Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WNA Jepang Hengkang dan Dampaknya terhadap Nasib Sektor Properti

Kompas.com - 15/07/2021, 08:10 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Situasi Covid-19 di Indonesia yang memburuk membuat Pemerintah Jepang menyiapkan upaya untuk melindungi keselamatan warganya.

Melansir Nikkei Asia, Selasa (13/7/2021), Pemerintah Jepang akan menyiapkan penerbangan khusus bagi warga Jepang yang ingin pulang ke Negeri Sakura.

Sekretaris Kabinet Jepang Katsunobu Kato mengatakan, langkah tersebut diambil untuk melindungi keselamatan warga negara Jepang dari risiko penularan Covid-19.

Baca juga: Ketika Jepang Makin Terpikat, Pengembang Pun Untung Cepat

"Untuk melindungi keselamatan warga Jepang, kami akan menempuh berbagai upaya, sehingga warga Jepang yang ingin pulang bisa kembali sesegera mungkin dan sebanyak mungkin," kata Kato.

Rencana evakuasi WNA ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran dan teka-teki bagaimana dampaknya terhadap ekonomi, khususnya sektor properti.

Pasalnya, menurut catatan Leads Property Indonesia, investasi Jepang di sektor properti berkisar antara 50 juta dollar AS hingga 300 juta dollar AS atau ekuivalen Rp 725 miliar sampai Rp 4,3 triliun per proyek.

Sementara selama kurun 2015-2021, terdapat 26 proyek yang hingga saat ini masih dikerjakan atau dalam tahap konstruksi.

Jika kita ambil angka rata-rata 200 juta dollar AS, artinya nilai investasi yang tertanam sekitar 5,2 miliar dollar AS atau setara Rp 75,3 triliun.

Namun demikian, CEO Leads Property Indonesia Hendra Hartono menuturkan, proyek properti yang paling terdampak oleh evakuasi WNA Jepang ini adalah yang masih dalam tahap rencana, kajian kelayakan atau feasibility study, baru desain, dan atau akan dilakukan joint venture (JV).

Keputusan untuk melakukan investasi akan tertunda, terutama keputusan investasi yang berhubungan dengan kunjungan fisik ke lokasi atau pertemuan fisik sebelum transaksi.

Baca juga: Ini 32 Proyek Properti Jadebotabek yang Dibangun Investor Jepang

"Mereka akan melakukan penundaan. Ini artinya ada potential lost, sedangkan proyek yang sudah jalan akan tetap diteruskan. Tinggal masalah waktu dan percepatan penanganan Covid-19," ujar Hendra kepada Kompas.com, Rabu (14/7/2021).

Hal senada dikatakan Senior Director Ciputra Group Artadinata Djangkar. Dia mengatakan, proyek yang sudah berjalan akan terus dibangun.

Terlebih proyek yang konstruksinya dikerjakan oleh perusahaan kontraktor lokal, seperti The Newton 2 at Ciputra World 2 Jakarta bersama Toda Corporation.

"Jadi hengkangnya WNA Jepang tidak ada pengaruh atau hubungannya terhadap kelangsungan konstruksi fisik proyek," imbuh Arta.

The Newton 2 at Ciputra World 2 JakartaPDW Architects The Newton 2 at Ciputra World 2 Jakarta
Untuk diketahui, selain Ciputra Group yang memiliki tiga proyek hasil kolaborasi dengan investor Jepang, terdapat nama raksasa lainnya yakni Sinarmas Land.

Selain The Zora, dan Southgate Superblock, proyek terbaru mereka adalah pengembangan kawasan berbasis Transit Oriented Development (TOD) BSD City, bersama Mitsubishi Corporation dan Surbana Jurong senilai Rp 2 triliun.

Namun hingga saat ini, Managing Director Sinarmas Land Group Alim Gunadi mengaku belum ada diskusi ke arah penundaan.

Baca juga: Lagi Investor Jepang Masuk Pasar Hunian, Digandeng Greenwoods Bangun Citaville Cikarang

"Masih dipelajari karena memang (evakuasi WNA Jepang) baru diinformasikan. Jadi sampai saat ini belum ada keputusan apa pun yang diambil," kata Alim.

Menurut Alim, tindak lanjut terkait evakuasi WNA Jepang ini baru akan dilakukan setelah diskusi mendalam antara Sinarmas Land dan Mitsubishi Corporation serta mitra lainnya, yakni Surbana Jurong.

Konstruksi fisik pengembangan TOD BSD City memang belum berlangsung. Mereka baru menyepakati perjanjian kerja sama pada 12 April 2021.

Rencananya, pembangunan akan dimulai pada tahun 2022 mendatang.

Indonesia, destinasi investasi utama

Keputusan penundaan mungkin akan dilakukan oleh investor Jepang terhadap proyek yang masih dalam rencana, kajian kelayakan, atau pun baru akan dilakukan JV.

Akan tetapi, penundaan investasi ini bukanlah kiamat bagi sektor properti Indonesia. Hendra mengatakan, penundaan ini bersifat temporer karena sangat bergantung pada percepatan penanganan pandemi Covid-19.

Baca juga: Raksasa Jepang Mitsubishi dan Pakuan Rilis Proyek Rp 9 Triliun di Sawangan

Dus, Indonesia masih tetap menjadi salah satu top investment destination bagi Jepang. Hal ini karena mereka sudah sulit untuk memperbesar investasi di negaranya sendiri.

Pasar Jepang saat ini sudah mencapai titik jenuh. Nah, jika para investor Negeri Sakura ini ingin berkelanjutan, mereka harus ekspansi ke mancanegara.

"Salah satu pilihannya adalah negara berkembang," ucap Hendra.

Apalagi untuk investasi properti, infrastruktur, dan manufaktur, harus di negara yang populasinya besar, berkembang, sekaligus mendekati pangsa pasarnya.

Shila at Sawangan akan menjadi pusat perumahan dan kawasan komersial baru di selatan Jakarta.DOK. VASANTA GROUP Shila at Sawangan akan menjadi pusat perumahan dan kawasan komersial baru di selatan Jakarta.
Sementara di sisi lain, kondisi mereka juga saat ini sangat sulit untuk masuk ke negara lain di Asia Tenggara. Semua terdampak pandemi dan menutup wilayah perbatasannya, baik dari darat, laut, maupun udara.

"Jadi, tinggal mereka mau tetap melihat Indonesia sebagai peluang atau problema," cetus Hendra.

Dia memandang krisis akibat Pandemi Covid-19 ini lebih buruk dibanding krisis sebelumnya, karena sifatnya global dan hampir berdampak pada seluruh sektor bisnis.

Baca juga: Pilih Berbagi Risiko, Ciputra Gandeng Investor Jepang Bangun The Newton 2

Berbeda dengan krisis moneter pada 1998, dan krisis finansial global pada 2008. Amerika, Jepang, China, dan Eropa masih berjaya dengan hegemoninya. Selain itu, sektor minyak bumi pun masih berkibar.

Demikian halnya ketika terjadi krisis yang dipicu subprime mortgage, hanya Amerika dan Eropa yang terpukul, sementara Asia tergolong aman-aman saja.

"Krisis kali ini adalah krisis kesehatan yang berdampak pada ekonomi. Jadi seharusnya kesehatan dulu yang ditangani, baru kemudian ekonominya. Kalau krisis ekonomi kan bisa fokus benerin ekonominya saja. Jadi ini krisis double trouble," papar Hendra.

Dan jika pandemi Covid-19 di Indonesia terus memburuk dan pembatasan berkepanjangan, bukan tidak mungkin akan terjadi pembatalan investasi.

Oleh karena itu, dia menyarankan para pengembang untuk menyiapkan mitigasi risiko yang bisa diterapkan untuk saat ini atau masa-masa yang akan datang.

Di antaranya adalah selalu memastikan investasi Jepang bukan mayoritas dan yang diharapkan bukanlah faktor finansial semata melainkan transfer teknologi dan keahlian.

Baca juga: Ungguli Jepang dan Korea, Daya Tarik Industri Infrastruktur Indonesia Nomor 9 di Asia Pasifik

Berikutnya adalah siapkan financial back up dari sumber dana lainnya. Proyek yang dijalankan juga sebaiknya bertahap dalam beberapa fase tertentu, bukan dibangun sekaligus.

Ruang tengah pada unit pamer Branz Simatupang. Foto diambil Senin (10/7/2017). Ruang tengah pada unit pamer Branz Simatupang. Foto diambil Senin (10/7/2017).
Pastikan, target pasar dari proyek tersebut bukan ekspatriat atau komunitas Jepang. Misalnya bangun serviced apartment untuk mengakomdoasi kebutuhan hunian mereka. Ini pasti berat.

Hal ini dibuktikan oleh riset Knight Frank Indonesia yang melaporkan bahwa tingkat okupansi sejumlah apartemen sewa mengalami penurunan dua persen hingga lima persen.

Knight Frank mengungkapkan, ekspatriat Jepang ternyata sudah kembali ke negaranya sejak pertengahan kuartal II-2021.

Ini artinya, sebelum ada keputusan resmi Pemerintah Jepang untuk mengevakuasi warganya, para TKA ini sudah lebih dulu meninggalkan Indonesia.

Bahkan, hal ini terus berlanjut saat penerbangan yang dilakukan pada Rabu (14/07/2021) pagi.

Melansir Antara, yang mengutip keterangan dari Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia, penerbangan tersebut terlaksana atas inisiatif dari perusahaan swasta Jepang.

Tentu saja, akibat kondisi ini terjadi pelemahan tingkat hunian di sejumlah properti apartemen sewa baik servis maupun non-servis di Jakarta dan kawasan lainnya.

Senior Advisor Research Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat mengatakan, pertumbuhan dan operasionalisasi sektor rental apartment memang memiliki keterkaitan yang tinggi dengan tenaga kerja asing.

"Termasuk di antaranya dari Jepang," ujar Syarifah.

Aksi TKA Jepang ini, menurut Hendra mengikuti bos-bos besarnya yang sudah kembali ke jepang maupun negara lainnya seperti Singapura sejak awal pandemi tahun lalu.

"Mereka mengantisipasi hal-hal seperti ini. Pertanyaannya seberapa cepat penanganan krisis akibat Pandemi Covid-19 ini. Sebab, kalau krisis kesehatan berkepanjangan, akan berat sekali buat siapa pun," tuntas Hendra.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com