Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komunitas Kecam Penghapusan Jalur Sepeda dan Pedestrian Simpang Santa

Kompas.com - 16/04/2023, 15:00 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengeklaim uji coba penutupan putaran balik (u-turn) di kawasan pertigaan lampu merah Santa di Jakarta Selatan dengan rekayasa lalu lintas (lalin) dinilai efektif.

Untuk diketahui, sebagai penghubung Jalan Wijaya dan Jalan Wolter Monginsidi ke arah Jalan Kapten Tendean, area itu diberlakukan rekayasa untuk memperlancar lalin.

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi menilai, jarak tempuh pengendara jauh lebih cepat saat memakai metode pengalihan arus daripada harus menunggu traffic light (TL) di lokasi tersebut.

"Tetapi ketika kita hitung waktu lampu merahnya mereka (pengendara) bertahan itu lebih lama dibanding mereka memutar," ujar Heru, beberapa waktu lalu.

Biasanya, perjalanan dari arah Jalan Wijaya ke Jalan Walter Mongisidi memakan waktu dua jam saat melewati simpang lampu merah Santa.

Akan tetapi, jalur sepeda dan pedestrian (pejalan kaki) persimpangan itu dihilangkan demi jalan kendaraan bermotor.

Padahal, menurut Ketua Umum Bike to Work (B2W) Indonesia Fahmi Saimima, pengembangan lajur sepeda di Jakarta adalah yang paling progresif di dunia saat ini.

Baca juga: Mudik dengan Sepeda Motor Berisiko Tinggi, Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah

Sehingga, seharusnya dipertahankan dan diperluas secara masif di seluruh wilayah kota.

"Apapun yang dilakukan DKI Jakarta akan menjadi benchmark bagi kota-kota lain tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara," kata Fahmi dalam rilis, Minggu (16/4/2023).

Fahmi menuturkan, lajur sepeda selain sebagai penanda kemajuan peradaban kota, juga sangat efektif mengendalikan kemacetan dan emisi kendaraan.

Menurut Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfres Sitorus, apa yang sudah dikembangkan oleh Pemprov Jakarta, hendaknya dipertahankan dan jangan set back agar masyarakat terfasilitasi dengan baik untuk memanfaatkan non-motorized mobility terutama berjalan kaki.

"Penghancuran trotoar menjadi jalan raya, jelas langkah set back," tutur Alfres.

Anggota Greenpeace Bondan Adrianu menambahkan, penghilangan lajur sepeda dan fasilitas pejalan kaki di Jalan Santa ini bertentangan dengan amanat putusan PN Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Warga Negara atas pencemaran udara Jakarta.

"Seharusnya fasilitas NMT ini diperluas dalam rangka merealisasikan peningkatan kualitas udara sebagai mana amanat putusan PN Jakarta Pusat", ungkap Bondan.

Road Safety Association Rio Octaviano berpendapat, saat dunia sedang melakukan transisi moda transportasi, Jakarta justru memukul mundur peradaban transportasi.

"Bertepatan juga dengan dunia memiliki rencana UN Global Road Safety Week 2023 dengan tema #ReThinkMobilit,  kami justru dibuat kecewa dengan kemunduran ini," ungkap Rio.

Sementara itu, Urban Planner The Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Deliani Siregar menilai, penambahan jalan untuk kendaraan bermotor justru tidak pernah menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan.

"Penambahan jalan malahan semakin mengundang kendaraan bermotor pribadi untuk menggunakan jalan dan bagian dari siklus ketergantungan penggunaan kendaraan bermotor pribadi di kota," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com