Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Swedia Berisiko Merugi Rp 33,9 Triliun Per Bulan Akibat Penutupan Pabrik Semen

Kompas.com - 28/07/2021, 22:00 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Swedia tengah menghadapi dampak ekonomi sangat serius karena peraturan lingkungan yang mengancam keberadaan pabrik semen di negara tersebut.

Dilansir Dezeen, Byggföretagen yang merupakan Aliansi Badan Konstruksi Swedia menilai penutupan pabrik semen terbesar di Swedia dengan alasan lingkungan dapat menyebabkan 400.000 orang kehilangan pekerjaan dan menghapus pertumbuhan PDB negara.

Selain itu, sebanyak tiga perempat pekerjaan proyek pembangunan rumah dan sektor konstruksi bisa terhenti dan mengakibatkan kerugian mencapai Rp 33,4 triliun per bulannya.

"Swedia menghadapi penghentian konstruksi yang ekstensif. Pada November 2021, tiga dari empat rumah baru tidak akan dapat memulai konstruksi," kata CEO Byggföretagen Catharina Elmsäter-Svärd.

Baca juga: Nanomaterial Bisa Bikin Semen Lebih Tahan Lama

Byggföretagen merilis dampak yang akan terjadi tersebut setelah dikeluarkannya keputusan Mahkamah Agung Swedia dan Pengadilan Lingkungan pada pekan lalu untuk menolak izin pertambangan baru untuk pabrik semen Cementa di Slite, Gotland Swedia.

Cementa sendiri merupakan satu-satunya produsen semen di Swedia. Cementa juga memiliki pabrik semen kedua yang lebih kecil di selatan negara itu.

"Ditolak karena kekhawatiran atas penilaian dampak lingkungan pabrik, terutama yang berkaitan dengan dampak terhadap air tanah," ungkap dia.

Catharina mengatakan, Greenpeace juga menuduh pabrik tersebut menggunakan tungku pembakarannya untuk membakar limbah beracun tanpa izin.

Pabrik semen Cementa di Swediadezeen.com Pabrik semen Cementa di Swedia
Sektor kontruksi berkontribusi 11 persen terhadap PDB Swedia

Catharina menuturkan bahwa selama ini industri sektor konstruksi berkontribusi besar yaitu sekitar 11 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Swedia.

Industri sektor konstruksi menyumbang hampir Rp 66,9 triliun pendapatan pajak untuk perawatan kesehatan, sekolah dan perawatan.

"Penghentian konstruksi dengan demikian berisiko menggusur seluruh pertumbuhan PDB pada tahun 2022," ujar Catharina.

Dengan begitu, keberadaan pabrik yang merupakan sumber emisi gas rumah kaca terbesar kedua di negara ini dan bertanggung jawab atas tiga persen dari semua emisi CO2 Swedia, tidak akan lagi dapat menambang batu kapur sebagai akibat dari keputusan tersebut, yang berarti operasinya akan dihentikan.

Dengan adanya keputusan itu pabrik yang memproduksi tiga perempat dari seluruh semen yang digunakan di Swedia ini otomatis harus berhenti menambang batu kapur di tambang terdekat pada 31 Oktober 2021.

Meski demikian, Catharina menilai, Byggföretagen telah menuntut pertemuan mendesak dengan pemerintah untuk membahas keputusan itu.

Nantinya Pabrik Cementa Slite akan dikonversi menjadi pabrik netral karbon eksperimental pada tahun 2030.

Semen menghasilkan 8 persen emisi global

Diketahui, produksi semen di Swedia bertanggung jawab atas sekitar delapan persen emisi karbon global.

Hal ini disebabkan oleh cara dalam mengolah batu kapur yang merupakan bahan utama dalam semen.

Di mana dalam prosesnya batu kapur itu dihancurkan dan dibakar untuk mengesktrak kalsium yang merupakan bahan pengukat yang digunakan dalam semen.

Proses itulah yang mengakibatkan terlepasnya karbon ke atmosfer. 

Hingga kini beberapa perusahaan juga sedang menyelidiki cara memproduksi beton bebas emisi termasuk Carbicrete, yang telah mengembangkan cara menggunakan terak industri sebagai pengganti semen sebagai bahan pengikat.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com