Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apa yang Terjadi Jika Beberapa Orang Menolak Vaksin?

KOMPAS.com - Tanpa vaksin, manusia memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai kekebalan kolektif yang disebut juga herd immunity, terhadap virus corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2.

Menurut perkiraan awal dari para ahli kesehatan di Amerika Serikat (AS), sedikitnya dibutuhkan 70 persen dari total populasi yang mengembangkan kekebalan terhadap virus corona, baik dengan paparan atau vaksinasi, untuk mencapai kekebalan menyeluruh.

"Kita tidak akan bisa mengendalikan virus ini sampai mendapatkan vaksin, atau sampai virus menginfeksi 80 sampai 90 persen populasi manusia. Tentunya opsi yang terakhir adalah yang tidak kita inginkan karena akan lebih banyak orang yang meninggal,” ujar peneliti penyakit menular Sarah Goerge, MD, yang merupakan peneliti utama uji coba klinis terkemuka untuk remdesivir di Saint Louis University.

Saat ini lebih dari 90 vaksin yang potensial untuk Covid-19 sedang diselidiki di seluruh dunia, sehingga nampaknya paling tidak satu dari antaranya akan berhasil.

Melansir Mdlinx, Minggu (17/5/2020), vaksin yang aman dan efektif untuk Covid-19 diperkirakan tersedia pada Januari 2021. Hal ini disampaikan Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, Anthony Fauci, MD.

Sementara itu, para ilmuwan di Universitas Oxford, Inggris, mengatakan bahwa vaksin virus corona baru mereka akan siap pada bulan September tahun ini.

Ketika mendengar kabar bahwa akhirnya ada satu vaksin yang berhasil ditemukan, bukankah akan membuat banyak orang dengan senang hati berbaris untuk mendapatkan suntikan vaksin?

Tapi sepertinya tak semua orang akan rela mengantre untuk mendapat vaksin tersebut, lantaran ada beberapa orang yang menyatakan dirinya anti-vaksin.

Jadi, apa yang akan terjadi jika vaksin Covid-19 yang aman dan efektif tersedia, tetapi beberapa orang menolak untuk mendapatkannya?

Mungkin bisa mempertimbangkan kasus yang terjadi pada tahun 2019, ketika wabah campak terjadi di Brooklyn, New York.

Hampir 3 dari 4 kasus (73 persen) terjadi pada orang yang belum pernah menerima vaksin campak, terutama pada anak-anak.

Meskipun ini bukan perbandingan "apple to apple" dengan pandemi Covid-19 saat ini, seperti soal kita bahkan belum tahu apakah antibodi SARS-CoV-2 dapat menghalangi reinfeksi, tapi ini memberikan sekilas gambaran tentang besarnya masalah jika sebagian besar orang tidak diimunisasi.

Katakanlah, jika seperempat penduduk menolak divaksinasi, kehidupan sehari-hari kedepannya tentu akan mengalami perubahan besar.

Setidaknya virus akan tetap menjadi masalah yang hadir selama bertahun-tahun kedepan.

Melakukan jarak sosial dan memakai masker di depan umum akan menjadi kebiasaan baru.

Murid-murid yang di duduk bangku sekolah dan perguruan tinggi akan terus melanjutkan pembelajaran melalui kelas online.

Kota-kota dan daerah-daerah yang menerapkan pembatasan wilayah akan mencoba melonggarkan lockdown.

Namun jika penularan dan kematian muncul kembali, seperti yang kita lihat terjadi di Korea Selatan dan China saat ini, maka akan dilakukan pembatasan wilayah kembali.

Pengobatan dengan remdesivir untuk Covid-19 memang sudah disarankan, tetapi tanpa vaksin wabah masih akan terus terjadi di tahun-tahun selanjutnya dan kematian di seluruh dunia akibat Covid-19 akan terus bertambah.

Orang yang Skeptis Pada Vaksin

Orang-orang anti-vaksin memang ada. Hal itu bahkan tertulis dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat.

Penelitian terbaru, yang kini dalam tahap peer-review, menunjukkan hasil survei terhadap sejumlah 493 orang dewasa AS, sampel yang representatif secara demografis.

Para peneliti bertanya pada para responden mengenai pandangan mereka tentang keamanan vaksin, dan apakah mereka berencana untuk melakukan suntikan vaksin guna melawan Covid-19.

Hasilnya hampir seperlima (19 persen) responden menyatakan diri mereka skeptis atau meragukan vaksin.

Dari jumlah tersebut, 62 persen mengatakan bahwa mereka tidak akan melakukan suntikan vaksin Covid-19.

Sekitar seperenam (16 persen) dari semua responden secara khusus menyebut diri mereka sebagai anti-vaksin.

Dari angka tersebut, 44 persen di antaranya mengatakan mereka tidak akan melakukan vaksin Covid-19.

Meskipun sebagian besar responden mengatakan bahwa mereka berencana untuk melakukan vaksin, tapi jumlah responden yang mengatakan tidak akan melakukan vaksin terbilang cukup tinggi. Hal ini dapat mengancam kekebalan kolektif di dunia.

“Meski masih peer-review, kami meyakini bahwa temuan ini menunjukkan ada banyak orang yang merupakan kelompok anti-vaksin. Hal ini dapat membahayakan efektifitas dari vaksin Covid-19 begitu vaksin tersedia, dikarenakan masalah ketidakpatuhan,” tulis Kristin Lunz Trujillo, calon PhD ilmu politik University of Minnesota, dan Mat Motta, asisten profesor ilmu politik, Oklahama State University, dalam penelitian mereka.

Hasil penelitian ini ternyata tak mengejutkan bagi para peneliti, mereka sudah memperkirakannya. Fakta ini cukup menyedihkan memang.

"Ini cukup banyak sesuai dengan apa yang kami perkirakan,” kata Motta.

"Jumlah skeptisisme vaksin yang kami amati sepanjang pandemi Covid-19 sangat mirip dengan jumlah skeptisisme yang kami amati sebelum krisis. Karena mereka yang skeptis biasanya kurang ingin divaksin, ini tidak terlalu mengejutkan ketika melihat bahwa sebagian besar orang yang skeptis mungkin akan menolak suntikan vaksin Covid-19, ketika vaksin tersedia," tambahnya.

Meskipun para peneliti sudah memperkirakan jawaban tersebut, yang membuat mereka terkejut adalah jumlah orang yang mengatakan akan menolak suntikan vaksin Covid-19, padahal mereka bukanlah tidak percaya dengan vaksin.

Secara khusus, 15 persen orang yang mendukung vaksin mengatakan bahwa mereka tidak akan melakukan suntikan vaksin Covid-19. Selain itu, 19 persen orang yang tidak termasuk kedalam kelompok anti-vaksin, mengatakan mereka tidak akan melakukan vaksin.

Belum diketahui apa alasan dari keputusan mereka tak ingin melakukan vaksin meski tidak meragukan vaksin itu sendiri.

Hal inilah yang dinilai Motta perlu dicari tahu untuk untuk bisa merancang kampanye yang meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melakukan vaksin.

Sulit dipercaya memang, bahwa ada orang yang harus diyakinkan untuk melakukan langkah kecil, seperti suntik vaksin. Padahal itu dapat menghentikan ancaman Covid-19.

Kampanye vaksin Covid-19 sepertinya akan menghadapi perjuangan berat karena adanya orang-orang yang skeptis.

“Situs web anti-vaksin terkemuka mulai menyebarkan informasi yang salah mengenai vaksin Covid-19, yaitu bahwa vaksin sudah ada sejak lama namun disembunyikan dari konsumsi publik,” tulis para peneliti.

Tetapi bukan berarti keadaan mengerikan yang terjadi saat ini tidak dapat mendorong orang yang skeptis terhadap vaksin merubah pandangan mereka.

Para peneliti menemukan, bahwa ketika penyakit yang hampir hilang datang kembali sebagai epidemi, orang mungkin akan lebih mempercayai rekomendasi dari para ahli kesehatan.Ini bisa merubah sikap para anti-vaksin.

Saat ini masih ada banyak ketidakpastian tentang virus ini kedepannya dan dampaknya pada dunia. Sangat disayangkan bahwa salah satu ketidakpastian besar dapat terjadi karena adanya rasa tidak percaya terhadap vaksin yang berpotensi menyelamatkan jiwa.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/05/17/130000723/apa-yang-terjadi-jika-beberapa-orang-menolak-vaksin-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke