Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tak Cuma Fisik, Astronot Hadapi Tantangan Mental Saat Lakukan Perjalanan Luar Angkasa

KOMPAS.com - Para astronot setidaknya telah bertugas selama 61 tahun terakhir ini untuk mengeksplorasi luar angkasa

Namun penjelajahan tanpa batas itu bukannya tanpa risiko. Para astronot harus berhadapan dengan sejumlah batasan-batasan tubuh dan juga pikiran manusia seperti radiasi, kurang gravitasi, dan lain sebagainya.

Efek tersebut telah didokumentasikan dengan baik dari waktu ke waktu, terutama selama Twins Study pada 2019 yang membandingkan perubahan astronot Scott Kelly setelah hampir satu tahun berada di luar angkasa dengan saudara kembarnya Mark, yang tetap tinggal di Bumi.

Belakangan, NASA kembali berencana mengirim manusia ke Bulan dan akhirnya mendarat di Mars melalui program Artemis.

Dan ilmuwan pun tertarik untuk memahami efek apa yang dapat ditimbulkan dari perjalanan jangka panjang ke luar angkasa.

Sebuah pertanyaan besar yang diajukan adalah apakah manusia secara mental dan emosional siap melakukannya? Dan bagaimana menanganinya?

Apalagi, Scott Kelly pernah menceritakan hal apa yang paling ia rindukan dari Bumi, ketika bertugas selama setahun di Stasiun Luar Angkasa Internasional.

"Tentu saja cuacanya. Hujan, Matahari, Angin. Dan kemudian saya merindukan orang-orang, keluarga, dan teman-teman," katanya seperti dikutip dari CNN, Minggu (5/6/2022).

Hasil penelitian

Studi tahun 2021 pernah membuat para relawan hidup selama dua bulan dalam simulasi tanpa gravitasi.

Ini dilakukan dengan cara menempatkan mereka di tempat tidur khusus dengan kepala dimiringkan ke bawah pada sudut 6 derajat.

Kemiringan itu lah yang kemudian menciptakan pergeseran cairan tubuh ke arah kepala yang dialami astronot saat kekurangan gravitasi.

Tak hanya mencatat soal fisiknya, rupanya ilmuwan menemukan, bahwa peserta mengalami emosi yang buruk secara keseluruhan. Selama tes, mereka lebih cenderung melihat ekspresi wajah sebagai marah, daripada bahagia atau netral.

"Astronot dalam misi luar angkasa yang panjang, sangat mirip dengan peserta penelitian kami. Mereka akan menghabiskan waktu yang lama dalam gaya berat mikro, terbatas dalam ruang kecil dengan beberapa astronot lainnya," kata Mathias Basner, penulis studi ini.


Kemampuan astronot untuk membaca ekspresi emosional satu sama lain pun menjadi penting, untuk kerja tim yang efektif serta keberhasilan misi.

Meski begitu, studi tak menjelaskan apakah gangguan emosi disebabkan oleh gravitasi atau isolasi yang dialami peserta selama 60 hari.

Sementara itu sebuah studi terpisah tahun 2021 yang dipublikasikan di Acta Astronautica menjelaskan, lingkungan ekstrem seperti luar angkasa atau Stasiun penelitian Antartika menciptakan kurangnya privasi, isolasi, monoton, serta terpisahnya mereka secara berkepanjangan dengan keluarga dan teman.

Menurut Candice Alfano, profesor psikologi di Universitas Houston, untuk mencegahnya, meningkatkan emosi positif perlu dilakukan agar mengurangi risiko psikologis dalam situasi ekstrem.

Melindungi astronot yang jauh dari rumah

Dalam konteks perjalanan luar angkasa, misi jarak jauh seperti ke Mars sendiri dapat memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan tahunan. Itu dapat menimbulkan perasaan monoton dan terkurung.

Kontak dengan Bumi pun akan menjadi lebih terganggu saat mereka semakin jauh dari Bumi.

Jadi membantu astronot dalam hal mentalnya supaya mampu mengatasi masa-masa tersebut, tentunya menjadi bagian yang penting dalam misi eksplorasi luar angkasa.

"Kami perlu memastikan, bahwa kami memiliki jenis protokol dan hal-hal individual yang harus dilakukan kru. Dan sangat penting bagi kami untuk memahami individu-individu yang akan berada di misi itu," ungkap Alexandra Whitmire, ilmuwan di Human Research Program.

Satu penemuan mengejutkan di Stasiun Luar Angkasa adalah bagaimana makanan dan menanam makanan berkontribusi pada moral kru yang lebih baik. Itu juga mempertahankan koneksi nyata yang sangat penting ke rumah.

Para astronot telah melaporkan betapa memuaskannya merawat tanaman hijau berdaun, lobak, dan cabai, serta melihat tanaman itu berkembang dan dapat dimakan.

Selain itu juga teknologi realitas virtual mungkin menjadi bagian penting dari penerbangan luar angkasa di masa depan untuk mengingatkan mereka dengan Bumi, meski mulai menghilang dari pandangan mereka.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/06/06/090300023/tak-cuma-fisik-astronot-hadapi-tantangan-mental-saat-lakukan-perjalanan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke