Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

5 Informasi Salah tentang Covid-19 dan Faktanya Menurut Sains

KOMPAS.com - Kita hampir berada di penghujung tahun 2020, tapi jumlah kasus positif terinfeksi Covid-19 masih terus bertambah.

Sejak kemunculan virus corona atau SARS-CoV-2 di awal tahun, banyak hal baru yang kita dengar. Berbagai informasi terkait Covid-19, mulai dari penyebab, penularan, pencegahan, hingga pengobatan selalu muncul silih berganti.

Sayangnya, tak semua informasi yang beredar terjamin kebenarannya. Apalagi, para ahli hingga kini juga masih terus mempelajari semua hal terkait Covid-19.

Tak jarang, perubahan informasi dan rekomendasi terjadi, sehingga menimbulkan kebingungan pada masayarakat.

"Sama seperti Covid-19 telah menyebar ke seluruh dunia, begitu juga rumor, ketidakbenaran dan disinformasi. Dan mereka bisa sama berbahayanya," kata Tedros Adhanom Ghebreyesus, direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia, Rabu lalu.

Seperti dilansir CNN (28/9/2020), Tedros menambahkan, informasi yang salah telah menyebabkan orang melukai diri mereka sendiri berdasarkan kebohongan, mengobati diri sendiri dengan bahan kimia yang justru beracun atau obat berbahaya, hingga tidak mengambil tindakan pencegahan yang seharusnya mereka lakukan.

Tedros juga mengatakan, WHO dan mitranya menyerukan semua negara untuk menerapkan rencana aksi nasional untuk mempromosikan informasi kesehatan berbasis sains dan untuk memerangi informasi yang salah.

Berikut adalah lima mitos umum dan informasi salah terkait Covid-19 yang paling sering beredar, serta faktanya berdasarkan sains:

Mitos 1: Covid-19 seperti flu biasa

Benar bahwa Covid-19 dan flu disebabkan oleh virus pernapasan dan mungkin memiliki beberapa gejala serupa termasuk demam, kelelahan, dan batuk.

Dan dalam kedua kasus tersebut, beberapa orang memiliki gejala yang lebih ringan daripada yang lain.

Tetapi ada perbedaan besar. Sementara angkanya berubah tergantung pada lokasi dan jangka waktu, menurut perkiraan terbaik Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), kemungkinan kematian akibat Covid-19 - rasio kematian akibat infeksi - sangat rendah untuk orang di bawah usia 50 tahun.

Sedangkan pada orang-orang berusia 50 hingga 69 tahun, riiko kematian karena infeksi Covid-19 adalah 0,5%, dan untuk orang yang berusia 70 tahun ke atas, melonjak hingga 5,4%. Sedangkan, kemungkinan keseluruhan kematian akibat flu adalah sekitar 0,1%.

Selain itu, tahun ini telah terjadi lebih dari 200.000 kematian karena Covid-19.

Menurut ahli statistik di CDC, Covid-19 kemungkinan akan masuk dalam 10 besar penyebab kematian teratas untuk segala usia pada tahun 2020.

Jika angka saat ini merupakan indikasi, ada kemungkinan bahwa itu akan berada di urutan ketiga, setelah penyakit jantung dan kanker.

Faktanya adalah, orang-orang dari segala usia telah terkena virus corona. Sementara orang berusia tua, lebih berisiko memiliki kondisi yang parah atau meninggal jika terinfeksi Covid-19.

Namun, orang yang berusia lebih muda sama sekali tidak kebal pada virus corona.

Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Laporan Mingguan Morbiditas dan Kematian CDC menemukan, bahwa orang dewasa muda berusia 20 hingga 29 tahun menyumbang lebih dari 20% dari semua kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di Amerika Serikat selama Juni, Juli, dan Agustus. Angka kejadian tertinggi dari semua kelompok umur.

Pusat Statistik Kesehatan Nasional telah menghitung lebih dari 1.800 kematian terkait Covid-19 pada orang muda di bawah usia 35, termasuk 419 pada orang di bawah usia 25 tahun; 851 anak di bawah usia 18 juga telah dirawat di rumah sakit.

Orang yang berusia lebih tua mungkin lebih rentan, karena mereka memiliki lebih banyak kondisi yang sudah ada sebelumnya (komorbiditas) yang memperburuk infeksi virus corona, atau sistem kekebalan mereka mungkin melemah seiring bertambahnya usia.

Beberapa anak muda juga memiliki penyakit penyerta yang membuat mereka lebih berisiko sakit parah.

Dan pada beberapa anak, virus corona bahkan dapat menyebabkan sistem kekebalan mereka bereaksi berlebihan, menciptakan peradangan dan melepaskan serangkaian reaksi kimia yang dikenal sebagai badai sitokin, yang mendatangkan malapetaka di dalam tubuh.

Ini adalah kondisi yang disebut sindrom inflamasi multi-sistem pada anak-anak, yang dikenal sebagai MIS-C.

Mitos 3: Berisiko tertular Covid-19 hanya jika melakukan kontak dekat dengan seseorang yang memiliki gejala

Virus corona dapat menyebar tidak hanya melalui sentuhan atau melalui tetesan pernapasan (yang cenderung jatuh ke tanah dengan cepat dan tidak bergerak jauh).

Tetapi juga melalui aerosol, yang dapat bertahan di udara selama berjam-jam dan melakukan perjalanan lebih jauh dari 6 kaki - mungkin 20 atau lebih, terutama di tempat dengan sirkulasi udara rendah.

Meskipun CDC dan WHO belum secara eksplisit mengakui hal ini, mereka sedang menuju ke arah itu.

CDC sejauh ini telah menerbitkan panduan baru mengenai transmisi udara pada akhir pecan lalu, tetapi agensi kembali ke panduan lama mereka pada hari Senin, kemudian menjelaskan bahwa kata-kata baru itu adalah versi draf yang belum sepenuhnya ditinjau.

"Hal yang menarik tentang itu adalah tidak mengubah apa pun yang telah kami katakan," kata Fauci dalam konferensi.

"Artinya kita memang harus tetap pakai masker, hindari kontak dekat, hindari keramaian."

Fauci juga menegaskan, berada di luar ruangan lebih baik daripada di dalam ruangan, karena jika ada aerosol di dalam ruangan, risiko terinfeksi lebih besar.

Maka sebaiknya, hindari tempat-tempat di dalam ruangan, seperti bar, restoran, acara di gereja, bahkan acara pernikahan.

Apalagi, di awal pandemi, banyak orang panik membeli masker yang kemudian menyebabkan kelangkaan masker untuk para tenaga kesehatan.

Namun kemudian, masker menjadi suatu keharusan setelah kita mulai memahami dua fakta yang sangat penting.

Yang pertama adalah orang dapat menyebarkan virus meskipun mereka tidak menunjukkan gejala.

Dan yang kedua, bahwa virus kemungkinan besar menyebar melalui udara, dalam tetesan kecil yang mengandung virus yang disebut aerosol.

Pakar penyakit menular Dr. Anthony Fauci berpidato tentang pembalikan pedoman masker wajah selama konferensi CITIZEN by CNN.

“Salah satu hal yang perlu dipahami publik adalah situasi ini masih terus berkembang,” ujarnya.

"Kami tidak menyadari bahwa 40% hingga 45% orang tidak menunjukkan gejala, kami juga tidak menyadari bahwa sebagian besar orang yang terinfeksi, tertular dari orang tanpa gejala. Itulah mengapa kini memakai masker sangat penting," katanya.

Bagaimana cara kerja masker? Masker melindungi orang lain dari tetesan yang mengandung virus dari pemakai masker yang dikeluarkan ke udara melalui pernapasan, bersin, batuk, bernyanyi atau berteriak.

Beberapa penelitian menemukan, bahwa masker dapat mengurangi jumlah tetesan di udara yang dihirup seseorang hingga 90%.

Selain itu, satu studi juga menemukan, bahwa masker mengurangi penularan virus pernapasan sebanyak 56%.

Meski demikian, tidak semua masker memiliki efektivitas yang sama. Masker bedah - yang terbuat dari kertas yang dipakai para dokter - memiliki filter bermuatan listrik statis yang menangkap partikel virus.

Hindari masker berbahan scuba. Selain umumnya masker scuba hanya satu lapis, bahan scuba memiliki pori lebih besar ketimbang droplet. Sehingga, bukan tak mungkin droplet lebih mudah masuk meresap ke dalam masker.

Mitos 5: Vaksin akan tersedia akhir tahun ini

Ada banyak spekulasi seputar kapan vaksin tersedia, dengan beberapa proyeksi optimis pada awal Oktober.

Ada juga beberapa pengembang yang mengantisipasi memiliki data untuk dibagikan menjelang akhir tahun ini.

Tetapi Fauci dan pemimpin kesehatan masyarakat lainnya mengatakan bahwa sangat tidak mungkin vaksin akan tersedia akhir tahun ini.

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS kini sedang mempertimbangkan aturan baru untuk otorisasi vaksin Covid-19, yang mana membutuhkan waktu yang panjang.

Itu akan memupus harapan Presiden Trump, yang telah berulang kali mengatakan vaksin bisa siap pada 3 November.

Bahkan, jika suatu vaksin mendapatkan otorisasi penggunaan darurat atau persetujuan langsung pada akhir tahun ini, secara fisik tidak mungkin ada cukup dosis yang tersedia untuk semua orang.

"Jika terbukti manjur pada November atau Desember, kami tidak memiliki cukup dosis vaksin. Kami akan memiliki beberapa juta pada November dan mungkin 10, 20 juta pada Desember. Itu akan cukup untuk mulai memvaksinasi populasi tertentu, tetapi tidak seluruh populasi, "kata Dr. Moncef Slaoui, kepala Operation Warp Speed, inisiatif vaksin pemerintah kepada CNN.

Slaoui menambahkan, kelompok tertentu, seperti petugas kesehatan dan orang-orang yang rentan terhadap penyakit, akan diprioritaskan.

"Bagi kami, ini lebih terlihat seperti pertengahan 2021," kata Fauci.

"Saat ini, mari tetap fokus pada apa yang dikatakan sains untuk membantu kita mengatasi hal ini,” tegas Slaoui.

“Saya senang jika vaksin ada- tetapi sementara itu ada hal-hal sederhana dan efektif yang dapat kita lakukan sendiri, cuci tangan, hindari pertemuan besar, dan memakai masker," pungkasnya.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/09/28/100500223/5-informasi-salah-tentang-covid-19-dan-faktanya-menurut-sains

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke