Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kapan Kepercayaan tentang Hantu Mulai Berkembang di Indonesia?

KOMPAS.com - Siapa yang tidak mengetahui istilah hantu? Dari anak-anak hingga orang dewasa di seluruh dunia, termasuk Indonesia mengenal istilah tersebut, bahkan tak sedikit yang memiliki kepercayaan tentang makhluk halus ini.

Meskipun ada sebagian orang yang tidak percaya tentang adanya hantu, tetapi membahas mengenai hantu mungkin juga akan membaut sebagian dari kita ada yang merasa takut, dan ada pula yang justru sengaja mencari tahu kebenaran dari keberadaanya.

Ada banyak sekali rupa dan jenis hantu atau makhluk halus di setiap negara, termasuk di Indonesia sendiri, masyarakat mengenal kuntilanak, pocong, suster ngesot, tuyul, genderewo, banaspati, puyang dan lain sebagainya.

Lalu, sejak kapan kepercayaan tentang hantu ini mulai berkembang di Indonesia?

Peneliti Sastra dan Budayawan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Dr Sunu Wasono pun menceritakan bahwa sebenarnya tidak diketahui betul secara pasti kapan kepercayaan dan istilah hantu ini mulai berkembang di masyarakat Indonesia.

"Hanya bisa bilang sejak zaman dulu," kata Sunu kepada Kompas.com, Senin (3/1/2021).

Mulai sejak tahun 1980-an, kepercayaan tentang makhluk halus dalam cerita hantu di Indonesia diyakini mulai akrab di telinga masyarakat melalui pemberitaan-pemberitaan pada masa itu.

Bahkan, lambat laun cerita hantu di Indonesia ini kerap menjadi pembahasan atau topik utama di berbagai majalah.

Diketahui Sunu bahwa ada 2 majalah berbahas Jawa yang menyediakan rubrik khusus bagi cerita lelembut atau makhluk halus atau hantu ini yaitu majalah Panjebar Semangat dan Djaka Lodang.

Pada majalah Djaka Lodang pemberitaan tentang hantu atau makhluk halus ini dimasukkan dalam rubrik bernama Jagading Lelembut.

Sedangkan, pada majalah Panjebar Semangat, rubrik khusus cerita hantu dimasukkan dalam rubrik yang bernama Alaming Lelembut. 

Terkait perkembangan kepercayaan hantu di tengah masyarakat Indonesia, lebih lanjut Sunu menceritakan tentang peran pemberitaan-pemberitaan cerita hantu di majalah-majalah tersebut, terutama pada majalah Panjebar Semangat.

Majalah Panjebar Semangat (PS) yang didirikan oleh Dr. Sutomo pada 1933. Majalah ini termasuk majalah tua, yang telah berhenti terbit pada tahun 1942 ketika Jepang menduduki Indonesia.

"PS bisa bertahan karena ada rubrik Alaming Lelembut yang mulai dibuka pada tahun 1980-an," kata dia.

Pada tahun 1980-an tersebut, kejadian-kejadian atau peristiwa mengenai makhluk halus yang terjadi di daerah Gunung Kidul banyak dituliskan di majalah PS ini.

Salah satu cerita yang cukup terkenal di daerah Gunung Kidul adalah adanya penampakan makhluk halus yang disebut Pulung Gantung.

Pulung Gantung adalah hantu atau makhluk halus yang dipercaya perwujudannya berbentuk bola api.

Menurut Sunu, Pulung Gantung ini dipercaya dapat membuat orang terganggu jiwanya, dan membuat seseorang terdorong untuk melakukan bunuh diri atau gantung diri.

"Karena itu, namanya Pulung Gantung," ceritanya. 

"Orang yang kejatuhan Pulung Gantung akan mengakhiri hidupnya dengan gantung diri," tambahnya.

Ironisnya, kata Sunu, peristiwa ini dipercaya terjadi dengan berantai. Contohnya, jika hari ini yang mengalami kejatuhan Pulung Gantung adalah rumah A, maka besok bisa jadi rumah B, rumah C, atau rumah-rumah lain di sekitarnya. 

"Itu sering terjadi di wilayah Gunung Kidul," ucap dia.

Namun, kisah-kisah seperti inilah yang menjadi sumber inspirasi penulisan pada majalah PS ketika itu.

"Sempat kejadian itu menginspirasi penulisan di cerita rubrik 'Alaming Lelembut" pada majalah Panjebar (penyebar) Semangat," ceritanya.

Selain kedua majalah tersebut, sempat ada juga majalah lain yaitu Damarjati dan Joyo Boyo yang membahas tentang cerita hantu di Indonesia.

"Dulu ada majalah Damarjati yang didirikan Harmoko, tapi sudah tutup," kata dia.

Makna cerita hantu di Indonesia

Menurut Sunu dalam historia.id, cerita hantu mencerminkan pandangan atau kepercayaan masyarakat karena bersinggungan dengan kehidupan dan kematian. 

Seperti dalam konsep Jawa, secara garis besar ada dua jenis kematian. Pertama, kematian yang baik seperti mati karena sudah tua, mati di jalan Tuhan, dan mati saat melahirkan atau dilahirkan. Konsep kedua adalah kematian karena sebab-sebab yang tidak lumrah, seperti mati bunuh diri atau kecelakaan.

"Dalam majalan Panjebar Semangat yang mati bunuh diri nanti gentayangan, kesasar-sara ikut generuwo, dll.," kata Sunu.

Kepercayaan arwah gentayangan dan menjadi hantu ini juga berlaku bagi orang-orang yang mati karena kecelakaan, menjadi korban pembunuhan atau pemerkosaan.

Seringkali, kata Sunu, biasanya dalam sebuah cerita hantu ini, mereka bisa diselamatkan dengan doa oleh orang yang masih hidup, kehadiran kiai, atau pun dukun.

Cerita-cerita hantu semacam ini pun masih bisa kita dengar atau baca ulasannya di berbagai media hingga saat ini.

"Khazanah hantu kita kaya. Kalau bisa menggali itu bisa dibuat film. Banaspati misalnya, suka menghisap darah orang. Itu vampire versi Indonesia," kata Sunu.

Javanolog H.A Van Hien dalam penelitiannya, De Javaansche geestenwereld (1896) menyebutkan ada sekitar 95 jenis makhluk halus di Jawa.

Sementara itu, dari hasil penelitian antroplog Clifford Geertz di Mojokuto, Jawa Timur pada 1950-an menuangkan temuannya dalam Abangan, Santri, Priayi, Priayi dalam Masyarakat Jawa. 

Clifford membagi makhluk halus di Jawa menjadi lima golongan besar yaitu memedi, lelembut, tuyul, demit dan danyang.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/01/05/110100023/kapan-kepercayaan-tentang-hantu-mulai-berkembang-di-indonesia-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke