Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penemuan Filler untuk Rekonstruksi Wajah sampai Kecantikan

KOMPAS.com- Filler semakin populer di dunia kecantikan dan telah menjadi produk penting untuk mempercantik penampilan. Penemuan filler telah mengubah banyak hal yang awalnya teknologi ini diperkenalkan guna membantu rekonstruksi wajah.

Lantas, apa itu filler?

Filler adalah zat yang disuntikkan ke jaringan lunak dan diklasifikasikan sebagai resorbable atau non-resorbable (permanen).

Kini, banyak wanita yang senang dan memutuskan untuk menambahkan filler pada beberapa bagian tubuhnya seperti filler hidung, bibir dan payudara demi menambah kepercayaan dirinya.

Seperti filler payudara yang baru saja dilakukan oleh model Monica Indah, meski akhirnya metode ini memberi efek samping serius padanya.

Filler diperkenalkan di bidang dermatologi sebagai metode untuk merekonstruksi kelainan bentuk wajah dan memulihkan wajah yang menua.

Meskipun filler telah menjadi pilihan populer di dunia kecantikan dan kosmetik, berdasarkan pengalaman klinis menunjukkan bahwa filler harus digunakan dengan hati-hati, karena komplikasi dapat terjadi.

Sejarah filler di dunia medis

Filler telah menjadi salah satu penemuan yang mengubah dunia medis, terutama di bidang dermatologi hingga kecantikan.

Menurut jurnal Cutis yang dirilis pada tahun 2015, dikutip dari MDedge , injeksi atau metode suntik filler pertama menggunakan bahan parafin.

Akan tetapi, penggunaannya ditinggalkan setelah adanya laporan komplikasi termasuk embolisasi, migrasi, yaitu pergerakan ke jaringan sekitarnya dan pembentukan granuloma.

Filler pada jaringan lunak yang dapat disuntikkan sekarang dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa karakteristik, termasuk tempat penempatan yaitu, dermal atau subkutan, turunan hewan versus non-hewan misalnya, autologous, xenograft, semisintetik, sintetis.

Durasi efek untuk penggunaan filler sementara kurang dari enam bulan dan dapat bertahan lama mulai dari enam bulan sampai dua tahun, dan untuk semi-permanen bisa mencapai dua sampai lima tahun, sedangkan permanen lebih dari lima tahun.

Pada abad ke-19, contoh awal pada augmentasi jaringan lunak menggunakan dermal filler, termasuk lemak autologus diambil dari lengan.

Penemuan dermal filler ini digunakan untuk koreksi cacat wajah yang tertekan dan bekas luka pada pasien dengan osteitis tuberkulosis.

Selain itu, injeksi parafin ke dalam skrotum sebagai prostesis testis pasien dengan tuberkulosis stadium lanjut.

Setelah itu, muncul teknik menggunakan jarum suntik yang dilakukan untuk mentransfer lemak autologus dari ekstremitas digunakan untuk augmentasi dan pembentukan jaringan lunak wajah, serta augmentasi jaringan lunak wajah permanen dengan menggunakan silikon cair.

Pada tahun 1981, kolagen kulit sapi yang dimurnikan adalah bahan pertama yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat sebagai bahan xenogenik untuk injeksi kulit.

FDA mulai menyetujui jenis filler baru untuk augmentasi jaringan lunak sementara. Persetujuan untuk suntikan kolagen manusia murni yang berasal dari fibroblas diikuti oleh kelas lain dari bahan baru yaitu jenis filler asam hialuronat di tahun 2003.

Penelitian dan penyelidikan terus dilakukan dan filler sintetis yang lebih tahan lama telah ditemukan, termasuk diantaranya kalsium hidroksilapatit dan asam poli-L-laktat.

Minat baru pada bahan permanen dan produk tahan lama seperti minyak silikon dan polimetil metakrilat juga telah muncul.

Perkembangan metode filler

Dikarenakan bahan filler sebelumnya terbatas, maka yang digunakan saat ini terdiri dari berbagai macam zat termasuk kolagen, asam hialuronat, kalsium hidroksilapatit, asam poli-L-laktat, dan polimer sintetis atau buatan manusia.

Saat ini, FDA telah menyetujui sekitar 21 produk filler untuk indikasi dermatologis dengan masing-masing  sifat, kelebihan, dan kekurangan yang unik.

Misalnya, terdapat beberapa filler yang tidak hanya memberikan augmentasi jaringan lunak tetapi juga merangsang produksi kolagen.

Namun, komplikasi dapat terjadi dan dapat terjadi bertahun-tahun setelah pengobatan awal. 

Efek samping seperti pembengkakan, eritema, dan nodul dapat terjadi dan dalam kasus yang jarang terjadi granuloma benda asing dapat berkembang dan mungkin sulit untuk dihilangkan.

Semua jenis filler kecuali lemak autologous adalah benda asing dan oleh karena itu dapat menyebabkan reaksi granulomatosa mulai dari yang umum. Misalnya, penggunaan dengan bahan parafin hingga jarang pada bahan asam hialuronat juga terjadi.

Efek samping klinis dari reaksi ini bervariasi, mulai dari nodul tunggal hingga multipel di tempat suntikan hingga difus, pembengkakan keras pada wajah disertai dengan kemerahan kulit.

Karena peningkatan keinginan akan penampilan awet muda di kalangan usia tua meningkat, industri farmasi telah merespons dengan meningkatkan jumlah pilihan pengobatan yang tersedia untuk memenuhi permintaan pasien kosmetik.

Filler pun menjadi salah satu subpopulasi yang tumbuh paling cepat di bidang dermatologi.

Bahan filler yang ideal adalah yang non-allergenic, non-carcinogenic, dan non-teratogenic. Bahan-bahan ini harus stabil, terjangkau, dapat ditempa, reversibel, serta tahan lama dengan hasil yang dapat direproduksi.

Efek samping filler yang dihasilkan juga harus meminimalisir peradangan, migrasi, dan perubahan yang dapat dideteksi.

Filler yang ideal juga harus memiliki hasil yang dapat diprediksi dan konsisten, terasa alami, tidak instan, memerlukan sedikit persiapan, tidak menyebabkan pasien meninggal, dan memiliki risiko komplikasi yang rendah.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/03/18/100200323/penemuan-filler-untuk-rekonstruksi-wajah-sampai-kecantikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke