Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Begini Cara Astronot Muslim Salat dan Puasa di Luar Angkasa

KOMPAS.com - Para astronot yang menjalankan misi perjalanan ke luar angkasa tentu harus melakukan serangkaian adaptasi dengan kondisi lingkungan yang sangat berbeda.

Salah satunya adalah perihal ibadah. Pada tahun 2007, ketika Malaysia hendak mengirimkan astronot pertamanya ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) selama 10 hari, tata cara ibadah astronot selama di luar angkasa pun menjadi bahasan yang penting.

Saat itu, Sheikh Muszaphar Shukor dikirim ke ISS pada akhir bulan Ramadan, tepatnya di tanggal 10 Oktober 2007.

Adapun kala itu bulan Ramadan dimulai pada tanggal 13 September 2007 dan akan berakhir pada 12 Oktober 2007.

Meski bulan Ramadan hanya tersisa dua atau tiga hari dan Shukor telah menjalankan ibadah puasa selama pelatihan, ia tetap ingin berpuasa saat berada di ISS.

Persoalannya, ISS mengelilingi Bumi 16 kali dalam sehari. Artinya, matahari terbit dan terbenam setiap 90 menit.

Selain itu, dengan kecepatannya, ISS memiliki kondisi mikrogravitasi yang menyulitkan para astronot untuk berlutut.

Menjawab permasalahan ini, Dewan Fatwa Nasional Malaysia akhirnya menerbitkan panduan untuk beribadah di ISS.

Dilansir dari National Geographic Indonesia, dalam pedoman tersebut dikatakan, puasa bisa dilakukan di ISS atau qada’ (kompensasi) di Bumi (selama bulan Ramadan).

Waktu untuk berpuasa disesuaikan dengan zona waktu dari lokasi diluncurkannya astronot.
Mantan Menteri Sains Malaysia, Jamaluddin Jarjis, kepada Space.com mengatakan bahwa ibadah puasa dapat ditunda hingga kembali ke Bumi.

Mengenai salat, Dewan Fatwa Nasional Malaysia juga berkata bahwa durasi 24 jamnya harus disesuaikan dengan zona waktu lokasi diluncurkannya roket.

Saat itu, Jamaluddin mengatakan bahwa Syekh Muszaphar sebaiknya hanya salat tiga kali sehari karena sulitnya menjalankan ibadah dalam lingkungan yang bebas gravitasi.

Muslim diwajibkan salat lima kali sehari dengan menghadap kiblat. Namun, hal tersebut sulit dilaksanakan di luar angkasa yang tidak memiliki gravitasi.

Jika sulit menemukan arah Ka’bah, astronot bisa menggunakan gambar Ka’bah atau Bumi sebagai kiblat.

Untuk wudhu, astronot bisa menggunakan tisu atau handuk biasa yang sudah disediakan di ISS.

Jika astronot tidak bisa berdiri tegak untuk salat, ia bisa mencoba dengan postur apapun, seperti duduk.

Namun, jika astronot benar-benar tidak bisa bergerak, kedipan kelopak mata bisa dijadikan tanda perubahan gerak selama salat.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/05/10/201500323/begini-cara-astronot-muslim-salat-dan-puasa-di-luar-angkasa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke