pantainya landai dan kawasan yang mengalami penurunan tanah.

Dalam kondisi puncaknya di tahun 2034 nanti, Thomas memperkirakan, jika sudah waktunya terjadi siklus nodal tersebut, pasang maksimum air laut semakin tinggi, dan banjir rob juga semakin tinggi menggenangi wilayah rentan.

“Ini (siklus nodal) akan meningkatkan banjir pasang. Ini perlu diwaspadai pantai di Indonesia, khususnya pantai utara yang pantainya landai,” ujarnya.

Pemanasan global dan penurunan muka tanah

Lebih mengkhawatirkan lagi, jika kondisi siklus nodal bulan ini terjadi dengan kombinasi adanya dampak pemanasan global yang belum bisa diketahui bagaimana kondisinya pada tahun 2034.

Namun, melihat kondisi yang ada saat ini, para ahli meyakini jika tidak segera direm untuk menekan jejak emisi karbon dari berbagai aspek kehidupan maka dampak pemanasan global juga akan meningkatkan dampak banjir rob saat siklus nodal bulan 18,6 tahunan terjadi.

Hal indi dikarenakan kenaikan tinggi permukaan air laut juga bisa disebabkan oleh efek pemanasan global.

“Ini memang menjadi isu global ya bahwa dengan pemanasan global maka es di kutub dan juga di gunung-gunung es akan mencair dan juga karena memuainya air laut menyebabkan air laut permukaan air laut secara rata-rata global akan naik,” ujarnya.

Lalu, pulau-pulau kecil kemudian pantai-pantai yang landai ini berpotensi untuk tergenangi.

Belum lagi, dengan risiko penurunan permukaan tanah di sejumlah wilayah yang diprediksikan masih terus terjadi sampai tahun-tahun di masa yang akan datang.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/06/08/080300723/waspada-banjir-rob-masih-berpeluang-terjadi-sampai-tahun-2034

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke