Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daya Beli Turun, Ini Promosi Rumah yang Paling Cocok Kala Pandemi

Kompas.com - 19/03/2022, 10:35 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Daya beli masyarakat terhadap properti residensial mengalami penurunan selama pandemi Covid-19.

Berdasarkan laporan Bank Indonesa (BI), penjualan properti residensial primer menurun 15,19 persen secara tahunan atau year on year (YoY) pada kuartal III-2021.

Penurunan tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kuartal II-2021 yang mencapai sekitar 10,1 persen secara tahunan.

Sementara itu, Colliers International Indonesia menunjukkan, volume penjualan apartemen di Jakarta pada 2021 tercatat 1.289 unit.

Lagi-lagi, penjualan ini juga lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2020 yang mencatat total penjualan hingga 1.927 unit.

Baca juga: 4 Faktor Ini Bisa Bikin Harga Rumah Naik di Masa Depan

Hal yang sama juga terjadi pada unit hunian persewaan. Menurut laporan Knight Frank, dari total 8.919 unit apartemen sewa yang tersedia, hanya sekitar 58,4 persen yang terisi.

Perolehan tersebut menunjukkan, sebanyak 3.099 unit lain masih dalam keadaan kosong atau tak berpenghuni.

Terkait hal ini Pengamat Properti dan Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit menjelaskan, pembeli properti di Indonesia harus dirangsang dengan promosi penjualan rumah dengan harga turun.

“Kalau harga naik malah bikin (pembeli) jadi gak nafsu. Kondisinya bertolak belakang dengan ekonomi yang sedang tidak baik, ini kan ekonomi sedang sulit,” jelas Panangian saat dihubungi Kompas.com, Selasa (1/3/2022).

Selain itu, penjual saat ini harus berfokus pada minat end-user terhadap kebutuhan esensial, seperti klaim rumah sehat, rumah pintar dan rumah yang fleksibel jika digunakan untuk work from home (WFH).

Baca juga: Ini Rumus Menghitung Kebutuhan AC di Rumah

Menurutnya, jika membahas persoalan esensial yang dibutuhkan masyarakat saat ini, sisi kesehatan pada rumah hingga berbagai cicilan dengan masa tenor yang lebih panjang harus ditonjolkan dalam penjualan.

Hal ini yang juga menyebabkan jargon “Senin Harga Naik” sudah tak lagi terdengar atau digunakan untuk menarik minat pembeli properti.

Panangian mengatakan, gaya penjualan menggunakan jargon tersebut tidak lagi menarik mengingat daya beli masyarakat yang belum stabil.

Selain itu menurutnya, promosi penjualan menggunakan “Senin Harga Naik” sebenarnya ditujukan untuk investor properti, bukan kepada pembeli end-user.

Investor membeli properti adalah agar nantinya properti tersebut bisa dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.

“Tapi kalau konsumen biasa berpikirnya tidak seperti itu. Mereka berpikirnya kapan bisa beli rumah, apakah cocok daya beli mereka dengan kemampuan cicilan setiap bulan,” tambah Panangian.

Panangian menyebutkan, saat ini investor sedang tidak ada di pasar properti karena semua fokus pada masalah kesehatan.

Situasi ekonomi yang belum membaik ditambah lagi dengan jumlah stok properti yang dibeli sebelum pandemi masih tersedia atau over supply menjadi penyebab fenomena ini terjadi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com