KOMPAS.com- Memiliki mata minus atau mata plus yang tinggi, dapat lebih berisiko terkena glaukoma. Gangguan penglihatan ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan pada bola mata.
Glaukoma adalah kerusakan saraf mata yang ditandai dengan gangguan lapang pandang dengan meningkatnya tekanan bola mata sebagai faktor risiko pertama.
Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K), Dokter Subspesialis Glaukoma JEC dalam acara JEC Eye Talks memperingati World Glaucoma Week 2021 yang digelar JEC Eye Hospitals and Clinics mengatakan bahwa glaukoma disebut juga sebagai Si Pencuri Penglihatan, yakni penyebab kebutaan kedua di dunia setelah katarak.
"Kondisi gangguan mata ini bersifat kronis dan tak jarang glaukoma memberi dampak sangat besar terhadap kualitas hidup penderitanya," kata dr Iwan, Rabu (17/3/2021) lalu.
Penyebab glaukoma
Mata minus yang tinggi, atau mata plus yang tinggi, meski tidak selalu bisa mengalami glaukoma, namun penderitanya memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalaminya.
Glaukoma menyebabkan kerusakan saraf mata yakni adanya kerusakan pada papil nervus optikus, ditandai juga dengan lapang pandang yang semakin menyempit.
Dr Iwan menjelaskan bahwa ada banyak faktor penyebab terjadinya glaukoma pada seseorang, di antaranya sebagai berikut.
Disebutkan dr Iwan, bahwa penderita mata minus dan mata plus yang tinggi, lebih berisiko terkena glaukoma, meskipun tidak semua dari mereka bisa mengalaminya.
Akan tetapi dr Iwan mengingatkan pentingnya untuk melakukan pemeriksaan mata secara rutin untuk mencegah kerusakan saraf mata akibat glaukoma yang dapat berakibat pada kebutaan permanen.
Lantas, bagaimana mata minus dan mata plus bisa rentan mengalami glaukoma?
Dr Iwan menerangkan bahwa bola mata pada mata minus akan cenderung lebih panjang, sehingga kadar air atau sirkulasinya menjadi terlalu banyak.
Sedangkan pada mata plus yang tinggi, bola mata lebih pendek, yang menyebabkan sirkulasi air dalam mata menjadi tidak baik, sehingga menyebabkan glaukoma.
Glaukoma tidak ada gejala
Lebih lanjut dr Iwan mengatakan bahwa glaukoma seringkali tidak menunjukkan gejala bagi penderitanya. Oleh sebab itu, kata dia, pentingnya pemeriksaan mata secara rutin.
"Sebab, seperti diketahui, bahwa glaukoma adalah Si Pencuri Penglihatan. Jadi glaukoma itu tidak ada gejalanya sampai lanjut, (tiba-tiba) sudah ada penyempitan lapang pandang, kita jalan sudah jatuh-jatuh, itu baru ketahuan," jelas dr Iwan.
Satu-satunya cara untuk mendeteksi glaukoma lebih dini adalah dengan pemeriksaan diri, dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata, lapang pandang dan saraf mata secara dasar.
"Apabila cukup baik, maka cukup dilakukan satu tahun sekali. Kecuali sudah ada kerusakan pada saraf mata, maka dilakukan rutin," ungkap dr Iwan.
Selain itu, dr Iwan juga mengungkapkan bahwa pada glaukoma akut, biasanya penderitanya merasakan berbagai gejala menyakitkan, di antaranya gejala glaukom akut sebagai berikut.
Terapi glaukoma
Glaukoma adalah Si Pencuri Penglihatan dan penyebab kebutaan mata kedua setelah katarak.
Glaukoma bisa dialami bayi yang baru lahir, hingga orang usai lanjut, serta mereka dengan berbagai penyakit berisiko, seperti diabetes melitus, hipertensi dan cedera mata.
Lantas, bagaimana terapi glaukoma yang bisa dilakukan?
Dr Iwan menambahkan bahwa ada beberapa cara metode terapi yang bisa dilakukan untuk penderita glaukoma.
Di antaranya dengan terapi medikamentosa, yakni dengan berbagai metode yang bisa dilakukan, antara lain sebagai berikut.
Selain itu, bisa juga dilakukan terapi laser untuk mengobati glaukoma, yakni sebagai berikut.
Namun, metode terapi lainnya untuk penderita glaukoma juga dapat dilakukan dengan operasi, di antaranya sebagai berikut.
Lebih lanjut dr Iwan menyarankan, terutama bagi orang berisiko glaukoma seperti penderita mata minus dan mata plus, untuk selalu rutin melakukan pemeriksaan rutin kesehatan mata, pemeriksaan tekanan bola mata untuk mencegah risiko glaukoma yang parah.
https://www.kompas.com/sains/read/2021/03/22/190300923/mata-minus-dan-plus-tinggi-berisiko-glaukoma-ini-penyebab-gejala-hingga