Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kanker Ovarium Disebut Silent Lady Killer, Apa Saja yang Perlu Diketahui?

KOMPAS.com- Kanker ovarium adalah salah satu jenis kanker yang mengancam perempuan di seluruh dunia. Disebut Silent Lady Killer, di Indonesia, ini adalah kanker ketiga yang menyebabkan kematian pada wanita.

Kanker indung telur atau kanker ovarium ini merupakan jenis kanker yang sulit dideteksi dengan PAP Smear, bahkan gejalanya seringkali disalahartikan dengan gejala penyakit lainnya.

Ketua Himpunan Onkologi dan Ginekologi Indonesia (HOGI) Prof. Dr. dr. Andrijono, Sp.OG (K) mengatakan bahwa dalam kanker ginekologi, kanker ovarium menduduki peringkat kedua setelah kanker serviks.

"Kanker ovarium kalau tumornya masih kecil, dan tidak ada keluhan apa-apa, pasien biasanya tidak periksa. Pada stadium dini, biasanya ketemunya kebetulan," kata Prof Andrijono dalam Virtual Briefing Kampanye 10 Jari-Deteksi Faktor Risiko dan Gejala Kanker Ovarium, Sabtu (29/5/2021).

Sebagian besar kasus kanker ovarium terdeteksi saat pasien sudah mengalami keluhan, yang umumnya keluhan ini sudah menunjukkan kanker berada pada stadium lanjut.

Spesialis Obstetri dan Ginekologi, dr. Pungky Mulawardhana, Sp.OG (K) dari Universitas Airlangga mengatakan kanker ovarium memiliki angka mortalitas yang cukup tinggi.

"Makanya kita sebut sebagai Silent Lady Killer, sebab angka mortalitasnya sangat tinggi dibandingkan angka kejadiannya," kata dr Pungky.

Dr Pungky menjelaskan perempuan dianugerahi rahim dengan dua indung telur dan mulut rahim. Organ-organ perempuan ini, pada dasarnya bisa menjadi tumor dan kanker.

Secara umum, kata dr Pungky, apabila terdapat tumor atau kanker, maka benjolan pada bagian kandungan akan teraba di atas tulang pubis.

"Jadi kalau diraba ada benjolan, itu adalah tanda. Maka sebaiknya seorang perempuan segera memeriksakan diri ke dokter," jelas dr Pungky.

Lebih lanjut dr Pungky menjelaskan, organ perempuan berdekatan dengan organ lain seperti kandung kemih, yang terdiri dari saluran kencing dan saluran cerna.

Apabila terdapat kelainan atau keluahan terkait organ tersebut, seperti gangguan kencing atau gangguan buang air besar, maka perlu diwaspadai sebagai tanda awal atau gejala kanker ovarium.

Kendati demikian, dr Pungky mengatakan bahwa kanker ovarium adalah jenis penyakit yang paling tidak spesifik. Sebab, pada stadium awal, keluhannya yang biasa dialami seperti perut kembung.

"Tetapi perut kembung juga bisa karena keluhan lambung, atau orang stres," kata dr Pungky.

Gejala lain yang biasa dikeluhkan sering merasa penuh saat makan, nyeri panggul kronis, yang biasanya gejala ini sudah dialami pasien kanker ovarium stadium lanjut.

Faktor risiko kanker ovarium

Dr Pungky menjelaskan bahwa ada beberapa faktor risiko kanker ovarium.

Seperti angka paritas yang rendah, gaya hidup buruk, endometriosis, riwayat keluarga kanker ovarium atau payudara yang mana kondisi ini akan meningkatkan risiko lebih dari 2 kali lipat.

Selain itu, mutasi genetik yang kemungkinan 11-40 persen terjadi pada usia lebih dini, serta 2-15 persen kanker ovarium biasanya memiliki faktor keturunan.

Kendati demikian, faktor risiko tinggi juga didasarkan pada pertambahan usia. Dr Punky membagi dalam dua kelompok usia, yakni pre-menopause dan pasca-menopause.

Pada kelompok pre-menopause, biasanya disebabkan karena gangguan hormonal dan sering konservatif. Artinya, kadang kista yang ditemukan hanya berukuran sekitar 2 cm, 3 cm, atau hanya endometriosis.

"Terapinya juga biasanya tidak selalu operasi," katanya.

Sedangkan pada kelompok pasca-menopause, di atas usia 50 tahun, kalau ada tumor, maka lebih dari 50 persen berisiko kanker.

Artinya, pada kondisi tersebut, jika ditemukan benjolan, seringkali dokter akan menyarankan operasi.

"Sedangkan pada kelompok pre-menopause dari semua yang dioperasi hanya 20 persen yang kanker. Jadi risiko kanker tetap ada, tetapi jauh lebih rendah," jelas dr Pungky.

Deteksi dini kanker ovarium

Selain menyadari tanda awal gejala kanker ovarium, dokter juga menyarankan pentingnya deteksi dini. Sebab, dengan deteksi dini untuk mengetahui stadium awal, maka proses penyembuhan juga dapat lebih ditingkatkan.

Dr Pungky mengatakan bahwa tak sedikit masyarakat yang datang karena keluhan, sehingga kanker yang diidapnya sudah berada pada tahap stadium lanjut, atau stadium 3.

"Sekarang masyarakat sudah familiar dengan USG, bisa dilakukan di dokter kandungan maupun dokter radiologi. Jadi banyak pasien yang sudah datang dengan membawa hasil USG," ungkap dr Pungky.

USG bisa dilakukan dengan dua cara, USG vagina untuk mendeteksi tumor yang sangat kecil, bisa juga dengan USG abdoment apabila tumornya sudah sangat besar.

Sementara CT Scan akan dilakukan dokter jika sudah ada indikasi atau curiga kanker. CT Scan akan dilakukan sebelum operasi.

Pada stadium 1, dr Pungky menjelaskan tumor biasanya terdeteksi hanya di indung telur saja. Stadium 2, tumor sudah menjalar ke organ lain, rahim dan sekitarnya.

Pada stadium 3, kanker ovarium biasanya sudah menyerang seluruh organ perut, sehingga pasien biasanya merasakan perut terasa penuh.

"Lalu stadium 4, kanker mulai menyebar ke seluruh organ jauh, seperti lever, paru, otak dan lainnya. Maka sangat perlu deteksi dini, supaya kanker ovarium ini dapat segera tertangani," jelas dr Pungky.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/06/01/170200923/kanker-ovarium-disebut-silent-lady-killer-apa-saja-yang-perlu-diketahui-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke