Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dampak Meteorit pada Bumi Selama 500 Juta Tahun Terakhir Terlacak

KOMPAS.com- Sebuah studi baru, untuk pertama kalinya telah melacak fluks meteorit yang jatuh ke Bumi selama 500 juta tahun terakhir, dan dampak yang diakibatkan terhadap planet ini.

Hasil studi ini menunjukkan teori yang berlawanan dengan yang ada saat ini.

Pada penelitian sebelumnya, para peneliti telah menentukan bahwa tabrakan besar di sabuk asteroid umumnya tidak mempengaruhi jumlah benturan dengan Bumi secara luas.

Dilansir dari Science Daily, Jumat (11/6/2021), para peneliti telah mempelajari rangkaian geologis sejak abad ke-19 guna merekonstruksi bagaimana, flora, fauna, dan iklim berubah selama jutaan tahun.

Hingga saat ini, hampir tidak ada yang diketahui tentang fluks meteorit kuno, yang masuk akal karena dampaknya jarang terjadi. Namun, benda-benda langit babak belur dan rusak saat mereka bertemu dengan oksigen Bumi.

Dalam sebuah studi yang diterbitkan di jurnal PNAS, para peneliti di Lund University di Swedia telah merekonstruksi dampak pemboman meteorit ke Bumi selama 500 juta terakhir.

"Komunitas peneliti sebelumnya percaya bahwa fluks meteorit ke Bumi terkait dengan peristiwa dramatis di sabuk asteroid. Namun, studi baru menunjukkan bahwa fluks itu sangat stabil," kata Birger Schmitz, profesor geologi di Lund University.

Studi ini dilakukan para peneliti di Laboratorium Astrogeobiologi di Lund University, dengan cara melarutkan hampir 10 ton batuan sedimen dari dasar laut purba.

Batuan sedimen itu dilarutkan dalam asal yang kuat, karena endapan tersebut mengandung residu yang berasal dari meteorit purba saat jatuh ke Bumi.

Meteorit mengandung sebagian kecil mineral, kromium oksida, yang sangat tahan terhadap degradasi.

Butir kromium oksida mikroskopis disaring di laboratorium dan berfungsi sebagai kapsul waktu dengan banyak informasi.

"Sedimen terlarut mewakili 15 periode selama 500 juta tahun terakhir. Secara total, kami telah mengekstraksi kromium oksida dari hampir 10.000 meteorit yang berbeda. Analisis kimia kemudian memungkinkan kami untuk menentukan jenis meteorit yang diwakili oleh butiran tersebut," kata Birger Schmitz.

Ribuan meteorit mendarat di permukaan Bumi setiap tahun, dan sekitar 63.000 batuan luar angkasa telah didokumentasikan oleh sains.

Sebagian besar batuan luar angkasa berasal dari sabuk asteroid antara Mars dan Jupiter, di mana benda-benda angkasa yang babak belur akibat tabrakan dahsyat yang berputar mengelilingi matahari.

"Kami sangat terkejut mengetahui bahwa hanya satu dari 70 tabrakan asteroid terbesar yang terjadi selama 500 juta tahun terakhir yang mengakibatkan peningkatan fluks meteorit ke Bumi. Untuk beberapa alasan, sebagian besar batu tetap berada di sabuk asteroid," jelas Birger Schmitz.

Pelajari dampak meteorit bagi Bumi

Studi ini tidak hanya telah menjungkirbalikkan teori fluks meteorit yang diterima secara umum.

Selain itu, studi tersebut juga memberikan perspektif yang sama sekali baru tentang jenis benda langit mana yang paling berisiko bertabrakan dengan Bumi dan dari mana di tata surya mereka berasal.

Dari perspektif waktu geologis, benda langit berukuran kilometer bertabrakan dengan Bumi secara teratur.

Salah satu peristiwa tersebut terjadi pada 66 juta tahun yang lalu, ketika sebuah benda angkasa yang berukuran lebih dari 10 km menghantam Semenanjung Yucatán.

Dampak meteor jatuh itu adalah bagian dari alasan mengapa Bumi menjadi gelap dan dinosaurus mati kelaparan.

Birger Schmitz menambahkan bahwa dampak di masa depan, bahkan dari asteroid kecil misalnya di laut yang dekat dengan daerah berpenduduk dapat menyebabkan hasil yang buruk.

"Studi (dampak meteorit pada Bumi) ini memberikan pemahaman penting yang dapat kita gunakan untuk mencegah hal ini terjadi. Misalnya, dengan mencoba mempengaruhi lintasan dengan cepat dengan mendekati benda langit," imbuhnya.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/06/11/080200823/dampak-meteorit-pada-bumi-selama-500-juta-tahun-terakhir-terlacak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke